*Author
POV
Hari dimana menjadi hari yang sangat
ditunggu-tunggu oleh Shani. Akhirnya dia bisa bertemu lagi dengan Ayah dan adik
tercintanya sejak 3 tahun lamanya berpisah. Namun sebaliknya, Ibunya Shani sangat
membenci dan berharap hari ini tidak pernah terjadi. Tentu saja, laki-laki yang
selama ini dia cintai dan dia sayangi mengkhianatinya begitu saja. Perasaan itu
tentu tidak akan cepat menghilang dari dalam hatinya. Dan hari ini bahkan,
Ayahnya Shani akan mengajak Shani untuk ikut tinggal bersamanya, meninggalkan
ibunya dan hidup bersama sang Ayah beserta adik tercintanya. Untuk itulah
kenapa ibunya Shani berencana pergi dari rumah itu malam harinya, tapi hari itu
Shani sakit demam dan memaksa Ibunya Shani untuk mengurungkan niatnya. Ayahnya
Shani dan Adiknya telah datang dan sedang duduk menunggu diruang tamu, menunggu
Shani datang.
“Ayah.”
Ucap Shani pada Ayahnya. Ayahnya menengok dan sedikit kaget.
“Shani!”
Ucap Ayahnya lalu berdiri dan langsung memeluk Shani.
“Shani
kangen Ayah.!!” Ucap Shani dengan penuh haru dan membalas pelukan ayahnya.
“Ayah
juga nak! Ternyata kamu sudah sangat dewasa.” Ucap Ayahnya Shani yang mulai
melepaskan pelukannya. Shani menyeka air matanya dengan punggung jari
tangannya.
“Kak
Shani!!” Ucap seorang laki-laki yang kira-kira berusia 13 tahun berlari lalu
memeluk Shani.
“Ian.”
Shani balas memeluk adiknya. “Kau sudah tumbuh tinggi rupanya.” Ucap Shani,
ayahnya hanya tersenyum terharu melihat kedua anaknya bercengkrama seperti itu.
“Ahh
duduk yah, Ian.” Ucap Shani mempersilahkan duduk pada Ayahnya dan Ian adiknya.
“Dimana
ibumu?” Tanya Ayahnya Shani. Shani terlihat bingung dengan keadaan itu, dia
tidak tau harus bagaimana menyikapinya.
“Ada
apa mencariku?” Ucap Ibunya Shani yang datang dan sepertinya mendengar
percakapan mereka.
“Ehh
kau.” Ayahnya Shani berdiri dan bermaksud untuk bersalaman dengan Ibunya Shani.
“Tidak
usah, duduk saja lagi.” Ucap ketus ibunya Shani. Ayah Shani lalu duduk kembali.
“Tidak
usah bersikap seperti itu bisa kan? Didepan kita ada anak-anak yang masih kecil
dan belum pantas untuk mendengar hal ini.” Ucap Ayah Shani dengan sedikit emosi.
“Sudahlah,
tidak usah basa-basi. Sekarang jelaskan apa tujuanmu datang kemari? Kau ingin
mengambil Shani kan? Jawab aku!” Ucap Ibunya Shani dengan nada sedikit emosi.
“Ian
kita kekamar kakak yu. Disana ada mainan juga loh.” Ajak Shani lalu berdiri dan
menggandeng erat tangan Ian dan pergi menuju kamarnya.
“Kau
ini ya!” Ucap Ayah Shani dengan emosi.
“Kenapa?”
Bentak Ibunya Shani
Sementara
dikamarnya Shani.
“Ayah
dan Ibu kenapa sih kak selalu berantem?” Tanya Ian dengan polosnya. Shani hanya
memeluknya dengan erat.
“Tidak.
Tidak ada apa-apa.” Ucap Shani sambil menahan air matanya yang hendak keluar.
“Kakak
akan ikut bersama Ian dan Ayahkan? Ikut saja kak. Disana seru tau.” Ajak Ian.
Shani hanya tersenyum.
Dan setelah pertengkaran yang
terjadi sudah selesai, ayah dan adiknya Shani pamit pulang. Semuanya sedang
berkumpul didepan rumah.
“Bagaimana
Shani? Kau mau ikut dengan Ayah kan? Ibumu sudah setuju dengan hal itu. Jadi
tidak perlu ada beban lagi.” Ucap Ayahnya. Shani hanya terdiam dan menunduk.
“Kakak.
Ayo ikut!!” Ajak Ian. Ibunya Shani hanya berusaha menahan tangisannya.
Bagaimanapun hak asuh anak sudah jatuh ketangan mantan suaminya. Jadi ayahnya
Shani sangat berhak untuk mengajak Shani ikut bersamanya dan Ibunya Shani tidak
punya kuasa untuk menahannya.
“Shani!
Ayo nak, ikut bersama kami.” Ajak ayahnya Shani.
“Aku
tetap tidak mau yah.” Ucap Shani.
“Shani.”
Lirih Ibunya Shani.
“Kenapa?
Hak asuh sudah aku menangkan. Kenapa kamu menolak.” Ucap Ayahnya Shani.
“Meski
begitu aku juga boleh memutuskan untuk tinggal bersama siapanya kan? Aku juga
punya hak yah.” Ucap Shani. “Aku tidak mau meninggalkan Ibu.” Lanjut Shani.
“Shani.”
Ucap Ibunya Shani sambil berusaha menahan tangisannya dan menutup mulutnya
dengan tangannya.
“Aku
tetap tidak ingin meninggalkan ibu sendirian. Disamping itu. Disini, ada
seseorang yang sangat aku percayai, seseorang yang merubah pandangan hidupku.
Baru kali ini aku merasakannya, selama ini tidak pernah kurasakan hal yang
seperti ini. Seseorang yang bahkan mungkin aku masih harus menunggunya untuk
berkembang lebih dewasa lagi. Aku percaya padanya, dan aku tidak mau
meninggalkannya begitu saja.” Ucap Shani. Ayahnya hanya bisa diam dan menatap
Shani lalu tersenyum.
“Baiklah
jika itu keputusanmu.” Ucap Ayahnya Shani. “Ian ayo kita pergi.” Lanjutnya.
“Yahhh
kak Shani ga jadi ikut dong?” Ucap Ian dengan penuh kecewa.
“Maaf
yah Ian.” Ucap Shani lalu tersenyum. Ian lalu berjalan menaiki mobil.
“Dan
hei. Aku harap dia jauh lebih tampan dari ayahmu.” Ucap Ayahnya Shani lalu
masuk kemobil dan menstarter mobilnya. Shani melambaikan tangannya, ian juga
membuka kaca jendela mobilnya lalu melambaikan tangan. Klakson dibunyikan dan
mobil perlahan melaju meninggalkan mereka.
“Seseorang?”
Ucap Ibunya Shani bingung.
“Siapa
yang kau maksud?” Tanya Neneknya Shani. Shani hanya tersenyum mengangkat kedua
bahunya lalu pergi kedalam rumah.
“Ada
apa dengannya? Kenapa dia jadi aneh begitu?” Ucap Ibunya Shani.
“Entahlah,
mungkin dia lagi jatuh hati.” Ucap Neneknya Shani.
“Ohh
iya bagaimana rencana kepindahanmu besok?” Tanya kakeknya Shani.
“Tentu
saja jadi. Aku tidak mungkin membatalkan sesuatu yang sudah aku mulai.” Jawab
Ibunya Shani lalu pergi kedalam rumah.
“Ya
ampun, Ibu dan anak sama sama keras kepala.” Ucap Neneknya Shani yang juga
berjalan kedalam rumah.
“Dasar
Wanita. Mereka memang membingungkan.” Ucap kakeknya Shani.
*Kido
POV
“Jadi
begitu.” Ucapku dan Wahyu yang sudah mendengarkan cerita dari Kakeknya Shani.
“Lalu
Kek, jika ayahnya Shani tidak membawa Shani pergi. Kenapa juga Ibunya Shani
tetap melanjutkan niatnya?” Tanyaku.
“Kalau
masalah itu aku tidak mengerti. Kau tau, mungkin itu masalah wanita.” Jawab
kakeknya Shani. Setelah mendengarkan semua cerita kakeknya Shani pada hari
pertemuan Shani dengan ayah dan adiknya. Kami lalu pamit pulang. Setelah itu
diperjalanan pulang.
“Tapi
Kido, aku penasaran dengan seseorang yang dimaksudkan Shani yang membuat dia bahkan
menolak ajakan ayahnya sendiri.” Ucap Wahyu dengan senang.
“Hee?
Apa yang ada dipikiranmu sekarang Wahyu?” Tanyaku padanya.
“Aaahh
mungkin saja diam-diam dia suka padaku. Seseorang yang dia percayai. Aku
benar-benar penasaran.” Ucap Wahyu.
“Atas
dasar apa kau percaya kalau yang dimaksud Shani itu kamu Wahyu?” Tanyaku.
“Ehh
pertama, kau ingat siapa yang pertama kali menyapanya dijalan saat pulang
sekolah waktu pertama kali kita bertemu dengannya?” Tanya Wahyu.
“Kau.”
Jawabku.
“Nah,
itu bisa menjadi faktor penyebabnya Kido.” Ucapnya
“Benarkah?”
Tanyaku. Dia mengangguk mantap.
“Lalu
yang kedua, ini sudah tidak perlu dipertanyakan lagi.” Ucapnya.
“Apa
maksudmu?” Tanyaku yang mulai bingung
“Aku
jelas lebih tampan darimu.” Ucapnya dengan percaya diri.
“Hee..
percaya diri sekali rupanya.” Ucapku.
“Hihihi
sudahlah, yang jelas aku akan bersikap lebih dewasa lagi. Agar Shani tidak
kecewa ketika bertemu denganku lagi karena sudah percaya padaku sepenuh hati.”
Ucapnya. Aku hanya tersenyum mendengar semua ocehannya. Ternyata rasa sayangnya
pada Shani bukanlah omong kosong belaka. Sepertinya dia benar-benar mengagumi
Shani.
“Sekarang
kau mau kemana?” Tanyaku.
“Tidak
tau. Mungkin pulang lebih baik.” Ucapnya. Tiba-tiba handphone Wahyu berbunyi.
Sepertinya ada yang menelponnya. Kami berhenti berjalan sejenak. Kulihat dia
sangat senang ngobrol dengan seseorang ditelpon itu.
“Ohh
gitu? Baiklah nanti aku kesana dengan Kido.” Ucapnya pada seseorang yang
menelponnya. Aku hanya mengerenyitkan dahiku, siapa yang menelponnya? Kenapa
membawa namaku.
“Baiklah
baiklah. Jangan khawatir aku dan Kido pasti datang.” Ucapnya lagi. Sungguh
percakapannya benar-benar membuatku sangat penasaran dengan siapa dia
berbicara. Setelelah mengucapkan beberapa kalimat, Wahyu lalu menekan beberapa
tombol di handphonenya dan menaruhnya kembali disaku celananya.
“Siapa?”
Tanyaku tanpa basa-basi.
“Ohh
tadi, Rena yang menelpon. Dia mengajak kita makan malam disebuah cafe.”
Ucapnya.
“Rena?
Maksudmu Rena yang waktu itu bertemu kita dijalan saat pulang sekolah?”
Tanyaku.
“Iya.
Memangnya Rena siapa yang kau maksud.” Ucapnya lalu mulai berjalan lagi.
“Kalian
bertukar nomor hp?” Tanyaku. Aku berjalan disampingnya.
“Tentu.”
Ucapnya tersenyum.
“Kapan?
Kok aku ga tau.” Ucapku.
“Sudahlah
jangan banyak Tanya. Intinya dia dan Bella mengajak kita makan malam disebuah
café jam 7 malam ini, aku akan kerumahmu jam 6. Jadi jangan sampai telat, kita
akan berangkat menggunakan motorku.” Ucapnya lalu masuk kedalam rumahnya. Kita
memang sudah sampai didepan rumahnya.
“Ya
baiklah, aku mengerti.” Ucapku. Aku lalu pulang kerumah dan menonton tv diruang
tengah. Meski sebenarnya aku tidak terlalu memperhatikannya, hanya agar tidak
terlalu bosan dan sepi dirumah. Jadi aku putuskan menyalakan tv saja. Hpku berdering,
sepertinya ada pesan masuk. Aku mengeceknya dan ternyata memang ada. Dari kak
Ve, tumben dia mengirim pesan singkat.
“Hai,
gimana kabarmu hari ini? Baik baikkan?” Tulisnya dipesan singkat itu.
Menyebalkan. Kenapa tidak menelpon saja ke telepon rumah, kemarin juga begitu
kan?
ahhh senpai bagus :g
ReplyDeletehahaha lanjutkan senpai
ReplyDeleteMakasih senpai
ReplyDelete