Saturday, February 4, 2017

Dareka No Tame Ni Bagian 1



Hari minggu adalah hari yang sangat dirindukan oleh setiap mahasiswa di seluruh universitas di Indonesia. Hari yang tepat untuk hangout dan bersantai ria dengan teman,  sahabat dan juga keluarga. Melepas penat karena banyaknya tugas kampus yang memang menjadi makanan sehari-hari di setiap universitas.

Namun berbeda dengan seorang mahasiswa yang satu ini. Entah memang sifatnya, atau karena kebiasaannya. Bahkan dihari liburpun, dia masih terus belajar dan mengerjakan tugas yang mungkin masih lama dikumpulkannya.

Namanya Raja Darmawan. Berpostur sedang, sedikit gemuk, berkacamata. Orang-orang kampus menyebutnya dengan sebutan cyborg. Sedikit banyak alasan kenapa dia mendapat julukan seperti itu karena hidupnya tidak lebih dari sekedar membaca buku, mengerjakan tugas dan semua yang berhubungan dengan mata kuliahnya. Dan itu dilakukannya setiap hari. Dia tidak pernah melakukan hangout ataupun hal-hal lain yang menyenangkan bersama teman sebayanya.

Meski begitu dia memiliki seorang sahabat yang bisa dibilang sudah sangat dekat sejak mereka kecil. Namanya David. Orangnya berbeda sekali dengan Raja. Dia berpostur sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Raja, badan yang sedikit atletis, mempunyai pacar bernama Gracia. Rajin berolahraga terutama sepak bola dan basket. Meski dibilang Raja memiliki sifat yang menutup diri, tapi David tidak pernah berfikir untuk menjauhinya.

“Sampai kapan lo mengutak atik buku itu Raja?” Tanya David yang sedang tiduran di kamar Raja.

“Sebentar lagi.” Balas Raja sambil fokus ke buku sains yang terus dibacanya sepanjang waktu.
Suara ketukan pintu kamar yang terdengar dan perlahan pintu itu terbuka. Terlihat seseorang dibalik pintu, seorang wanita paruh baya membawa nampan yang berisi minuman dan juga cemilan. Dia adalah ibunya Raja.

“David kamu pasti lapar kan. Nih, tante bawakan kamu cemilan dan juga jus.” Ucap Wanita itu sambil menyodorkan segelas jus dan sepiring cemilan.

“Maaf merepotkan Tan, tapi terimakasih.” Ucapnya dengan sopan.

“Tidak apa-apa. Tante justru yang harusnya berterimakasih karena sudah mau nemenin Raja disini.” Ucap Wanita itu dengan senyum.

“Oh kalau itu tidak masalah Tan.” Ucap David.

“Kalau begitu Tante tinggal dulu ya. Raja, jangan lupa dimakan cemilan nya.” Ucap Ibunya Raja kemudian berjalan pergi.

David langsung melahap cemilan yang sudah disediakan, sementara Raja? Dirinya masih fokus dengan tumpukan buku yang ada dimeja belajarnya. Waktu terus berjalan, David tertidur pulas karena kekenyangan dan Raja masih dengan aktivitasnya. Terus terus dan terus sampai waktu menunjukan pukul 6 sore.

“David.” Ucap Raja yang berusaha membangunkan sahabatnya itu.

“Hmm? Lo udah selesai?” Tanya David yang masih dalam setengah sadar.

“Iya.” Ucap Raja.

“Begitu.” Ucap David sambil menguap dan meregangkan badannya.

“Mau langsung pulang?” Tanya Raja.

“Tentu.” Ucapnya.

“Lagi-lagi aku merepotkanmu. Maaf David.” Sesal Raja.

“Sudahlah, jangan dipikirkan. gue kesini itu karena memang gue mau melakukannya. Lu jangan bicara macam-macam.” Jelas David.

Setelah berpamitan pada Raja dan Ibunya, David langsung bergegas pulang karena waktu sudah sore. Dia memang sering menemani Raja mengerjakan tugas atau Cuma membaca buku dirumahnya. Baginya Raja adalah sahabat yang sangat penting dan berharga.

Raja mulai membereskan buku-buku yang sedikit berantakan dimeja belajarnya. Seorang gadis datang dengan wajah sedikit ditekuk pertanda hari buruk sedang terjadi padanya. Raja menoleh dan seperti sudah bisa menebak apa yang sudah terjadi dengan adiknya itu.

“Ada masalah lagi dengan kekasihmu?” Tanya Raja sambil membereskan buku-bukunya. Dia tidak mengatakan apa-apa, kekesalannya terlihat sekali diwajahnya.

“Kenapa tidak diputusin aja.” Saran Raja.

“Ihh apaan sih. Baru juga seminggu aku pacaran sama Dion, masa putus gitu aja.” Elak Adiknya Raja.

“Dion?” Raja menaikan satu alisnya. Sepertinya ada hal yang janggal pikir Raja.

“Bukankah nama pacarmu itu Hendrik?” Tanya Raja sambil menatapnya. Adiknya mengalihkan pandangan.

“Aku sama Hendrik udah putus seminggu yang lalu.” Ucapnya mengakui. Raja hanya menghembuskan nafas, mencopot kacamatanya lalu menyimpannya ditempat yang seharusnya.

“Seminggu yang lalu? Apa harinya sama saat kau mendapat pacar baru?” Tanya Raja penuh  selidik. Adiknya Raja terlihat gugup.

“Ya.. emm.. hanya beda beberapa jam.” Ucapnya sambil menunduk. Raja mengusap wajahnya yang ada sedikit keringat. Berjalan mendekati adiknya. Perlahan sang adik sedikit berjalan mundur. Tentunya dia sangat tau betapa menyeramkannya Raja kalau sudah marah. Dia menyesali perbuatannya yang berterus terang pada Raja kalau dia punya pacar baru lagi.

“Yuri. Kita makan.” Ucap Raja menepuk pundak dan sambil berbisik ketelinga Yuriva. Perlahan langkah kaki Raja sudah terdengar jauh.

Yuriva menghembuskan nafas lega. Detak jantungnya benar-benar cepat saat itu. Meski penampilan Raja terlihat cupu tapi kalau masalah tentang adiknya, dia akan bersikap layaknya seorang gladiator.

“Kak Raja benar-benar menakutkan. Aku harus jaga bicaraku kalau dengannya.” Oceh Yuriva.
Zahra Yuriva. Itulah nama adik dari Raja. Dia baru menginjak kelas 3 SMA. Pergaulan anak SMA zaman sekarang sangat mengkhawatirkan, itulah kenapa Raja biasanya sedikit keras terhadap adiknya. Dia tidak ingin kalau adiknya mengambil langkah yang salah soal pergaulan. Tapi kadang teman-teman Yuri tidak mengetahui watak sebenarnya Raja. Sekilas mereka melihat Raja adalah orang yang cupu, kutu buku, tidak pernah bergaul dengan siapapun. Tapi jelas mereka salah. Raja tidak secupu yang mereka kira.

*

Keesokan paginya, Raja dan David berangkat bersama ke kampus menggunakan mobil milik David. Setibanya disana, Raja melihat kertas yang berserakan di dekat tong sampah. Raja memungutnya dan menyusun kertas-kertas itu.

“Makalah?” Ucap Raja, David yang baru turun dari mobil langsung menghampiri Raja

“Kertas apa?” Tanya David.

“Sepertinya tugas makalah.” Jawab Raja.

“Heh, ya ampun. Teledor banget orangnya. Siapa namanya?” Tanya David.

“Disini tertulis, Nadhifa Salsabilla.” Ucap Raja lalu melirik ke arah David, seakan menanyakan apakah dia kenal dengan nama itu.

“Entahlah. Gue baru denger namanya.” Jawab David.

“Kau kembalikan padanya.” Ucap Raja sambil memberikan makalah itu pada David.

“Apa? Nggak!! Yang nemuinnya kan elu. Kenapa gue yang harus balikin nih makalah?” Ucap David menolak keras.

“Ayolah. Kamu pikir gadis secantik ini mau menerima pertolongan Cyborg kayak aku?” Tanya balik Raja.

“Hei. Jangan bicara sembarangan kayak gitu. Lu bukan cyborg, lu cuman.....” Ucapan David tertahan sebentar “Terlalu rajin. Paham?”

“Terserah.” Ucap Raja.

“Yaudah sini mana makalahnya.” Tawar David.

“Nih. Sastra Indonesia.” Ucap Raja.

“Astaga. Jauhnya.” Keluh David.

“Jangan lupa dibalikin.” Ucap Raja.

“Oke oke. Ehh tapi kalo orangnya cantik. Gue punya rencana buat lu.” Ucap David.

“Rencana apa?” Tanya Raja penuh selidik.

“Pokoknya ada. Denger. Sebenernya lu itu ganteng. Gue akuin itu. Cuman kacamata sama sifat lu yang terlalu baik dan terlalu rajin ngebuat orang lain berfikiran lu itu cyborg, bahkan cupu.” Ucap David.

“Udah cepetan sana sih. Keburu mereka masuk ntar” Ucap Raja memaksa David untuk segera pergi. Raja juga memirkannya. Banyak sekali mahasiswa yang berfikiran seperti apa yang diucapkan David barusan. Tapi menurut Raja. Menjalani hidup yang menurutnya sendiri benar itu sudah lebih dari cukup. Dia tidak peduli tanggapan negatif dari orang-orang disekitarnya. Kadang di kelasnya pun Raja selalu sendirian. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Bahkan berinteraksipun Raja sama sekali tidak pernah. Satu-satunya orang yang bisa diajak berinteraksi dengannya dikampus hanyalah David seorang. Meski mereka berbeda fakultas tapi David selalu bisa meluangkan waktu istirahatnya untuk menemani Raja makan dan mengobrol.

Di Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya tepatnya didepan kelas jurusan Sastra Indonesia. Terlihat 2 orang sedang resah memikirkan sesuatu.

“Lo kenapa sih? Dari tadi sibuk sendiri? Ada yang ketinggalan?” Tanya Yansen.

“Iya kayaknya, lo liat tugas makalah gue ga?” Tanya Nadhifa yang menghiraukan pertanyaan sebelumnya dari Yansen.

“Mana gue tau. Kan tadi dirumah udah dimasukin ke tas lo.” Ucap Yansen.

“Iya, gue juga mikirnya gitu. Tapi liat deh. Ga ada di tas gue.” Ucap Nadhifa sambil menyodorkan tasnya. Yansen pun juga memeriksanya. Dan ternyata memang tugas itu lenyap.

“Coba lo inget-inget lagi deh, siapa tau jatuh atau ketinggalan dimana gitu.” Usul Yansen yang juga ikut panik.

“Ga tau. Gue bener bener lupa.” Ucap Nadhifa dengan pasrah.

“Ahh elu. Terus gimana dong? Lo tau kan dosen ini ga kenal toleransi?” Ucap Yansen yang juga ikut pasrah. Mau bagaimana lagi, tugas yang seharusnya memang dikumpulkan hari ini harus lenyap tanpa bekas begitu saja. Apalagi Dosennya dikenal dengan tanpan toleransi pada mahasiswanya. Tidak peduli alasan apa yang dibuat, tetap saja dimata dosen itu dia salah.

“Ahh bete!! Gue jadi mau pulang.” Sesal Nadse

“Jangan gitu dong. Kalo lo pulang bakalan bete nih.” Pinta Yansen.
Ditengah kerisauan kedua wanita cantik itu. Sesosok pria berbadan tegap dan gagah datang menghampiri mereka. Ya, itu adalah David.

“Permisi, apa benar ini kelas sastra Indonesia?” Tanya David dengan ramah. Yansen begitu terpaku dan terpesona dengan aura dan kegagahan yang dipancarkan oleh David, sementara Nadhifa sedikit menghiraukannya. Namun ketika matanya tertuju pada kertas kertas yang dibawa David. Dia langsung dengan cepat merespon.

“Iya benar. Ada apa?” Tanya Nadhifa.

“Ahh ini. Tadi temanku menemukan makalah ini di jalan. Aku tidak tau siapa pemilik makalah ini. Mungkin kamu mengenalnya?” Jelas David dengan sopan. Dengan cepat Nadhifa mengambil makalah itu, melihat ada namanya di cover makalah, lantas dia membuka tiap lembarnya. Dan ternyata semuanya masih utuh. Perasaan yang sebelumnya begitu tidak karuan dan bete kini sudah mulai berubah dan berwarna.

“Jadi yang namanya Nadhifa itu yang mana ya? Boleh aku tau?” Tanya David sambil melihat lihat sekitar.

“Itu aku.” Ucap Nadhifa sambil mengulurkan tangannya. Mendengar itu David sedikit kaget.

“Ahh astaga jadi ternyata kamu. Maaf aku tidak tau.” Ucap David dengan sedikit menunduk lalu menjabat tangan Nadhifa.

“Tidak apa. Aku Nadhifa.” Ucap Nadhifa yang masih menggenggam erat tangan David.

“David.” Ucap David. Lalu mereka melepaskan genggaman tangan yang sempat membuat mereka saling pandang sejenak.

“Aku Yansen Indiani.” Ucap Yansen dengan begitu semangat sambil mengulurkan tangan kanannya.

“David.” Ucapnya menjabat tangan Yansen sambil tersenyum.

“Terimakasih sekali lagi karena sudah menemukan makalah ini. Kalau saja benar-benar hilang. Aku tidak tau harus bagaimana.” Ucap Nadhifa dengan tulus.

“Tidak. Jika kau memang ingin berterimakasih. Berterimakasihlah pada temanku. Karena dialah yang sudah menemukan makalahmu, bukan aku.” Ucap David terus terang.

“Begitu ya. Lalu kenapa dia tidak mengantarnya sendiri kesini?” Tanya Nadhifa. David sedikit kebingungan ditanya seperti itu. Tidak mungkin dia bilang kalau Raja tidak mau mengantarkan makalah ini karena Raja terlalu rendah diri. Selalu saja berfikir negatif terhadap orang disekitarnya. Namun faktanya sedikit banyak semua orang dikampus ini pasti akan bereaksi hal yang dipikirkan dan dikhawatirkan Raja.

“Dia bilang kelasnya sudah dimulai. Lagipula jarak dari sini ke Fakultas Teknik kan lumayan jauh juga. Jadi ya biar aku saja yang mengantarkan ini.” Ucap David sedikit berbohong.

“jadi temanmu di Fakultas Teknik?” Tanya nadhifa.

“Iya.” Ucap Raja.

“Kalo kamu sendiri di Fakultas mana?” Tanya Yansen dengan penuh antusias.

“Aku di Ilmu Komputer.” Ucap David.

“Wahh keren.” Puji Yansen.

“Terimakasih. Ehh mau tukeran kontak denganku dan temanku?” Tanya David. Yansen dan Nadhifa saling bertatapan.

“Ohh boleh?” Tanya Nadhifa.

“Tentu. Siapa tau mau ngucapin terimakasih gitu.” Ucap David sambil mengotak atik handphone nya.

“Mau banget.” Ucap Yansen dengan semangat sambil merogoh handphone di tasnya.

Setelah bertukar no hp, David pamit untuk masuk kekelasnya. Sementara Yansen begitu terpesona dengan kegagahan David. Sepertinya dia jatuh hati pada pandangan pertama pada David. Namun David sendiri tidak mempunyai perasaan spesial pada kedua gadis cantik itu. Karena dihatinya telah terpatri nama seorang Shania Gracia. Seorang gadis impian dan juga masa depannya.

No comments:

Post a Comment