Kenapa selalu ada saja godaan saat aku benar-benar ingin berjuang keras mencari ilmu diluar negeri. Waktu terus berjalan, kulihat jam menunjukan pukul 10 lebih 30 menit.
“Hei nak, sudah lama menunggu?” Tanya seseorang
yang baru saja tiba. Dia Ayahku.
“Tidak juga.” Ucapku.
“Baguslah. Pesawat kita berangkat pukul 11
lebih 4 menit. Bersiaplah, sebentar lagi kita akan berangkat.” Ucapnya.
“Tentu.” Ucapku datar. Ayahku lalu melihatku
lekat.
“Everything is fine, right?” Tanyanya.
“Yes, of course.” Ucapku.
“Great..” Ucapnya.
“Ah ya.. kita…”
“Kidoo!!” Teriak seseorang dari kejauahan. Aku
menengoknya dan ternyata itu Okta, Jagger juga bersamanya.
“Your friends?” Tanya Ayahku.
“Yes.” Ucapku.
“Kalau begitu Ayah tunggu didepan sana.” Ucap
Ayahku sambil menunjuk tempat pengecekan barang.
“Ya.” Ucapku.
“Hei.. kau benar-benar akan ke Jerman Kid?”
Tanya Jagger sambil bersalaman denganku.
“Tentu. Mengejar mimpi.” Ucapku.
“Mengagumkan. Semoga berhasil, dan jangan
pernah melupakan negara asalmu.” Ucapnya.
“Heh, itu hal yang konyol. Mana mungkin aku
melupakan negara ini.” Ucapku. Kulihat Okta hanya menunduk sambil memainkan
jari-jarinya.
“Kau tidak mau mengucapkan apapun padaku?”
Tanyaku padanya. Dia kebingungan, salah tingkah dan semacamnya.
“Ehhh, anu.. itu..” Ucapnya gugup. Jagger lalu
berbisik ditelingaku.
“Sejujurnya dia masih merasa bersalah. Dia
berfikir karena dia mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak dia katakan. Kau
jadi akan pergi ke Jerman.” Ucap Jagger.
“Dan dia beranggapan kalau aku pergi ke Jerman
hanya karena perkataannya.” Ucapku juga berbisik.
“Mungkin.” Ucap Jagger sambil mengangkat kedua
bahunya.
“Astagaa..” Ucapku sambil menutup wajahku.
“Dengar Okta.” Ucapku sambil memegang kedua
pundaknya.
“Ya?” Ucapnya. Tapi dia tidak mau menatap
wajahku. Apa wajahku seseram itu?
“Semua yang kulakukan ini. Semuanya. Aku pergi
ke Jerman bukan karena depresi atau apa.” Ucapku. Dia terlihat sedikit tenang.
“Aku hanya ingin meraih mimpiku disana. Tidak
lebih dari itu. Lagipula konyol juga kalau aku pergi jauh-jauh ke Jerman hanya
karena sesuatu hal yang membuatku tidak nyaman. Jadi, kau jangan terlalu
memikirkannya. Aku kan sudah bilang padamu waktu itu. Kau tidak perlu merasa
bersalah seperti ini. Ya?” Ucapku padanya. Dia pendengar yang baik. Aku lalu
memegang kepalanya, mengacak-acak rambutnya. Dia terlihat kesal dan akhirnya
tersenyum juga.
“Baiklah aku harus pergi.” Ucapku lalu
berjalan menuju Ayahku yang sudah menungguku.
“Kau yakin tidak akan berpamitan dengannya?”
Teriak lagi salah seorang disalah satu sudut bandara. Aku menoleh.
“Wahyu?” Ucapku.
“Tak kusangka kau memutuskan jalanmu sendiri.”
Ucapnya sambil berjalan mendekatiku.
“Ya tentu.” Ucapku.
“Cihh dia selalu saja mengganggu.” Ucap
jagger.
“Lalu? Mau pergi begitu saja?” Tanyanya.
“Apa maksudmu? Lalu aku harus apa?” Tanyaku
balik.
“Tidak. Semoga sukses. Dan jangan melupakanku.”
Ucapnya. Aku hanya tersenyum.
“Aku tidak mungkin melupakan orang langka
sepertimu.” Ucapku, Wahyu juga tersenyum.
“Hmm.. dasar.” Ucapnya. Anehnya aku juga
melihat Kak Ve dan Ibu dari kejauhan? Apa aku salah lihat.
“Akhirnya kalian datang.” Ucap Ayahku yang
sudah berada didekatku.
“Apa maksudnya? Ayah menyuruh mereka berdua
kesini?” Tanyaku.
“Tentu, Ibumu bilang kau dan kakakmu sedang
dalam kondisi yang tidak akrab. Ibumu mengkhawatirkannya dan bercerita padaku.
Maka nya Ayah menelpon Ve dan menyuruhnya dan Ibumu untuk menemuimu disini.”
Ucapnya.
“Yah. Terserah Ayah saja.” Ucapku.
“Bidadari!! Oohh!!” Ucap Wahyu dengan
antusias.
“Kau bahkan tidak berubah sedikit pun sejak
1,5 tahun yang lalu.” Ucapku.
Dengan
langkah sedikit terburu-buru Kak Ve dan Ibu berjalan mendekati kami.
“Kalian sudah mau berangkat?” Tanya Ibuku.
“Yah, hanya sebentar lagi.” Ucap Ayahku. Kak
Ve melihatku dengan tatapan yang sulit dijelaskan.
“Kalau tidak mengatakan apa-apa nantinya kau
akan menyesal Ve.” Ucap Ayahku. Kak Ve dengan cepat lalu memelukku, bahunya
bergetar hebat. Sepertinya kejadian seperti ini pernah terjadi. Hanya saja ada
pertukaran posisi disini. Aku membelai rambutnya.
“Menangislah. Kakak bilang tau semuanya
tentangku karena kita satu rumah sudah lama. Maka, kata-kata itu berlaku untuk
Kakak juga. Aku tau semua yang Kakak sukai, semuanya. Kebiasaan kakak dan juga sifat kakak.
Selama dikamar tadi Kakak berbicara padaku tapi pandangan kakak hanya mengarah ke album foto keluarga. Kakak
tau apa artinya? Aku pikir kakak akan menangis saat itu juga jika berbicara
langsung denganku sambil saling bertatapan. Tapi aku pikir itu tidak akan
terjadi, karena aku tau kau kakak yang sangat kuat. Bahkan lebih kuat dari
siapapun. Namun aku terkejut mendengar bahwa kakak menangis hanya karena aku.”
Ucapku. Kedua orang tua kami menahan sedih mereka.
“Ini hanya sebentar. Aku yakin. Waktu yang aku
habiskan di Jerman nanti pasti akan sangat cepat. Lagi pula, kakak disini
memiliki orang-orang yang sayang sama kakak. Orang-orang menganggap kakak
spesial, jadi aku yakin tidak akan ada seorang pun yang berani macam-macam sama
kakak. Karena apa? Karena aku yakin akan ada orang yang menjaga dan melindungi
kakak.” Ucapku dengan lirih. Kak Ve menangis, dia benar-benar tidak bisa
menahan kesedihannya.
Posisi
kami tidak berubah sekitar beberapa menit. Kulihat semua orang juga merasa
sedih. Apalagi Wahyu.
“Siaall!!! Kau benar benar menyebalkan Kido!!
Membuat seorang bidadari menangis adalah hal yang kejam!!” Ucapnya sambil
menangis.
“Berisik sekali kau Wahyu.” Ucap Jagger sambil
mengusap sedikit air matanya yang keluar.
“Diam kau. Ini bukan urusanmu.” Ucapnya yang
masih menangis.
Perlahan
kak Ve melepaskan pelukannya. Kulihat pipinya begitu basah karena air matanya
yang mengalir begitu deras.
“Kamu janji bakal pulang?” Ucapnya sambil
menyodorkan jari kelingkingnya.
“Janji.” Ucapku yang mengaitkan jari
kelingkingku pada kelingkingnya.
“Lalu.” Ucapnya.
“Apa?” Tanyaku.
“Kenapa Shani tidak ada disini?” Tanyanya.
“Shani? Kenapa kakak bertanya padaku?” Ucapku
bingung.
“Kido. Ayo nak sudah waktunya.” Ucap Ayahku
sambil berbalik.
“Ahh ya.” Ucapku bergegas.
‘Pluukkk’
Sebuah
gelang terjatuh yang sebelumnya mendarat di pipi kananku. Aku mengambilnya,
kulihat gelangnya memiliki model yang sama dengan gelang yang aku dapatkan dari
hadiah ulang tahunku waktu itu. Aku melihat sekitar, aku cari orang yang
melemparkan gelang ini padaku.
‘Deg’
“Shani?” Ucapku. Kulihat Shani hanya cemberut
menandakan kekesalannya padaku. Yah memang wajar jika dia bersikap seperti itu,
aku sudah mengabaikannya. Bahkan ketika dia libur sekolah, selalu saja
menyempatkan datang kerumahku. Tapi satu kalipun aku tidak pernah menemuinya.
Jahat bukan?
Dia berjalan kearahku dengan tatapan yang sulit ku mengerti. Kami akhirnya saling berhadapan.
‘Plaakkk’
Tamparan
keras mengarah ke pipi kiriku. Aku mengusap pipi kiriku. Yah, aku memang pantas
mendapatkannya.
“Kenapa?” Tanyanya lirih.
“Kenapa menjauh dariku?” Tanyanya lagi.
“Apa karena aku selalu dekat dengan Wahyu
sehingga kau berfikir untuk menjauhi kami. Begitu?” Ucapnya dengan penuh emosi.
‘Buummm’ ‘Strikeee’
“Ya. Anggap saja aku melakukannya karena
alasan seperti itu.” Ucapku. Dia menutup mulutnya lalu mata yang indah itu
akhirnya mengeluarkan airnya yang mengalir begitu indah.
“Brengsek Kau Kido!! Beraninya membuat Shani
menangis.” Ucap Wahyu sambil mengepalkan tangannya. Dan hendak berjalan kearah
kami, tapi ditahan oleh Jagger.
“Diamlah disini keparat!! Kau mengganggu
suasana mereka.” Ucap Jagger.
“Bodoh!! Lepaskan aku!!” Ucapnya berontak.
“Tidak akan.!!” Ucap Jagger yang semakin keras
menahan Wahyu.
“Dengar aku tau aku salah. Aku hanya, aku
hanya tidak ingin mengganggu kedekatanmu dengan Wahyu. Itu saja.” Ucapku.
“Jadi kumohon padamu jangan menangis. Aku
tidak tega melihatmu menangis seperti ini. Aku jadi seperti orang yang jahat
karena membiarkan seorang wanita menangis karena ulahku.” Ucapku yang terus
menenangkannya
Shani
masih menutup mulutnya, dia bahkan tidak sedikitpun berhenti menangis. Kulirik
ka Ve agar membantuku dalam situasi seperti ini. Dan kak Ve pun menghampiri
Shani lalu perlahan mendekapnya.
“Maaf karena sikap bodohku itu membuatmu jadi
seperti ini. Aku memang orang terbodoh didunia. Aku hanya… aku hanya sayang
padamu. Aku suka padamu. Aku tidak ingin kehilanganmu. Senyumanmu adalah
anugerah tersendiri buatku. Aku rela kau dekat dengan siapapun asalkan kau
tetap tersenyum. Jadi ketika kau bersedih seperti ini. Aku benar-benar tidak
ingin melihatnya.” Ucapku yang kemudian berbalik membelakanginya.
“Oii Brengsek!! Jangan pergi dulu sialan!!.”
Ucap Wahyu yang masih ditahan Jagger.
“Diamlah dan nikmati saja suasana ini Bodoh!!”
Ucap Jagger.
“Kido!! Pesawatnya akan segera lepas landas.
Jika tidak bergegas maka kita harus menunggu lebih lama lagi dan Ayah tidak
bisa melakukan hal itu karena ada jadwal yang harus Ayah lakukan di Jerman.”
Ucap Ayahku.
“Baiklah yah, aku mengerti. Aku segera
kesana.” Ucapku. Kemudian berjalan perlahan meninggalkan Shani yang masih larut
dalam kesedihannya dan berusaha ditenangkan oleh Kak Ve.
“Orang.” Ucap Shani lirih. Aku berhenti
berjalan.
“Shani, sudah jangan memaksakan dirimu.” Ucap
kak Ve.
“Orang yang akan kutunggu hingga dewasa
nanti.” Ucap Shani sambil terengap engap.
“Kido!!” Teriak Ayahku.
“Yang diceritakan oleh kakekku padamu dan
Wahyu… adalah Kau.. Kido.” Ucapnya. Aku tersenyum. Tanpa berbalik aku lanjut berjalan menyusul Ayahku. Aku dan Ayah
berjalan menuju pesawat yang akan aku dan Ayah naiki.
“Kau benar-benar memiliki teman yang unik.”
Ucap Ayahku sambil berjalan.
“Benarkah?” Tanyaku.
“Ohh ya, siapa wanita itu? Shani?” Tanya
Ayahku.
“Yah, dia Shani. Kenapa?” Tanyaku.
“Tidak apa-apa. Hanya saja kau benar-benar
tepat sekali memilih pasanganmu.” Ucap Ayahku.
“Pasangan? Yang benar saja. Kita bahkan belum
berpacaran sama sekali.” Ucapku.
“Tidak perlu berpacaran untuk melakukan suatu
hubungan. Jika memang kau merasa cocok dengannya. Nanti akan Ayah lamarkan dia
untukmu.” Ucap Ayahku.
“Jika tidak berpacaran dulu, lalu bagaimana aku tau karakternya?”
Tanyaku.
“Ayolah jangan kuno. Apa sekarang kau tidak
tau apa apa tentangnya?” Tanya balik ayahku.
“Sedikit.” Ucapku.
“Lihat? Kau bahkan tidak pernah berpacaran
dengannya tapi kau bisa tau tentangnya meski hanya sedikit. Pacaran itu hanya
modus saja. Tidak perlu melakukan suatu hubungan yang tidak jelas nantinya.
Lebih baik langsung dilamar saja gimana?” Ucap Ayahku. Aku sedikit terdiam.
“So. What do you mean about her?” Tanyaku.
“She is cute, girlies, and….. she’s look like
your mother.” Ucapnya.
“Did you?” Tanyaku.
“Yeah. But is a long time ago.” Ucapnya sambil
tersenyum.
Kami duduk dikursi pesawat. Pramugari mengatakan beberapa hal mengenai standar keselamatan dan sebagainya. Dan tidak lama kemudian pesawat pun lepas landas. Banyak hal yang kupelajari dari kehidupanku, Kadang hanya melihat saja tidak lah cukup. Kau harus memahami dan mengerti situasi yang terjadi lalu ambil kesimpulan yang bisa kau dapatkan dari hal itu. Kita tidak hanya belajar bagaimana memahami perasaan kita sendiri, tapi kita juga harus bisa belajar memahami perasaan orang lain, Jika kau bisa melakukannya maka dunia yang kau impikan akan benar-benar terwujud.
‘End’
Ending nya d tambah kata kata mam? Jadi makin keren
ReplyDeleteUwhh iya ndi. makasih jadi pembaca setia :D
ReplyDelete