Thursday, December 29, 2016

Langit Biru Bagian 24 (Last)


Kenapa selalu ada saja godaan saat aku benar-benar ingin berjuang keras mencari ilmu diluar negeri. Waktu terus berjalan, kulihat jam menunjukan pukul 10 lebih 30 menit.

“Hei nak, sudah lama menunggu?” Tanya seseorang yang baru saja tiba. Dia Ayahku.

“Tidak juga.” Ucapku.

“Baguslah. Pesawat kita berangkat pukul 11 lebih 4 menit. Bersiaplah, sebentar lagi kita akan berangkat.” Ucapnya.

“Tentu.” Ucapku datar. Ayahku lalu melihatku lekat.

“Everything is fine, right?” Tanyanya.

“Yes, of course.” Ucapku.

“Great..” Ucapnya.

“Ah ya.. kita…”

“Kidoo!!” Teriak seseorang dari kejauahan. Aku menengoknya dan ternyata itu Okta, Jagger juga bersamanya.

“Your friends?” Tanya Ayahku.

“Yes.” Ucapku.

“Kalau begitu Ayah tunggu didepan sana.” Ucap Ayahku sambil menunjuk tempat pengecekan barang.

“Ya.” Ucapku.

“Hei.. kau benar-benar akan ke Jerman Kid?” Tanya Jagger sambil bersalaman denganku.

“Tentu. Mengejar mimpi.” Ucapku.

“Mengagumkan. Semoga berhasil, dan jangan pernah melupakan negara asalmu.” Ucapnya.

“Heh, itu hal yang konyol. Mana mungkin aku melupakan negara ini.” Ucapku. Kulihat Okta hanya menunduk sambil memainkan jari-jarinya.

“Kau tidak mau mengucapkan apapun padaku?” Tanyaku padanya. Dia kebingungan, salah tingkah dan semacamnya.

“Ehhh, anu.. itu..” Ucapnya gugup. Jagger lalu berbisik ditelingaku.

“Sejujurnya dia masih merasa bersalah. Dia berfikir karena dia mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak dia katakan. Kau jadi akan pergi ke Jerman.” Ucap Jagger.

“Dan dia beranggapan kalau aku pergi ke Jerman hanya karena perkataannya.” Ucapku juga berbisik.

“Mungkin.” Ucap Jagger sambil mengangkat kedua bahunya.

“Astagaa..” Ucapku sambil menutup wajahku.

“Dengar Okta.” Ucapku sambil memegang kedua pundaknya.

“Ya?” Ucapnya. Tapi dia tidak mau menatap wajahku. Apa wajahku seseram itu?

“Semua yang kulakukan ini. Semuanya. Aku pergi ke Jerman bukan karena depresi atau apa.” Ucapku. Dia terlihat sedikit tenang.

“Aku hanya ingin meraih mimpiku disana. Tidak lebih dari itu. Lagipula konyol juga kalau aku pergi jauh-jauh ke Jerman hanya karena sesuatu hal yang membuatku tidak nyaman. Jadi, kau jangan terlalu memikirkannya. Aku kan sudah bilang padamu waktu itu. Kau tidak perlu merasa bersalah seperti ini. Ya?” Ucapku padanya. Dia pendengar yang baik. Aku lalu memegang kepalanya, mengacak-acak rambutnya. Dia terlihat kesal dan akhirnya tersenyum juga.

“Baiklah aku harus pergi.” Ucapku lalu berjalan menuju Ayahku yang sudah menungguku.

“Kau yakin tidak akan berpamitan dengannya?” Teriak lagi salah seorang disalah satu sudut bandara. Aku menoleh.

“Wahyu?” Ucapku.

“Tak kusangka kau memutuskan jalanmu sendiri.” Ucapnya sambil berjalan mendekatiku.

“Ya tentu.” Ucapku.

“Cihh dia selalu saja mengganggu.” Ucap jagger.

“Lalu? Mau pergi begitu saja?” Tanyanya.

“Apa maksudmu? Lalu aku harus apa?” Tanyaku balik.

“Tidak. Semoga sukses. Dan jangan melupakanku.” Ucapnya. Aku hanya tersenyum.

“Aku tidak mungkin melupakan orang langka sepertimu.” Ucapku, Wahyu juga tersenyum.

“Hmm.. dasar.” Ucapnya. Anehnya aku juga melihat Kak Ve dan Ibu dari kejauhan? Apa aku salah lihat.

“Akhirnya kalian datang.” Ucap Ayahku yang sudah berada didekatku.

“Apa maksudnya? Ayah menyuruh mereka berdua kesini?” Tanyaku.

“Tentu, Ibumu bilang kau dan kakakmu sedang dalam kondisi yang tidak akrab. Ibumu mengkhawatirkannya dan bercerita padaku. Maka nya Ayah menelpon Ve dan menyuruhnya dan Ibumu untuk menemuimu disini.” Ucapnya.

“Yah. Terserah Ayah saja.” Ucapku.

“Bidadari!! Oohh!!” Ucap Wahyu dengan antusias.

“Kau bahkan tidak berubah sedikit pun sejak 1,5 tahun yang lalu.” Ucapku.

Dengan langkah sedikit terburu-buru Kak Ve dan Ibu berjalan mendekati kami.

“Kalian sudah mau berangkat?” Tanya Ibuku.

“Yah, hanya sebentar lagi.” Ucap Ayahku. Kak Ve melihatku dengan tatapan yang sulit dijelaskan.

“Kalau tidak mengatakan apa-apa nantinya kau akan menyesal Ve.” Ucap Ayahku. Kak Ve dengan cepat lalu memelukku, bahunya bergetar hebat. Sepertinya kejadian seperti ini pernah terjadi. Hanya saja ada pertukaran posisi disini. Aku membelai rambutnya.

“Menangislah. Kakak bilang tau semuanya tentangku karena kita satu rumah sudah lama. Maka, kata-kata itu berlaku untuk Kakak juga. Aku tau semua yang Kakak sukai, semuanya. Kebiasaan kakak dan juga sifat kakak. Selama dikamar tadi Kakak berbicara padaku tapi pandangan kakak hanya mengarah ke album foto keluarga. Kakak tau apa artinya? Aku pikir kakak akan menangis saat itu juga jika berbicara langsung denganku sambil saling bertatapan. Tapi aku pikir itu tidak akan terjadi, karena aku tau kau kakak yang sangat kuat. Bahkan lebih kuat dari siapapun. Namun aku terkejut mendengar bahwa kakak menangis hanya karena aku.” Ucapku. Kedua orang tua kami menahan sedih mereka.

“Ini hanya sebentar. Aku yakin. Waktu yang aku habiskan di Jerman nanti pasti akan sangat cepat. Lagi pula, kakak disini memiliki orang-orang yang sayang sama kakak. Orang-orang menganggap kakak spesial, jadi aku yakin tidak akan ada seorang pun yang berani macam-macam sama kakak. Karena apa? Karena aku yakin akan ada orang yang menjaga dan melindungi kakak.” Ucapku dengan lirih. Kak Ve menangis, dia benar-benar tidak bisa menahan kesedihannya.

Posisi kami tidak berubah sekitar beberapa menit. Kulihat semua orang juga merasa sedih. Apalagi Wahyu.

“Siaall!!! Kau benar benar menyebalkan Kido!! Membuat seorang bidadari menangis adalah hal yang kejam!!” Ucapnya sambil menangis.

“Berisik sekali kau Wahyu.” Ucap Jagger sambil mengusap sedikit air matanya yang keluar.

“Diam kau. Ini bukan urusanmu.” Ucapnya yang masih menangis.

Perlahan kak Ve melepaskan pelukannya. Kulihat pipinya begitu basah karena air matanya yang mengalir begitu deras.

“Kamu janji bakal pulang?” Ucapnya sambil menyodorkan jari kelingkingnya.

“Janji.” Ucapku yang mengaitkan jari kelingkingku pada kelingkingnya.

“Lalu.” Ucapnya.

“Apa?” Tanyaku.

“Kenapa Shani tidak ada disini?” Tanyanya.

“Shani? Kenapa kakak bertanya padaku?” Ucapku bingung.

“Kido. Ayo nak sudah waktunya.” Ucap Ayahku sambil berbalik.

“Ahh ya.” Ucapku bergegas.

‘Pluukkk’

Sebuah gelang terjatuh yang sebelumnya mendarat di pipi kananku. Aku mengambilnya, kulihat gelangnya memiliki model yang sama dengan gelang yang aku dapatkan dari hadiah ulang tahunku waktu itu. Aku melihat sekitar, aku cari orang yang melemparkan gelang ini padaku.

‘Deg’

“Shani?” Ucapku. Kulihat Shani hanya cemberut menandakan kekesalannya padaku. Yah memang wajar jika dia bersikap seperti itu, aku sudah mengabaikannya. Bahkan ketika dia libur sekolah, selalu saja menyempatkan datang kerumahku. Tapi satu kalipun aku tidak pernah menemuinya. Jahat bukan?
 
Dia berjalan kearahku dengan tatapan yang sulit ku mengerti. Kami akhirnya saling berhadapan.

‘Plaakkk’

Tamparan keras mengarah ke pipi kiriku. Aku mengusap pipi kiriku. Yah, aku memang pantas mendapatkannya.

“Kenapa?” Tanyanya lirih.

“Kenapa menjauh dariku?” Tanyanya lagi.

“Apa karena aku selalu dekat dengan Wahyu sehingga kau berfikir untuk menjauhi kami. Begitu?” Ucapnya dengan penuh emosi.

‘Buummm’ ‘Strikeee’

“Ya. Anggap saja aku melakukannya karena alasan seperti itu.” Ucapku. Dia menutup mulutnya lalu mata yang indah itu akhirnya mengeluarkan airnya yang mengalir begitu indah.

“Brengsek Kau Kido!! Beraninya membuat Shani menangis.” Ucap Wahyu sambil mengepalkan tangannya. Dan hendak berjalan kearah kami, tapi ditahan oleh Jagger.

“Diamlah disini keparat!! Kau mengganggu suasana mereka.” Ucap Jagger.

“Bodoh!! Lepaskan aku!!” Ucapnya berontak.

“Tidak akan.!!” Ucap Jagger yang semakin keras menahan Wahyu.

“Dengar aku tau aku salah. Aku hanya, aku hanya tidak ingin mengganggu kedekatanmu dengan Wahyu. Itu saja.” Ucapku.

“Jadi kumohon padamu jangan menangis. Aku tidak tega melihatmu menangis seperti ini. Aku jadi seperti orang yang jahat karena membiarkan seorang wanita menangis karena ulahku.” Ucapku yang terus menenangkannya

Shani masih menutup mulutnya, dia bahkan tidak sedikitpun berhenti menangis. Kulirik ka Ve agar membantuku dalam situasi seperti ini. Dan kak Ve pun menghampiri Shani lalu perlahan mendekapnya.

“Maaf karena sikap bodohku itu membuatmu jadi seperti ini. Aku memang orang terbodoh didunia. Aku hanya… aku hanya sayang padamu. Aku suka padamu. Aku tidak ingin kehilanganmu. Senyumanmu adalah anugerah tersendiri buatku. Aku rela kau dekat dengan siapapun asalkan kau tetap tersenyum. Jadi ketika kau bersedih seperti ini. Aku benar-benar tidak ingin melihatnya.” Ucapku yang kemudian berbalik membelakanginya.

“Oii Brengsek!! Jangan pergi dulu sialan!!.” Ucap Wahyu yang masih ditahan Jagger.

“Diamlah dan nikmati saja suasana ini Bodoh!!” Ucap Jagger.

“Kido!! Pesawatnya akan segera lepas landas. Jika tidak bergegas maka kita harus menunggu lebih lama lagi dan Ayah tidak bisa melakukan hal itu karena ada jadwal yang harus Ayah lakukan di Jerman.” Ucap Ayahku.

“Baiklah yah, aku mengerti. Aku segera kesana.” Ucapku. Kemudian berjalan perlahan meninggalkan Shani yang masih larut dalam kesedihannya dan berusaha ditenangkan oleh Kak Ve.

“Orang.” Ucap Shani lirih. Aku berhenti berjalan.

“Shani, sudah jangan memaksakan dirimu.” Ucap kak Ve.

“Orang yang akan kutunggu hingga dewasa nanti.” Ucap Shani sambil terengap engap.

“Kido!!” Teriak Ayahku.

“Yang diceritakan oleh kakekku padamu dan Wahyu… adalah Kau.. Kido.” Ucapnya. Aku tersenyum. Tanpa berbalik aku lanjut berjalan menyusul Ayahku. Aku dan Ayah berjalan menuju pesawat yang akan aku dan Ayah naiki.

“Kau benar-benar memiliki teman yang unik.” Ucap Ayahku sambil berjalan.

“Benarkah?” Tanyaku.

“Ohh ya, siapa wanita itu? Shani?” Tanya Ayahku.

“Yah, dia Shani. Kenapa?” Tanyaku.

“Tidak apa-apa. Hanya saja kau benar-benar tepat sekali memilih pasanganmu.” Ucap Ayahku.

“Pasangan? Yang benar saja. Kita bahkan belum berpacaran sama sekali.” Ucapku.

“Tidak perlu berpacaran untuk melakukan suatu hubungan. Jika memang kau merasa cocok dengannya. Nanti akan Ayah lamarkan dia untukmu.” Ucap Ayahku.

“Jika tidak berpacaran dulu, lalu bagaimana aku tau karakternya?” Tanyaku.

“Ayolah jangan kuno. Apa sekarang kau tidak tau apa apa tentangnya?” Tanya balik ayahku.

“Sedikit.” Ucapku.

“Lihat? Kau bahkan tidak pernah berpacaran dengannya tapi kau bisa tau tentangnya meski hanya sedikit. Pacaran itu hanya modus saja. Tidak perlu melakukan suatu hubungan yang tidak jelas nantinya. Lebih baik langsung dilamar saja gimana?” Ucap Ayahku. Aku sedikit terdiam.

“So. What do you mean about her?” Tanyaku.

“She is cute, girlies, and….. she’s look like your mother.” Ucapnya.

“Did you?” Tanyaku.

“Yeah. But is a long time ago.” Ucapnya sambil tersenyum.
 
Kami duduk dikursi pesawat. Pramugari mengatakan beberapa hal mengenai standar keselamatan dan sebagainya. Dan tidak lama kemudian pesawat pun lepas landas. Banyak hal yang kupelajari dari kehidupanku, Kadang hanya melihat saja tidak lah cukup. Kau harus memahami dan mengerti situasi yang terjadi lalu ambil kesimpulan yang bisa kau dapatkan dari hal itu. Kita tidak hanya belajar bagaimana memahami perasaan kita sendiri, tapi kita juga harus bisa belajar memahami perasaan orang lain, Jika kau bisa melakukannya maka dunia yang kau impikan akan benar-benar terwujud.
‘End’

2 comments: