Tuesday, September 13, 2016

Langit Biru Bagian 7



*Author POV

Hari dimana menjadi hari yang sangat ditunggu-tunggu oleh Shani. Akhirnya dia bisa bertemu lagi dengan Ayah dan adik tercintanya sejak 3 tahun lamanya berpisah. Namun sebaliknya, Ibunya Shani sangat membenci dan berharap hari ini tidak pernah terjadi. Tentu saja, laki-laki yang selama ini dia cintai dan dia sayangi mengkhianatinya begitu saja. Perasaan itu tentu tidak akan cepat menghilang dari dalam hatinya. Dan hari ini bahkan, Ayahnya Shani akan mengajak Shani untuk ikut tinggal bersamanya, meninggalkan ibunya dan hidup bersama sang Ayah beserta adik tercintanya. Untuk itulah kenapa ibunya Shani berencana pergi dari rumah itu malam harinya, tapi hari itu Shani sakit demam dan memaksa Ibunya Shani untuk mengurungkan niatnya. Ayahnya Shani dan Adiknya telah datang dan sedang duduk menunggu diruang tamu, menunggu Shani datang.

“Ayah.” Ucap Shani pada Ayahnya. Ayahnya menengok dan sedikit kaget.

“Shani!” Ucap Ayahnya lalu berdiri dan langsung memeluk Shani.

“Shani kangen Ayah.!!” Ucap Shani dengan penuh haru dan membalas pelukan ayahnya.

“Ayah juga nak! Ternyata kamu sudah sangat dewasa.” Ucap Ayahnya Shani yang mulai melepaskan pelukannya. Shani menyeka air matanya dengan punggung jari tangannya.

“Kak Shani!!” Ucap seorang laki-laki yang kira-kira berusia 13 tahun berlari lalu memeluk Shani.

“Ian.” Shani balas memeluk adiknya. “Kau sudah tumbuh tinggi rupanya.” Ucap Shani, ayahnya hanya tersenyum terharu melihat kedua anaknya bercengkrama seperti itu.

“Ahh duduk yah, Ian.” Ucap Shani mempersilahkan duduk pada Ayahnya dan Ian adiknya.

“Dimana ibumu?” Tanya Ayahnya Shani. Shani terlihat bingung dengan keadaan itu, dia tidak tau harus bagaimana menyikapinya.

“Ada apa mencariku?” Ucap Ibunya Shani yang datang dan sepertinya mendengar percakapan mereka.

“Ehh kau.” Ayahnya Shani berdiri dan bermaksud untuk bersalaman dengan Ibunya Shani.

“Tidak usah, duduk saja lagi.” Ucap ketus ibunya Shani. Ayah Shani lalu duduk kembali.

“Tidak usah bersikap seperti itu bisa kan? Didepan kita ada anak-anak yang masih kecil dan belum pantas untuk mendengar hal ini.” Ucap Ayah Shani dengan sedikit emosi.

“Sudahlah, tidak usah basa-basi. Sekarang jelaskan apa tujuanmu datang kemari? Kau ingin mengambil Shani kan? Jawab aku!” Ucap Ibunya Shani dengan nada sedikit emosi.

“Ian kita kekamar kakak yu. Disana ada mainan juga loh.” Ajak Shani lalu berdiri dan menggandeng erat tangan Ian dan pergi menuju kamarnya.

“Kau ini ya!” Ucap Ayah Shani dengan emosi.

“Kenapa?” Bentak Ibunya Shani

Sementara dikamarnya Shani.
“Ayah dan Ibu kenapa sih kak selalu berantem?” Tanya Ian dengan polosnya. Shani hanya memeluknya dengan erat.

“Tidak. Tidak ada apa-apa.” Ucap Shani sambil menahan air matanya yang hendak keluar.

“Kakak akan ikut bersama Ian dan Ayahkan? Ikut saja kak. Disana seru tau.” Ajak Ian. Shani hanya tersenyum.
 
Dan setelah pertengkaran yang terjadi sudah selesai, ayah dan adiknya Shani pamit pulang. Semuanya sedang berkumpul didepan rumah.

“Bagaimana Shani? Kau mau ikut dengan Ayah kan? Ibumu sudah setuju dengan hal itu. Jadi tidak perlu ada beban lagi.” Ucap Ayahnya. Shani hanya terdiam dan menunduk.

“Kakak. Ayo ikut!!” Ajak Ian. Ibunya Shani hanya berusaha menahan tangisannya. Bagaimanapun hak asuh anak sudah jatuh ketangan mantan suaminya. Jadi ayahnya Shani sangat berhak untuk mengajak Shani ikut bersamanya dan Ibunya Shani tidak punya kuasa untuk menahannya.

“Shani! Ayo nak, ikut bersama kami.” Ajak ayahnya Shani.

“Aku tetap tidak mau yah.” Ucap Shani.

“Shani.” Lirih Ibunya Shani.

“Kenapa? Hak asuh sudah aku menangkan. Kenapa kamu menolak.” Ucap Ayahnya Shani.

“Meski begitu aku juga boleh memutuskan untuk tinggal bersama siapanya kan? Aku juga punya hak yah.” Ucap Shani. “Aku tidak mau meninggalkan Ibu.” Lanjut Shani.

“Shani.” Ucap Ibunya Shani sambil berusaha menahan tangisannya dan menutup mulutnya dengan tangannya.

“Aku tetap tidak ingin meninggalkan ibu sendirian. Disamping itu. Disini, ada seseorang yang sangat aku percayai, seseorang yang merubah pandangan hidupku. Baru kali ini aku merasakannya, selama ini tidak pernah kurasakan hal yang seperti ini. Seseorang yang bahkan mungkin aku masih harus menunggunya untuk berkembang lebih dewasa lagi. Aku percaya padanya, dan aku tidak mau meninggalkannya begitu saja.” Ucap Shani. Ayahnya hanya bisa diam dan menatap Shani lalu tersenyum.

“Baiklah jika itu keputusanmu.” Ucap Ayahnya Shani. “Ian ayo kita pergi.” Lanjutnya.

“Yahhh kak Shani ga jadi ikut dong?” Ucap Ian dengan penuh kecewa.

“Maaf yah Ian.” Ucap Shani lalu tersenyum. Ian lalu berjalan menaiki mobil.

“Dan hei. Aku harap dia jauh lebih tampan dari ayahmu.” Ucap Ayahnya Shani lalu masuk kemobil dan menstarter mobilnya. Shani melambaikan tangannya, ian juga membuka kaca jendela mobilnya lalu melambaikan tangan. Klakson dibunyikan dan mobil perlahan melaju meninggalkan mereka.

“Seseorang?” Ucap Ibunya Shani bingung.

“Siapa yang kau maksud?” Tanya Neneknya Shani. Shani hanya tersenyum mengangkat kedua bahunya lalu pergi kedalam rumah.

“Ada apa dengannya? Kenapa dia jadi aneh begitu?” Ucap Ibunya Shani.

“Entahlah, mungkin dia lagi jatuh hati.” Ucap Neneknya Shani.

“Ohh iya bagaimana rencana kepindahanmu besok?” Tanya kakeknya Shani.

“Tentu saja jadi. Aku tidak mungkin membatalkan sesuatu yang sudah aku mulai.” Jawab Ibunya Shani lalu pergi kedalam rumah.

“Ya ampun, Ibu dan anak sama sama keras kepala.” Ucap Neneknya Shani yang juga berjalan kedalam rumah.

“Dasar Wanita. Mereka memang membingungkan.” Ucap kakeknya Shani.

*Kido POV

“Jadi begitu.” Ucapku dan Wahyu yang sudah mendengarkan cerita dari Kakeknya Shani.

“Lalu Kek, jika ayahnya Shani tidak membawa Shani pergi. Kenapa juga Ibunya Shani tetap melanjutkan niatnya?” Tanyaku.

“Kalau masalah itu aku tidak mengerti. Kau tau, mungkin itu masalah wanita.” Jawab kakeknya Shani. Setelah mendengarkan semua cerita kakeknya Shani pada hari pertemuan Shani dengan ayah dan adiknya. Kami lalu pamit pulang. Setelah itu diperjalanan pulang.

“Tapi Kido, aku penasaran dengan seseorang yang dimaksudkan Shani yang membuat dia bahkan menolak ajakan ayahnya sendiri.” Ucap Wahyu dengan senang.

“Hee? Apa yang ada dipikiranmu sekarang Wahyu?” Tanyaku padanya.

“Aaahh mungkin saja diam-diam dia suka padaku. Seseorang yang dia percayai. Aku benar-benar penasaran.” Ucap Wahyu.

“Atas dasar apa kau percaya kalau yang dimaksud Shani itu kamu Wahyu?” Tanyaku.

“Ehh pertama, kau ingat siapa yang pertama kali menyapanya dijalan saat pulang sekolah waktu pertama kali kita bertemu dengannya?” Tanya Wahyu.

“Kau.” Jawabku.

“Nah, itu bisa menjadi faktor penyebabnya Kido.” Ucapnya

“Benarkah?” Tanyaku. Dia mengangguk mantap.

“Lalu yang kedua, ini sudah tidak perlu dipertanyakan lagi.” Ucapnya.

 “Apa maksudmu?” Tanyaku yang mulai bingung

“Aku jelas lebih tampan darimu.” Ucapnya dengan percaya diri.

“Hee.. percaya diri sekali rupanya.” Ucapku.

“Hihihi sudahlah, yang jelas aku akan bersikap lebih dewasa lagi. Agar Shani tidak kecewa ketika bertemu denganku lagi karena sudah percaya padaku sepenuh hati.” Ucapnya. Aku hanya tersenyum mendengar semua ocehannya. Ternyata rasa sayangnya pada Shani bukanlah omong kosong belaka. Sepertinya dia benar-benar mengagumi Shani.

“Sekarang kau mau kemana?” Tanyaku.

“Tidak tau. Mungkin pulang lebih baik.” Ucapnya. Tiba-tiba handphone Wahyu berbunyi. Sepertinya ada yang menelponnya. Kami berhenti berjalan sejenak. Kulihat dia sangat senang ngobrol dengan seseorang ditelpon itu.

“Ohh gitu? Baiklah nanti aku kesana dengan Kido.” Ucapnya pada seseorang yang menelponnya. Aku hanya mengerenyitkan dahiku, siapa yang menelponnya? Kenapa membawa namaku.

“Baiklah baiklah. Jangan khawatir aku dan Kido pasti datang.” Ucapnya lagi. Sungguh percakapannya benar-benar membuatku sangat penasaran dengan siapa dia berbicara. Setelelah mengucapkan beberapa kalimat, Wahyu lalu menekan beberapa tombol di handphonenya dan menaruhnya kembali disaku celananya.

“Siapa?” Tanyaku tanpa basa-basi.

“Ohh tadi, Rena yang menelpon. Dia mengajak kita makan malam disebuah cafe.” Ucapnya.

“Rena? Maksudmu Rena yang waktu itu bertemu kita dijalan saat pulang sekolah?” Tanyaku.

“Iya. Memangnya Rena siapa yang kau maksud.” Ucapnya lalu mulai berjalan lagi.

“Kalian bertukar nomor hp?” Tanyaku. Aku berjalan disampingnya.

“Tentu.” Ucapnya tersenyum.

“Kapan? Kok aku ga tau.” Ucapku.

“Sudahlah jangan banyak Tanya. Intinya dia dan Bella mengajak kita makan malam disebuah cafĂ© jam 7 malam ini, aku akan kerumahmu jam 6. Jadi jangan sampai telat, kita akan berangkat menggunakan motorku.” Ucapnya lalu masuk kedalam rumahnya. Kita memang sudah sampai didepan rumahnya.

“Ya baiklah, aku mengerti.” Ucapku. Aku lalu pulang kerumah dan menonton tv diruang tengah. Meski sebenarnya aku tidak terlalu memperhatikannya, hanya agar tidak terlalu bosan dan sepi dirumah. Jadi aku putuskan menyalakan tv saja. Hpku berdering, sepertinya ada pesan masuk. Aku mengeceknya dan ternyata memang ada. Dari kak Ve, tumben dia mengirim pesan singkat.

“Hai, gimana kabarmu hari ini? Baik baikkan?” Tulisnya dipesan singkat itu. Menyebalkan. Kenapa tidak menelpon saja ke telepon rumah, kemarin juga begitu kan?

3 comments: