“Aku?
Aku Sinka Juliani.” Ucap wanita itu. Sinka? Baru pertama kali aku melihatnya.
Dia cantik, manis juga imut. Apa lagi dengan cardigan berwarna merah muda dan
celana legging yang dia pakai membuat pesonanya benar-benar terpancarkan. Apa
yang kupikirkan, ngaco..
“Ohh
Sinka. Aku Kido.” Ucapku. Lalu berjalan mendekatinya. Dia menatapku dengan
penuh rasa takut, nafasnya mulai cepat. Bahunya terlihat bergetar. Ada apa
dengannya?
“Oi
kau ini kenapa? Jangan khawatir, aku tidak akan berbuat macam-macam.” Ucapku
menenangkannya, karena kalau dilihat dari ekspresinya benar-benar terlihat
sangat ketakutan. Seperti melihat seorang pembunuh bayaran yang siap
membunuhnya dengan keji.
“Ohh
iya.” Ucapnya, kulihat dia sedikit lebih tenang. Dia sudah bisa mengontrol
pernapasannya. Yang benar saja, kenapa aku harus bertemu dengan orang seperti
ini pikirku dalam hati.
“Kido!!”
Ucap seseorang yang baru saja datang. Ternyata itu kak Ve.
“Ahh
apa?” Tanyaku. Dia lalu melirik kearah wanita yang sedang bersamaku. Kak Ve
tersenyum jail, jangan bilang…
“Kak
Ve ini bukan seperti yang kak Ve lihat.” Ucapku dengan cepat, sebelum kak Ve
menyatakan pernyataan yang tidak masuk akalnya.
“Ohh,
begitu. Kau tidak pernah bilang pada kakak kalo punya kenalan wanita cantik di
Las Vegas ini.” Ucap kakakku yang mulai ngaco, baiklah akan aku layani
guyonannya.
“Baiklah,
sepertinya memang tidak ada lagi yang harus aku rahasiakan.” Ucapku, mendengar
ucapanku. Sinka dan Kak Ve terlihat benar-benar terkejut. Aku lalu merangkul
Sinka, dia sedikit berontak tapi aku tidak akan melepaskannya. Maaf, hihihi.
“Jadi,
kalian benar-benar berpacaran.” Tanya kakakku. Aku benar-benar puas melihat
ekspresi yang ditunjukan kak Ve. Seakan tidak percaya dengan apa yang aku
katakan dan lakukan didepan matanya.
“Apasih!!”
Berontak Sinka lalu menamparku.
Plakk
“Jadi
cowo brengsek banget sih, gue ga suka sama sikap lu.” Ucapnya sambil
menunjuk-nunjuk kearahku. “Denger ya, gue bukan pacarnya. Amit-amit punya pacar
kayak dia yang sok keganjenan ga jelas.” Ucapnya lagi sambil melihat kak Ve
lalu dia pergi entah kemana. Aku mengusap pipiku yang ditampar wanita itu,
sial!! Berani sekali dia melakukan itu. Kulihat kak Ve hanya berusaha menahan
tawanya. Ini memalukan.
“Hahahaha.
Kido Kido, kayaknya kamu kurang beruntung deh hari ini.” Ucap kakakku lalu
kembali tertawa. Sial, memuakkan sekali. Sinka Juliani, awas saja. Dia
mempermalukanku didepan kakakku sendiri, nanti aku balas kalau bertemu lagi.
“Yaahh
ketawa aja teruuss. Puas lihat adiknya ditampar seorang wanita?” Ucapku dengan
penuh kekesalan.
“Maaf,
hahahah… lagian, kalo emang dia bukan pacar kamu jujur aja kali, malah so2 an
merangkulnya lagi. Haahaha.” Ucapnya kemudian tertawa lagi, yaampun. Harga
diriku benar-benar turun dihadapan kakak yang menyebalkan ini. Sinka juga sama
menyebalkannya, bagaimana bisa saat pertama kali memperkenalkan dirinya sendiri
dia terlihat begitu anggun, cantik, sopan, baik. Tapi nyatanya. Apa dia punya
kepribadian ganda? Entahlah.
“Udah
ketawanya?” Tanyaku sinis. Perlahan kak Ve menghentikan tawanya yang renyah
itu.
“Maaf.
Ohh iya Ayah dan Ibu tadi menyuruhku untuk mencarimu. Kita akan pulang.” Ucap
kakakku lalu berjalan pergi.
“Oh
iya sebelum itu. Kak Ve, kau tau Shinji?” Tanyaku yang membuat langkahnya
terhenti. Dia masih diam mematung disana, entah sedang memikirkan apa aku juga
tidak tau.
“Sebelum
aku berangkat ke Amerika. Aku sempat bertemu dengannya.” Ucapku, kak Ve hanya
menunduk.
“Sebenarnya
aku sudah bertemu dengannya sekitar satu hari setelah keberangkatan kak Ve
kesini. Namun waktu itu dia tidak memperkenalkan dirinya padaku, aku juga tidak
terlalu menganggapnya.” Ucapku. Aku berjalan mendekati kak Ve.
“Namun,
sebelum aku dan ibu berangkat kesini. Malam harinya dia mengajak bertemu
denganku. Awalnya aku tidak tau Shinji itu siapa, dan karena rasa penasaran
itulah makanya aku menyetujui dan menemuinya malam itu.” Ucapku. Kak Ve masih
diam mematung, entah dia mendengarkan ceritaku atau mengabaikannya aku tidak
tau.
“Bersambung.”
Ucapku pergi. Kak Ve lalu memegang tanganku saat aku berjalan melewatinya.
“Lanjutkan
Kido!!” Ucapnya dengan wajah yang kulihat sedikit berkaca-kaca. Sepertinya
memang benar kalau orang yang bernama Shinji itu memiliki hubungan dengan kak
Ve.
“Aku
kira kau tidak tertarik.” Ucapku sedikit cuek. Dia melepaskan pegangannya lalu
melihatku.
“Apa
saja yang sudah dia katakan padamu?” Tanyanya. Aku berbalik kearahnya. Sekarang
posisi kami sejajar dan sangat dekat.
“Tidak
banyak.” Ucapku. Kak Ve mengerenyitkan dahinya.
“Apa
maksudmu?” Tanyanya lagi.
“Yang
kutahu hanyalah dia sangat suka padamu. Dia sudah beberapa kali menyatakan
perasaannya padamu dan memintamu agar menjadi pacarnya, tapi selama beberapa
kali itu juga kau terus menolaknya. Dengan alasan yang sedikit tidak
kumengerti.” Jelasku.
“Alasan?”
Ucapnya terlihat bingung.
“Dia
bilang alasan kau tidak menerimanya karena aku dan ibu. Memang sebelumnya kau
pernah bilang tidak akan pacaran dulu karena takutnya itu akan membagi
perhatianmu, dan akan menyita waktu berhargamu dengan kami.” Ucapku.
“Yahh
memang itulah yang aku khawatirkan. Jika aku sudah mulai berpacaran dengan
seseorang maka perhatianku pada mu dan ibu pasti akan terbagi. Aku tidak mau
melakukannya, bagaimanapun Ayah, Ibu dan Kamu adalah salah satu harta yang
paling berharga yang aku punya. Melebihi apapun itu.” Ucapnya sambil tersedu
sedu.
“Tapi
kau tidak bisa membohongi perasaanmu sendiri kan? Aku tau kau juga menyukainya.
Terlihat ketika pertama aku menyebutkan namanya, dan juga respon yang kau
tunjukan padaku. Kurasa itu cukup membuktikan kalau kau juga memiliki perasaan
yang sama dengannya, tapi sayang kau tidak mau mengakuinya.” Ucapku. Kak Ve
hanya menunduk. Suasana menjadi agak hening. Lalu aku merasakan ada getaran
gelombang kenyerian pada pipiku.
“Kamu
itu ya.!!” Ucapnya lalu mencubit pipiku.
“Sakit!!”
Erangku.
“Tau
apa kamu soal perasaan? Umurmu itu dibawahku, jangan so2 an menceramahi kakakmu
sendiri. Dasar!!” Ucapnya lalu melepaskan cubitan supernya itu padaku.
“Sakit.”
Erangku lalu mengusap pipi bekas cubitan supernya itu.
”Sudahlah,
jangan bahas soal itu lagi. Ibu dan Ayah pasti khawatir, ayo kita segera
menemui mereka.” Ucapnya lalu berjalan pergi. Aku hanya mengikutinya dari
belakang sambil mengusap-usap pipiku.
“Darimana
saja kalian? Ayah sangat khawatir. Ayah kira terjadi apa-apa sama kalian.” Ucap
Ayahku yang langsung bertanya pada kami yang baru tiba disana.
“Tidak.
Kami hanya baru dari atas.” Ucapku.
“Pipimu
merah, kenapa?” Tanya Ibu khawatir.
“Tidak
tidak, hanya habis dicubit nenek lampir. Tapi semuanya terkendali kok, percaya
padaku.” Ucapku. Yang sepertinya membuat perasaan ibu dan ayah sedikit lega.
“Ayo
kita pulang.” Ajak ayahku.
“Haaa?
Pulang? Maksudnya ke Indonesia?” Tanyaku.
“Bukan
itu, maksudnya pulang ke apartemen ku dasar!!” Ucap kakakku, sepertinya dia
kesal.
Sebelum memasuki mobil, handphone
ayahku berdering. Dia lalu mengangkat handphone nya dan mulai berbicara. Namun
sepertinya, sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Itu karena dilihat dari
ekspresi ayahku yang kelihatan terkejut sekali.
“Baiklah.
Sekarang berikan posisimu…” Ucap ayahku. Apa sebenarnya yang terjadi? Ibu dan
kak Ve juga ikut bingung dengan situasinya.
“Baiklah
aku kesana sekarang.” Lanjut ayahku yang kemudian mematikan hpnya lalu
memasukannya kedalam saku. Dia melihat kearah kami dengan ekspresi yang sedikit
sedih.
“Maaf
sebelumnya Ve, Kido dan kau sayang. Ini benar-benar mendadak sekali. Dan Ayah
harus segera pergi kembali ke Jerman. Ayah tau mungkin ini sedikit
mengecewakan. Acara yang seharusnya menjadi acara keluarga yang indah, namun
nyatanya harus berakhir seperti ini. Ayah harus pergi meninggalkan kalian
karena situasinya benar-benar tidak bisa ditinggalkan.” Ucap Ayahku dengan
jelas menjelaskan. Aku mengerenyitkan dahiku. Terlihat juga wajah kecewa yang
ditujukan kak Ve.
“Ada
apa sebenarnya sayang?” Tanya ibukku yang ikut panik.
“Teman
kantorku. Dia ditemukan tewas diruang kerjanya. Dan bukan hanya itu, menurut
informasi 2 partner bisnis kami juga tewas secara misterius. Aku tidak tau apa
yang terjadi. Makanya aku harus segera kesana dan memastikan apa yang sedang
terjadi dan aku harus ikut membantu menyelesaikan masalahnya.” Ucap Ayahku.
“Tapi
bukannya itu juga akan berbahaya untuk Ayah sendiri? Jika sekarang Ayah pergi
ke Jerman, dan ternyata pelaku pembunuhan itu belum tertangkap. Lalu sesuatu
yang buruk terjadi pada Ayah bagaimana?” Tanya kak Ve yang memegang tangan Ayah
dengan erat. Memang benar, kemungkinan terburuknya juga pasti akan terjadi.
“Jangan
khawatir. Justru kalau Ayah tidak pergi, nanti teman-teman yang lainnya akan
kecewa. Paling tidak, Ayah mau mengungkap siapa dalang dari semua kejadian ini.
Biarkan Ayah pergi. Ayah janji nanti kita akan membuat jadwal khusus untuk
acara keluarga kita. Yang terindah, dan tidak ada lagi yang mengganggu. Ayah
janji.” Ucap Ayahku sambil mengusap pipi kak Ve yang sedang berusaha menahan
air matanya keluar.
“Janji?”
Tanya kak Ve sambil mengacungkan jari kelingkingnya.
“Janji.”
Ucap Ayahku sambil melakukan janji jari kelingking. Aku hanya tersenyum,
bagaimanapun juga. Tidak ada seorang lelaki yang menyayangi kak Ve melebihi
Ayah. Tidak sampai saat ini. Begitu juga sebaliknya, hanya Ayah lelaki
satu-satunya yang sangat dikagumi kak Ve. Mereka benar-benar sangat dekat
sebagai seorang Ayah dan Anak.
“Jaga
diri kalian baik-baik yah.” Ucap Ayahku pada Ibu.
“Kau
juga.” Kata ibuku yang lalu memeluk Ayah. Kulihat air mata kak Ve juga sudah
tidak bisa dibendung lagi. Yah bagaimanapun momen seperti ini jarang sekali
terjadi, jadi kupikir wajar jika kak Ve sangat bersedih dengan sudahnya momen
bersama Ayah.
“Lalu.”
Ucap Ayahku lalu melirikku. “Jaga mereka untukku yah Kido.” Lanjut ayahku
sambil mengacak-acak rambutku. Sejujurnya aku tidak suka perlakuan seperti ini.
“Tentu.”
Ucapku sambil tersenyum. “Ayah juga, jaga diri baik-baik disana.” Lanjutku.
Ayah hanya tersenyum lalu mendekati mobil hitam yang tidak lama baru saja
datang. Ayah memasuki mobil itu, membuka jendela kacanya lalu melambaikan
tangannya. Mobil itu kemudian pergi. Perlahan meninggalkan kami yang masih diam
ditempat tadi. Hari yang menyenangkan, tapi juga menyedihkan karena hanya satu
malam saja aku bertemu dengan Ayahku.
Sugoiii mam 😉
ReplyDelete