Dengan bantuan dari Gracia, kini Yuriva akhirnya mau
keluar kamar. Perasaan lega jelas terpancar dari ibunya yang belakangan juga
merasa terpukul dengan keadaan putri bungsunya. Rencananya, mereka berempat
akan jalan jalan ke suatu pusat perbelanjaan dan juga taman hiburan untuk
menghilangkan penat yang melanda Yuriva.
Jam lima tepat mereka akhirnya pergi menggunakan mobil
David, selang sekitar satu jam lebih akhirnya mereka sudah sampai ditempat
tujuan pertama, yaitu taman hiburan. Bahkan melihatnya sudah membuat wajah
Yuriva begitu bahagia. Raja juga ikut senang.
“Baiklah, Yuriva. Kita akan main sepuasnya disini.” Ucap
David.
“Jangan perlakukan aku seperti anak kecil dong. Aku kan
udah kelas 3 SMA.” Ucap Yuriva malu-malu.
“Kelas 3 SMA mana ada yang cengeng.” Ejek Raja.
“Ihh sebel.” Ucap Yuriva sambil mengembungkan pipinya.
“Udah ah, kalian ini. Yuri kita kesana yuk sepertinya
seru.” Ajak Gracia.
“Ayok kak.” Ucap Yuriva bersemangat sambil menggandeng
tangan Gracia. Mereka berdua pun berjalan ke arah wahana permainan komedi
putar.
“Ada apa? Lo senyum sendiri gitu?” Ledek David.
“Apaan sih. Nggak.” Elak Raja.
“Gimana rasanya punya adik yang mulai beranjak dewasa
kayak Yuri? Merepotkan atau menyenangkan?” Tanya David.
“Kenapa bertanya seperti itu?” Tanya balik Raja.
“Ya, gue kan Cuma mau tau aja gimana rasanya. Soalnya kan
gue ga punya saudara.” Ucap David.
“Kalau itu mungkin merepotkan sekaligus menyenangkan.”
Ucap Raja.
“He? Gue pikir ga ada hal yang menyenangkannya punya adik
disaat masa peralihan. Terutama seorang cewe.” Ucap David.
“Tentu saja ada. Asal kau tau, kadang dia bisa berubah
menjadi adik yang menyebalkan, dan kadang juga dia bisa berubah menjadi seperti
keibuan, penyayang dan sebagainya.” Ucap Raja.
“Benarkah?” Tanya David.
“Ya. Waktu aku sakit, aku seperti memiliki dua orang ibu
yang merawatku disana. Benar-benar membuatku jadi merasa nyaman dan sehat
kembali.” Ucap Raja.
“Sepertinya menyenangkan. Andai gue punya adik atau kakak
perempuan.” Ucap David sambil menunduk.
“Ohh ayolah, bukankah Yuri juga sudah menganggapmu
sebagai seorang kakak? Keluargamu dan kami sangat dekat, jangan
mempermasalahkan hal yang sudah ada didepanmu.” Ucap Raja.
“Tetap saja. Rasanya beda kalau punya adik sendiri yang
memiliki darah yang sama.” Ucap David. Raja hanya tersenyum.
“Kenapa lo senyum gitu? Ada yang lucu?” Tanya David.
“Tentu saja.” Ucap Raja.
“Apanya?” Tanya David kesal.
“Hidup memang aneh ya.” Ucap Raja.
“Apa maksudnya?” Tanya David.
“Yah, kau menginginkan sesuatu yang aku punya. Bahkan aku
tidak menganggap hal itu terlalu penting. Dan sebaliknya, aku juga menginginkan
sesuatu yang kau punya. Dan mungkin kau juga menganggap hal itu tidak terlalu
penting.” Ucap Raja.
“Benar juga. Memang sekilas, gue berharap ingin memiliki
kehidupan sendiri. Seperti yang lo lakuin selama ini.” Ucap David.
“Dan aku berharap juga memiliki kehidupan sepertimu. Bersosialisasi
dengan banyak orang, dikagumi oleh banyak wanita, pandai bermain sepakbola,
badan atletis dan tidak memakai kacamata tentunya.” Ucap Raja.
“Manusia memang se egois itu ya?” Tanya David.
“Mungkin. Kalau tidak egois, bukan manusia namanya ya
kan?” Ucap Raja kemudian tertawa.
“Dasar!” Ucap David sambil meninju pelan lengan Raja
kemudian ikut tertawa.
Ditengah perbincangan seru mereka, terlihat Nadihfa dan
Yansen juga sedang menikmati hiburan disini. Secara tidak sengaja Yansen
melihat David dan Raja sedang tertawa bersama.
“Ehh bukannya itu David ya?” Tanya Yansen sambil menarik
lengan Nadhifa.
“Mana?” Tanya Nadhifa sambil melihat kearah yang
ditunjukan Yansen.
“Itu.” Tunjuk Yansen dengan jelas.
“Ehh iya.” Ucap Nadhifa yang juga melihat Raja bersama
David.
“Tapi siapa yang disebelahnya itu? Lo kenal?” Tanya
Yansen.
“Dia orang yang nemuin makalah gue itu.” Ucap Nadhifa.
“Yang bener?” Tanya Yansen.
“Iyalah, masa gue bohong.” Ucap Nadhifa.
“Emang sih keliatannya cupu banget gitu.” Ucap Yansen.
“Ya gitu deh.” Ucap Nadhifa tidak peduli kemudian
berjalan pergi.
“Ehh lo mau kemana?” Tanya Yansen sambil memegang tangan
Nadhifa.
“Pulang.” Ucap Nadhifa.
“Ngapain pulang? Kita kan belum lama disini. Main main
aja dulu yuk. Atau kita samperin mereka aja.” Ajak Yansen.
“Ngga ah. Lo aja sendiri sana.” Ucap Nadhifa.
“Masa gue sendirian. Kan ga asyik.” Ucap Yansen.
“Bodo.” Ketus Nadhifa.
“Lu emang ga suka sama orang yang namanya Raja itu? Dia
kan udah nemuin makalah lo.” Ucap Yansen.
“Ya ngga gitu juga. Masih dibahas aja masalah itu, kan
kemarin gue ngucapin makasih sama dia dan udah traktir dia makan juga.” Ucap
Nadhifa.
“Cuman gitu doang?” Tanya Yansen.
“Ya terus gue harus gimana? Ngemis jadi pacarnya gitu?
Kan ga mungkin.” Ucap Nadhifa.
“Ya tapi...” Elak Yansen.
“Gue tau sebenernya lo niatan kesana Cuma pengen ketemu
David kan? Yaudah lo kesana aja sendirian, gue mau pulang.” Ucap Nadhifa kesal.
“Ahh elah, jangan ngambek gitu dong. Iya iya gue ngaku,
gue Cuma mau ketemu sama David aja kesana.” Ucap Yansen sambil menunduk.
“Udahlah, dikampus juga kan bisa.” Ucap Nadhifa.
“Ya sih, tapi jarang jarang kan ketemu dia di luar kampus
kayak gini.” Ucap Yansen.
“Yaudah lo samperin aja sih.” Ucap Nadhifa.
“Ngga ah gue ikut lo aja.” Ucap Yansen.
“Kenapa? Takut gabisa pulang?” Ejek Nadhifa sambil
berjalan pergi yang diikuti Yansen.
“Iyalah, gila kali lo. Gue pulang sama siapa kalo lo pulang.” Ucap Yansen.
“Taksi banyak tuh.” Ucap Nadhifa.
“Ya kali bayarnya mahal.” Ucap Yansen. Nadhifa hanya
tertawa mendengar keluhan sahabatnya itu.
Sudah 1 jam Raja dan David menunggu Zahra dan Gracia
bermain bersama. Raja mulai gelisah karena sudah lumayan lama adiknya belum
kembali juga.
“Kita cari mereka yu.” Ajak Raja.
“Yaudah yu.” Ucap David.
Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk mencari Yuriva
dan Gracia ditaman bermain yang lumayan luas itu. Namun tidak berselang lama
kemudian mereka akhirnya menemukan Yuriva dan Gracia, mereka berdua kini tidak
benar-benar berdua lagi. Ada seorang gadis seumuran Gracia juga ikut bermain
dengan mereka berdua. Raja dan David saling melempar wajah bingung, kemudian
berjalan mendekati mereka yang sedang mengantri untuk menaiki kincir.
“Gre.” Panggil David. Gracia menoleh karena sadar ada
yang memanggilnya.
“David.” Ucap Gracia. Yuriva dan gadis itu menoleh ke
arah Raja dan David.
“Kau kenal gadis yang bersama mereka?” Bisik Raja.
“Entahlah. Gue baru pertama kali melihatnya.” Ucap David.
“Begitu.” Ucap Raja. Ketiga gadis itu berjalan mendekati
mereka berdua.
“Maaf membuat kalian menunggu lama.” Ucap Gracia.
“Ohh iya kak. Tadi aku membeli ini.” Ucap Yuriva sambil
menunjukan sebuah origami berbentuk burung.
“Disini sangat seru. Kami jadi lupa waktu deh.” Ucap
Gracia sambil menjulurkan lidahnya sedikit sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Tidak apa. Kami kemari karena khawatir saja. Takut
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.” Ucap David.
“Tapi syukurlah. Kelihatannya kau sangat senang.” Ucap
Raja sambil menatap Yuriva.
“Iya, nih hadiah dariku buat kakak.” Menyodorkan origami
yang baru dia beli.
“He? Serius? Kau kan sangat suka origami.” Ucap Raja
ragu.
“Jangan khawatir. Aku bisa membuatnya sendiri.” Ucap
Yuriva. Raja lalu menerimanya.
“Sebagai kakak adik kalian ternyata memiliki kesukaan
yang sama ya?” Tanya Gracia.
“Ya begitulah.” Ucap Raja. David lalu melirik gadis yang
dari tadi bersama Gracia dan Yuriva. Menyadari hal itu Gracia dengan cepat
merespon.
“Ohh iya. Perkenalkan dia Anin. Teman sekelas ku.” Ucap
Gracia.
“He? Jadi dia di akuntansi juga?” Tanya David. Anin
sedikit mengangguk.
“Halo. Namaku Anindhita Rahma.” Sapa Anin.
“David Kessler.” Ucap David.
“Dan dia kakak ku. Raja Darmawan.” Ucap Yuriva. Raja
hanya terdiam meski dirinya diperkenalkan oleh adiknya sendiri. Karena dia
sudah tau hal itu akan terjadi. Tidak mudah Raja berbicara dengan orang yang
baru dia temui.
“Ehh kita naik kincir yuk.” Ajak Gracia.
“Berlima?” Tanya David.
“Emmm.. sepertinya tidak mungkin. Kita bagi saja gimana?”
Tanya Gracia.
“Setuju. Aku mau sama kak Raja.” Ucap Yuriva semangat.
“Anin kamu mau ikut siapa?” Tanya Gracia.
“Aku merasa ga enak. Mungkin lebih baik aku pamit
pulang.” Ucap Anin.
“Yahh jangan pulang dulu.” Pinta Gracia.
“Iya kak. Kakak ikut aku sama kak Raja aja. Biar aku ada
temennya.” Ucap Yuriva.
‘Ada temennya? Kau menganggap aku ini apa?’ Ucap Raja
didalam hati.
“Tapi kan.” Ucap Anin ragu.
“Ayolah, tadi kan kita sempat bersenang senang. Kakak
senang kan main sama aku?” Tanya Yuriva.
“Tentu saja.” Ucap Anin.
“Yasudah ayo.” Ucap Yuriva sambil menarik tangan Anin dan
Raja bersamaan.
“Kalian sudah janjian?” Tanya David.
“Ya begitulah.” Ucap Gracia. David hanya tersenyum.
“Kamu berniat mendekatkan Anin dan Raja kan?” Tanya
David.
“He? Apa aku terlihat seperti itu?” Tanya balik Gracia.
“Kalau orang lain tentunya tidak menganggap demikian.
Tapi aku tau.” Ucap David. Gracia tersenyum lepas.
“Memang tidak ada gunanya menyimpan rahasia darimu.” Ucap
Gracia.
“Aku benarkan?” Tanya David.
“Iya, aku mengaku. Sejujurnya Anin juga sangat pendiam
dikelas. Niatku sebenarnya hanya mengajaknya bersenang senang itu saja. Tapi
tidak seperti Raja. Anin masih suka mengobrol dengan teman teman kampus yang
lainnya. Hanya mungkin dia Cuma sedikit berbicara.” Ucap Gracia.
“Sedikit berbicara dan tidak mau berbicara memang sangat
berbeda. Mungkin Anin berfikir dia akan mengatakan sesuatu jika memang hal itu
pantas dia katakan. Dan dia tidak akan mengatakan apapun jika memang itu
pilihan terbaik.” Ucap David.
“Persis seperti itu.” Ucap Gracia kemudian berjalan
bersama David kearah antrian kincir.
“Lalu? Apa yang membuatmu menambah niatmu untuk
mendatangkannya kesini?” Tanya David.
“Yuriva mengatakan padaku kalau Raja pernah pergi kencan
di sabtu malam. Dia sangat kaget dengan perubahan penampilan Raja saat itu. Dia
terlihat begitu tampan dan beraura tinggi.” Ucap Gracia.
“Lalu?” Tanya David.
“Kemudian ditambah sikapmu.” Ucap Gracia.
“Sikapku?” Tanya David.
“Kamu terlihat gusar dan gelisah. Dan aku tau kalau itu
bukan hannya masalah tentangmu, kamu seperti sedang berfikir bagaimana caranya
untuk memisahkan mereka? Mereka siapa? Aku terus berfikir dan tidak ada orang
lain lagi yang dekat denganmu kecuali Raja. Dan aku berasumsi mungkin itu
tentang Raja dan gadis itu.” Ucap Gracia.
“Hebat. Kok bisa tau?” tanya David
“Hanya menebak.” Ucap Gracia.
No comments:
Post a Comment