Thursday, December 29, 2016

Langit Biru Bagian 23


Setelah membereskan semua barang-barangku dan menurutku tidak ada yang tertinggal. Aku berpamitan pada ibu. Aku sudah memesan taksi sebelumnya dan taksinya juga sudah menunggu. Barang-barang sudah kumasukan kedalam bagasi.

“Jaga dirimu baik-baik disana.” Ucap Ibuku.

“Tentu.” Ucapku.

“Boleh ibu memelukmu?” Tanya ibuku dengan sedikit lirih.

“Kapanpun.” Ucapku lalu memeluknya dengan erat.

“Ibu akan sangat merindukanmu.” Ucapnya.

“Aku juga. Ibu jaga kesehatannya yah. Sesekali aku pasti pulang untuk menengok ibu disini.” Ucapku. Ibuku lalu melepaskan pelukannya.

“Kamu juga, makan yang teratur. Jangan makan sembarangan. Jangan bergaul dengan orang yang tidak jelas asal usulnya.” Ucap Ibuku.

“ya ya. Aku mengerti.” Ucapku. Aku melihat rumahku. Akan sangat merindukannya pasti.

“Kak Ve tidak kesini?” Tanyaku.

“Kakakmu masih didalam, tadi sudah ibu panggilkan tapi dia tetap disana.” Ucap Ibuku.

“Begitu ya.”  Ucapku.

“Dia sangat sayang sekali padamu.” Ucap Ibuku.

“Aku juga sangat menyayanginya.” Ucapku.

“Ibu akan sangat rindu saat saat kalian bertengkar.” Ucap Ibuku. Aku sedikit tertawa.

“Jadi hanya itu yang ibu rindukan dari kami?” Ucapku sambil tersenyum. Ibuku sedikit tertawa.

“Sudahlah, sana berangkat. Kasihan Ayahmu. Dia pasti sedang menunggumu.” Ucap Ibuku.

“Baiklah.  Aku berangkat.” Ucapku sambil membuka pintu belakang taksi.

Akhirnya berangkat juga. Aku membuka kaca jendela taksi itu.

“Ohh ya sampaikan pada kak Ve. Aku lebih setuju dia berhubungan dengan Raja daripada orang yang bernama Shinji itu.” Lanjutku.

“Ibu akan menyampaikannya.” Ucap Ibuku. Taksi perlahan mulai berangkat, sambil membunyikan klaksonnya dua kali.

Aku melambaikan tangan pada Ibuku. Ibuku juga melakukan hal yang sama. Sampai aku tidak melihat bayangannya lagi. Aku lalu duduk bersender dan memejamkan mataku. Dikota ini, aku mengenal seseorang yang berbeda. Seorang wanita berparas ayu dan berpenampilan menarik. Telah mencuri hati dan perasaanku. Juga seorang sahabat yang begitu keras kepala dan egois, namun dialah sahabat terbaik yang aku punya sampai saat ini.

Banyak sekali kenangan yang tersirat dikota ini. Ketika sore hari, saat hujan deras dan petir bergemuruh sangat kencang. Aku dan dia berteduh disuatu toko yang berjualan sembako. Namun saat itu tokonya sedang tutup. Dia terkena demam waktu itu. Dengan susah payah, setelah hujan reda. Aku memangkunya dan membawanya ke rumahnya.

Ibunya bilang dia sangat rapuh. Meski terkena hujan sebentar dia akan langsung terkena demam seperti itu. Kakek dan Neneknya sangat baik dan romantis. Mereka benar-benar terlihat seperti seorang pasangan remaja yang lagi kasmaran.

Setelah pulang dari Amerika untuk menengok keadaan kakakku. Hubunganku dengan Wahyu semakin memburuk. Bahkan kami tidak pernah bertegur sapa saat itu. Jika saja aku tidak menghampirinya dan meminta penjelasan mengenai sifatnya yang seperti itu. Mungkin sampai saat ini aku dan Wahyu masih seperti itu.

Wahyu benar-benar orang yang paling semangat kalau masalah wanita. Tapi saat pertama kali dia mengenal Shani. Dia menyiratkan akan bersungguh sungguh dengan keputusannya. Dia bertekad untuk tetap focus pada satu wanita dan tidak pernah berpaling lagi. Dia bilang sangat terpana dengan kecantikan dan keanggunan Shani. Meski aku juga merasakan apa yang dia rasakan waktu itu. Dan sampai saat ini dia membuktikan perkataannya.

Okta dan Jagger, aku pikir mereka berdua adalah sepasang kekasih. Namun, setelah mendengar cerita yang sebenarnya dari Jagger bahwa Okta menyukaiku, aku benar-benar tidak mempercayainya. Bahkan aku membuat Okta menangis histeris karena aku sudah mengacuhkan keberadaanya. Sungguh pengalaman yang tidak ingin aku lalui lagi.

Ohh benar juga. Bella dan Rena. Mereka adalah sejoli yang memutuskan untuk sekolah di SMA yang sama dengan aku dan Wahyu. Kemana-mana mereka selalu bersama, namun akhir-akhir ini aku jarang bertemu mereka. Mungkin karena kesibukan kami berbeda jadi kita jarang bertemu. 

Lalu ada masalah yang rumit antara Kak Ve dengan kedua teman kampusnya. Shinji dan Raja. Aku sempat berfikir kalau kejadian mereka atau masalah mereka memiliki kemiripan dengan masalah yang aku, Wahyu dan Shani alami. Namun jelas jauh berbeda. Baik Shinji maupun Raja tidak akan melakukan hal semacam ini. Ya. Pergi jauh untuk menenangkan pikiran dan perasaan mereka karena kalah dalam hal asmara.

Mereka jelas berbeda dengan kami. Tentu saja faktor usia memperngaruhi perbedaan pola pikir kami. Tapi sejujurnya, aku pergi ke Jerman bukan semata-mata karena hubungan Shani dan Wahyu. Itu karena aku mulai tertarik untuk belajar diluar negeri. Aku juga sempat berbicara panjang dengan Ayahku mengenai rencanaku ini. Dan dia mendukung penuh apapun keputusanku.

Sinka. Seseorang yang awalnya membuat aku tertarik, tapi tidak karena sifat dan sikapnya yang menjengkelkan menurutku. Andai saja dia bisa lebih lembut sedikit dan lebih feminim mungkin aku akan beralih hati padanya. Wkwkwk.

Masih ada hal yang aku belum ketahui. Kenapa Ian memanggilnya kakak? Aku pikir Ian adalah adik kandungnya Shani, kakeknya Shani menceritakan itu. Tapi aku tidak tau pasti.

“Kita sudah sampai mas.” Ucap Supir taksi itu.

“Ahh ya.” Ucapku yang bangun dari lamunanku lalu bergegas keluar mobil dan mengambil barang-barang yang ada dibagasi.

Bandara Soekarno Hatta. Aku sudah sampai disini, aku melihat jam dan baru menunjukan pukul 9 lewat 33 menit. Sial aku terlalu cepat datang kesini. Aku masuk ke bandara dan duduk diruang tunggu.

“Jadi kau memutuskan untuk pergi?” Ucap seseorang yang duduk didepanku yang menggunakan jaket bertudung. Aku mengerenyitkan dahiku. Siapa dia? Aku melihat kearah kiri dan kanan. Mungkin dia sedang berbicara dengan orang lain. Tapi aku tidak melihat siapapun disini selain kita berdua.

“Siapa…. Kau?” Tanyaku.

“Kau tidak mengenalku? Pertama kali aku bertemu denganmu menggunakan jaket ini.” Ucapnya.

“Aaahhh Shinji.” Ucapku terkejut.

“Seperti yang diharapkan.” Ucapnya lalu menengok. Ternyata memang benar dia Shinji.

“Sedang apa kau disini sendirian?” Tanyaku.

“Aku tidak sendirian. Raja bersamaku, tapi dia sedang pergi membeli beberapa minuman.” Ucapnya lalu berbalik lagi kedepan.

“Lalu? Kenapa kau ada disini? Menunggu seorang teman yang akan datang dari luar negeri?” Tanyaku.

“Tidak. Kakakmu yang menyuruhku datang kesini.” Ucapnya. Kak Ve?

“Apa? Kenapa?” Tanyaku.

“Dia hanya ingin memastikan kalau adiknya baik-baik saja dan tiba dibandara dengan selamat.” Ucapnya.

“Kenapa kau menurut sekali pada Kak Ve? Kau seorang laki-laki kan?” Ucapku.

“Apa maksudmu bocah?” Ucapnya sambil menengok kearahku dengan tatapan yang mengintimidasi seperti biasa.

“Tentu saja kau tau apa maksudku. Kak Ve seorang wanita dan Kau? Seorang Pria kan? Kenapa menurut sekali padanya?” Ucapku dengan datar. Dia lalu beranjak dari kursinya dan memegang kerahku dengan kencang.

“Brengsek.. Beraninya kau bocah sialan!!” Ucapnya dengan sangat emosi. Petugas keamanan yang melihat kami bergegas untuk memisahkan kami.

“AKU TIDAK MUNGKIN MENOLAK PERMINTAAN DARI SEORANG GADIS YANG SEDANG MENANGIS!! KAU TAU!!” Ucapnya dengan keras. Apa?

“Apa maksudmu menangis?” Tanyaku dengan penasaran. Menangis? Apa kak Ve benar-benar menangis? Tadi aku berkunjung kekamarnya dan dia terlihat baik-baik saja. Shinji melepaskan kerah bajuku.

“Ya dia menangis. Dia bahkan memohon padaku untuk melakukan ini. Dia hanya ingin memastikan adiknya datang ke bandara dengan keadaan selamat. HANYA ITU!!” Ucapnya dengan keras. Aku kembali duduk memalingkan wajahku. Kenapa dia melakukannya? Apa dia masih menganggapku sebagai seorang anak kecil yang perlu perlindungan?

Petugas keamanan yang sempat bergerak untuk memisahkan kita diam dan kembali melakukan pekerjaannya.

“BODOH!!” Ucap Shinji.

“Kakakmu sangat menyayangimu. Dia sangat peduli padamu!! Tapi kenapa kau justru meninggalkannnya sendirian?? Disaat dia benar-benar butuh sesosok laki-laki yang siap untuk melindunginya.” Ucapnya dengan lantang dan menahan tangisannya. Aku terdiam memikirkan semua yang dikatakan Shinji padaku. Namun, perkataan itu jelas tidak akan merubah keputusanku.

“Aku pergi bukan untuk selamanya.” Ucapku. Dia mengepalkan tangannya.

“Justru aku akan tenang belajar diluar negeri karena aku tau ada orang lain yang siap untuk menjaga dan melindungi kak Ve saat ini.” Ucapku. Dia menatapku.

“Bukankah sosok itu sedang tepat berada dihadapanku?” Lanjutku

“Aku percaya padamu dan Raja. Aku percaya pada kalian berdua kalau kak Ve akan baik-baik saja nantinya. Atas pertimbangan itu juga aku memutuskan untuk pergi kuliah diluar negeri.” Ucapku. Dia terdiam. Kulihat Raja baru saja datang dan dia memegang minuman yang dia beli.

“Kido. Syukurlah kau selamat.” Ucapnya.

“Kau juga melakukannya Raja?” Tanyaku.

“Demi sahabatku apapun akan aku lakukan.” Ucapnya sambil tersenyum. Shinji bergegas pergi dari sana.

“Kemana kau Shinji?” Tanya Raja dengan keras.

“Tugas kita sudah  selesai. Kita pulang.” Ucapnya yang terus berjalan tanpa berhenti.

“Baiklah. Semoga kau bisa berhasil belajar disana.” Ucap Raja.

“Ya terimakasih atas doamu.” Ucapku. Raja lalu bergegas menyusul Shinji.

No comments:

Post a Comment