Dia masih berada ditempatnya, hanya melihatku
dengan tatapan yang khasnya itu. Terlalu sulit untuk membaca apa yang sedang
dia pikirkan saat ini. Tapi, meski aku sudah dipukuli olehnya. Aku telah
mendapatkan beberapa informasi yang benar-benar aku butuhkan. Yahh, dia
memukuliku sambil menceritakan semuanya. Semuanya, yang memang harus aku tahu
sebagai adiknya Jessica Veranda.
“Dengar.
Aku sudah tidak tau lagi apa yang harus aku lakukan padanya. Aku hanya bisa
berdoa agar dia baik-baik saja dan selalu bahagia.” Ucapnya lalu pergi
meninggalkanku. Aku berdiri dengan tegap lalu tersenyum.
*
“Kido!!
Bangun Kido!!” Aku mendengar suara seseorang yang memanggil namaku berulang
kali dan aku juga merasakan beberapa sentuhan dipipiku. Sambil berusaha membuka
mata, aku berusaha untuk bangun dari tidurku.
“Ehh
Ibu. Selamat pagi.” Ucapku pada Ibuku yang ternyata sudah ada didekatku.
“Kau
kenapa? Bangun tidur kok mukamu seperti habis di pukuli.” Ucap Ibuku khawatir.
Benar juga kemarin malam aku mengalami insiden kecil dengan laki-laki berjaket
itu, dan tentunya aku belum bilang pada ibu. Niatnya sih aku tidak akan bilang
yang sebenarnya pada Ibu, biarlah aku harap ibu mau percaya dengan segudang
alasan yang aku buat nanti.
“Aghh
ini ya, anuu.. itu bu, kemarin kan habis makan malam sama teman, pulangnya kita
jatuh dari motor. Nah kebetulan sikutnya Wahyu berkali-kali mengenai wajahku.
Jadi, beginilah hasilnya. Hehehe.” Ucapku dengan tersenyum agar ibuku tidak
terlalu khawatir.
“Ohh
begitu, lain kali hati-hati kalo bawa motor.” Ucapnya lagi.
“Iya
bu.” Ucapku. Maaf karena sudah berani berbohong pada Ibu.
“Yasudah,
sekarang kamu mandi terus sarapan terus siap-siap.” Ucapnya.
“Siap-siap?”
Ucapku yang sedikit bingung.
“Kita
kan akan pergi ke Amerika untuk menengok kakakmu sekalian liburan juga.” Ucap
Ibuku. Kalau aku lihat sepertinya Ibuku sangat senang, dan itu membuat aku juga
merasa senang.
“Baiklah,
aku akan siap-siap.” Ucapku lalu beranjak dari tempat tidur lalu segera pergi
kekamar mandi.
Semua perlengkapan sudah selesai
dimasukkan kedalam koper, kali ini aku memakai jaket. Sesuatu yang dulu aku
sesali karena tidak membawanya ketika pergi berdua dengan Shani. Ibuku juga
sudah siap semuanya. Kami membawa dua koper, yang satu untuk perlengkapan
ibuku, dan satunya untukku tentunya. Kami lalu berangkat menuju bandara ibu
kota. Singkatnya kami akhirnya berangkat menuju Amerika. Sesuatu yang baru
tentunya untukku.
Kami tiba di Amerika, rencananya
kami akan pergi ke Nevada, salah satu negara bagian Amerika Serikat. Kita akan
ke Las Vegas, ya. Kakakku melakukan tugas perkuliahannya dikota itu. Aku juga
tidak tau kenapa harus disana. Kudengar juga bahwa kota itu merupakan kota
terbesar dalam hal perjudian, perbelanjaan, restorannya. Yaa seperti ibukota
kita. Namun tidak terlalu untuk perjudiannya. Kita tiba di bandara San
Francisco, karena memang tidak ada penerbangan langsung ke Las Vegas, dari San
Francisco kami lalu menuju Las Vegas.
Badanku terasa pegal-pegal, setelah
lebih dari sepuluh jam didalam pesawat. Dan perjalanan masih harus dilanjut ke
tempat tujuan, dan kulihat langit ternyata sudah gelap. Itu artinya disini
sudah malam hari. Tidak banyak yang aku lakukan didalam taksi, hanya tidur dan
sekali-kali melihat handphone lalu tidur lagi.
Mobil yang kami naikki akhirnya
berhenti didepan sebuah bangunan yang menjulang tinggi, kupikir mungkin ini
penginapan kakakku. Dan kulihat cuaca pagi ini sangat cerah. Aku dan ibuku
segera keluar dari mobil, dan ternyata kak Ve sudah menunggu kami. Dia sedang
berdiri tepat didekat pintu masuk ke penginapan tersebut.
“Selamat
datang.” Ucapnya lalu setengah berlari menuju ibuku dan langsung memeluknya.
Aku hanya tersenyum melihat dua bidadari ini melepas rasa rindu mereka.
“Kau
sehat-sehat saja disini kan?” Tanya ibuku yang masih memeluk kakakku. Kulihat
semua orang disana memperhatikan kami, aku malu. Tapi untuk kesenangan ibuku,
aku tidak menghiraukan mereka.
“Tentu,
aku sampai tidak bisa tidur. Ingin segera rasanya hari ini terjadi.” Ucap
kakakku yang kemudian melepaskan pelukannya. Ibuku terlihat sedikit meneteskan
air matanya. Kakakku lalu melirik ke arahku.
“Ada
apa?” Tanyaku sedikit ketus. Yang benar saja, aku benar-benar malu kalo ditatap
seperti itu oleh kakakku sendiri.
“Sini
peluk kakak.” Ucapnya sambil merentangkan tangannya. Aku hanya diam mematung,
aku malu mengakui kalau aku itu benar-benar merindukannya. Bagaimanapun juga
dia tidak boleh tau titik lemahku.
“Yaampun
masih malu-malu seperti biasanya kamu ini.” Ucap kakakku lalu mendekatiku dan
memelukku dengan erat. Aku hanya tersenyum lalu membalas pelukannya. Suasana
haru disanapun segera selesai, kami memasuki penginapan kakakku. Dia bilang
kamarnya berada dikamar nomor 286 dilantai 10 gedung ini.
Setibanya disana aku membereskan beberapa barang yang aku bawa, lalu merebahkan tubuhku dikasur empuk nan nyaman dipenginapan kakakku. Meski serasa aku dan Ibu sudah berangkat sangat lama, tapi ketika kita sampai dinegara ini waktu menunjukan hari yang sama saat keberangkatan kita kesini. Hanya kita berangkat pada pukul tujuh pagi, sekarang disini pukul sepuluh pagi waktu setempat.
Setibanya disana aku membereskan beberapa barang yang aku bawa, lalu merebahkan tubuhku dikasur empuk nan nyaman dipenginapan kakakku. Meski serasa aku dan Ibu sudah berangkat sangat lama, tapi ketika kita sampai dinegara ini waktu menunjukan hari yang sama saat keberangkatan kita kesini. Hanya kita berangkat pada pukul tujuh pagi, sekarang disini pukul sepuluh pagi waktu setempat.
“Gimana
perjalanannya? Pasti membosankan.” Tanya kakakku.
“Yahh,
selama lebih dari sepuluh jam didalam pesawat membuat badanku terasa kaku
semua.” Ucapku lalu merenggangkan otot-ototku. Kak Ve hanya tersenyum.
“Ayah
juga sudah tiba disini beberapa jam yang lalu.” Ucap kakakku yang tentu saja
membuatku kaget. Aku langsung mengambil posisi duduk ditempat tidur itu. Apa
benar Ayah juga disini? Setauku Ayah sangat sibuk dengan pekerjaannya di
Jerman, tumben ternyata dia ada waktu luang, pikirku heran.
“Ayah?
Kau tidak mengatakan padaku kalau Ayah juga akan kesini.” Ucapku kesal, aku
lalu melihat ibuku. Dia hanya tersenyum, seperti dugaanku. Aku seoranglah yang
tidak tau kalau Ayah juga akan pergi ke Amerika untuk berlibur bersama kami.
“Tuh
kan.. kalian curang tidak memberitahuku hal yang sangat penting ini.” Ucapku.
Yang benar saja, aku pikir yang akan berlibur hanya kita bertiga. Tapi nyatanya
Ayah juga akan ikut. Sungguh sesuatu yang langka sekali. Kita sekeluarga pergi
berlibur bersama, sesuatu hal yang sangat jarang kita lakukan dari dulu. Dan
itu ukup membuatku sangat senang.
“Maaf
ya, adikku yang suka marah. Anggap saja ini kejutan untukmu.” Ucap kakakku
sambil mengacak rambutku.
“Apaan
sih.” Ucapku lalu segera menyingkirkan tangan kakakku dari kepalaku.
“Dihh
ternyata ngambek beneran.” Ucapnya. Dia itu.. benar benar..
“Bodo!”
Ucapku lalu kembali merebahkan badanku dikasur. Dasar!! Mereka semua selalu
saja membuatku merasa sangat kesal.
Malam hari di kota Las Vegas
ternyata cukup indah juga. Aku bisa melihat kilauan cahaya yang berasal dari
gedung atau bangunan-bangunan yang berada disana lewat kaca jendela apartemen
kakakku. Sungguh pemandangan yang jarang sekali aku lihat di tanah air
tercinta. Emang sih di ibukota pemandangan seperti ini adalah hal yang sering
terjadi. Tapi serasa berbeda.
“Hei
sedang apa kau. Ayo kita segera pergi, kita akan makan malam disuatu restoran
terbaik di Las Vegas. Kau pasti akan menyukainya.” Ucap kakakku yang berada
dibalik pintu apartemennya.
“Benarkah.
Baiklah.” Ucapku, lalu pergi setelah berganti pakaian. Ibuku sudah menunggu
kami dibawah bersama dengan mobil jemputan yang sudah dipesan oleh Ayahku. Kak
ve terlihat sangat cantik, dia mengenakan dress yang didominasi oleh warna
putih. Terlihat sangat cocok dan pas sekali menempel pada tubuhnya. Sementara
aku hanya mengenakan kemeja putih plus jas juga.
Sesampainya disana kami disambut
oleh pelayan yang bekerja disitu yang kemudian menunjukan tempat duduk kami, gedung
pencakar langit ini juga merupakan salah satu restoran terkenal di Vegas.
Setelah masuk disana juga aku sudah bisa melihat Ayah yang sepertinya sedang
menunggu kedatangan kami. Kami lalu menghampirinya.
“Ayaahhh..”
Ucap kak Ve yang sepertinya membuat ayah sedikit kaget dibuatnya.
“Halo
cantik. Kamu terlihat sangat cantik sekali mengenakan ini, benar-benar anak
Ayah.” Ucap Ayahku kemudian berdiri lalu memeluknya dengan erat. Aku hanya
tersenyum, benar juga. Suasana seperti ini sangat sulit kudapatkan. Begitu juga
kak Ve, dan melepas rasa rindunya yang sangat menggeledak itu adalah sesuatu
yang memang harus dilakukan. Ayah lalu melepaskan pelukannya dan melihat ke arah
Ibuku, kak Ve langsung duduk ditempat yang sudah dipesan itu.
“Apa
kabarmu?” Tanya Ibuku. Ayah lalu memeluk ibuku yang berusaha menahan tangisnya
karena saking kangennya dia sama Ayahku.
“Aku
selalu baik. Kau juga sepertinya sehat-sehat saja. Syukurlah.” Ucap ayahku.
Mereka kemudian selesai berpelukan. Ayah lalu melirik kearahku.
“Anak
siapa ini?” Ucap Ayahku sinis. Aku terdiam sejenak, lalu mengerenyitkan dahiku.
“Bercanda.
Tentunya ini jagoan Ayah.” Ucapnya lagi lalu memelukku juga. Yang benar saja,
masih sempat-sempatnya berbicara seperti itu saat suasana seperti ini. Dasar!!
Dia memang Ayahku. Aku hanya tersenyum dan membalas dengan erat pelukannya.
Aku melewati malam di kota Las Vegas
itu dengan rasa gembira teramat sangat, bagaimana tidak? Sesuatu yang jarang
sekali di keluarga kami akhirnya terjadi juga. Ya, semuanya berkumpul menikmati
indahnya malam. Kehangatan seperti inilah yang aku rindukan.
“Ngomong-ngomong
ada berapa lantai digedung ini?” Tanyaku pada kak Ve yang telah selesai
menyantap makanannya.
“Entahlah,
aku baru kesini. Mungkin sekitar 14.” Jawabnya ngasal tapi sepertinya benar.
“Begitu.”
Ucapku.
Setelah selesai makan malam, aku
pergi kelantai atas. Untuk menikmati indahnya malam dikota besar ini. Namun,
aku tidak diizinkan keatap. Dan akhirnya aku pergi kedekat jendela dilantai 14.
Aku hanya memperhatikan kilauan kilauan cahaya lampu disetiap gedung, meski
suasananya hampir sama dengan tempat penginapan kakakku, tapi aku tetap suka
melakukan hal ini.
Disamping itu, aku jadi teringat
Shani, kemarin mungkin saat-saat terakhir aku bertemu dengannya. Dan sekarang
aku mulai merasa rindu padanya. Dan mungkin Wahyu juga merasakan rasa rindu
ini. Apalagi dia yang paling antusias kalau tentang Shani. Memikirkannya saja
aku sudah bahagia. Aku harap dia tidak akan melupakanku dan Wahyu.
“Sedang
apa kau disini?” Ucap seseorang dibelakangku. Aku membalikkan badanku agar
menghadap kepadanya.
“He?
Siapa kau? Bisa bahasa Indonesia juga?” Tanyaku pada seseorang itu.
No comments:
Post a Comment