Yuriva, Raja dan Anin sudah menaiki kincir angin terlebih
dulu. Kini Gracia dan David juga sudah menaiki kincir angin nya. Persoalan yang
dibahas mereka berdua sebelumnya tentang Anin dan Raja. David justru mendapat
ide yang bagus buat Raja.
“Indahnya.” Ucap Gracia sambil melihat sekeliling.
Sementara David hanya terdiam menunduk. Menyadari hal itu tentunya Gracia tau
apa yang terjadi padanya.
“Ohh iya kamu takut ketinggian kan?” Tanya Gracia.
“Jangan dibahas.” Ucap David dengan wajah sedikit pucat.
“Hihi, maaf David.” Ucap Gracia.
“Hmm.” Ucap David yang masih menunduk.
“Jadi bagaimana pendapatmu tentang rencanaku soal Raja
dan Anin?” Tanya Gracia.
“Entahlah, aku tidak bisa berfikir jernih jika begini.”
Ucap David sambil memegang kepalanya.
“Ya ampun, kamu benar-benar takut ketinggian.” Ucap
Gracia.
Sementara itu di kincir angin Raja, Yuriva dan Anin.
“Lihat kak!! Indahnya.” Ucap Yuriva sambil menunjukan
gemerlap cahaya lampu pada Anin dengan gembira.
“Kamu benar. Indah sekali.” Ucap Anin yang juga ikut
terpesona dengan gemerlap lampu lampu rumah yang terlihat indah jika dilihat
dari atas.
“Kak Raja!! Jangan diam saja, lihat tuh. Indah tau.” Ucap
Yuriva pada Raja.
“Ya. Aku lihat.” Ucap Raja.
“Ihh nyebelin.” Kesal Yuriva. Anin melirik Raja yang
sedari tadi memandang kearah yang sama dengan mereka tapi bersikap sangat biasa
saja.
“Kenapa? Menatapku begitu?” Tanya Raja yang masih belum
merubah posisinya.
“Ahh tidak. Maaf kalau aku lancang.” Ucap Anin kemudian
kembali menatap keluar.
Setelah menikmati wahana itu, mereka berencana untuk
pergi ke pusat perbelanjaan untuk memanjakan para gadis gadis.
“Dia kenapa?” Tanya Raja yang melihat David duduk sambil
memegang kepalanya.
“Kebiasaan lama.” Ucap Gracia.
“Ohh.. benar juga, David takut ketinggian.” Ucap Raja.
“Benarkah? Aku baru tau.” Ucap Yuriva.
“Dasar lo Raja. Ngga usah menyebutnya juga kan.” Ucap
David yang juga merasa mual.
“Maaf. Hahaha.” Ucap Raja sambil tertawa. Mereka semua
pun juga ikut tertawa dengan tingkah yang menggelikan dari seorang David.
Setelah beristirahat beberapa menit untuk menenangkan
hati dan pikiran David yang sedang kacau karena phobianya. Mereka akhirnya
melanjutkan perjalanan menuju mall yang juga tidak terlalu jauh dari tempat
sebelumnya mereka singgah.
Dengan tambahan orang baru yaitu Anin yang masih malu
malu untuk berbicara, namun mereka semua terlihat sangat bahagia.
Sesampainya disana para kaum hawa langsung bergegas
ketempat tempat yang mereka inginkan. Sedangkan David ijin buru buru pergi ke
toilet. Raja menunggunya dimobil yang sudah terparkir dengan rapi. Tidak lama
kemudian David kembali.
“Ayo kita susul mereka.” Ucap David.
“Ya.” Ucap Raja lalu mereka bergegas menyusul para gadis
itu yang sangat gembira ketika sudah sampai disini.
Sialnya. Mereka menemani para gadis berbelanja sekitar 2
jam lebih, semua tempat sepertinya sudah dijelajahi di mall ini. Tapi entah
kenapa mereka berdua merasa berputar putar seperti berada disebuah labirin.
Raja dan David juga sedang menenteng beberapa barang belanjaan para gadis itu.
Yah lumayan menguras tenaga. Tapi mereka senang.
“Hei cukup.” Keluh David.
“He? Kenapa? Kamu capek?” Tanya Gracia.
“Ayolah ini sudah banyak. Mau beli apa lagi?” Tanya David
sambil menunjukan barang yang dia bawa.
“Aku menyerah. Sudah tidak kuat.” Keluh Raja sambil
bersender ditembok.
“Yasudah kita pulang saja.” Ucap Anin.
“Nah. Aku sangat setuju dengan ide itu. Lagi pula ini
sudah malam.” Ucap David.
“Aku juga setuju.” Ucap Raja. Gracia menghembuskan nafas
lalu tersenyum.
“Yasudah kalo gitu. Kita pulang sekarang.” Ucap Gracia.
“Baiklah.” Ucap Yuriva.
Malam yang menyenangkan bagi mereka berlima. Rencana
untuk membuat Yuriva tidak terlalu tertekan dengan masalahnya kali ini berjalan
dengan sukses. Seperti yang diharapkan, Yuriva benar-benar sangat bahagia malam
itu. Dan itulah yang diharapkan Raja.
Suatu hari dengan cuaca yang mendung, di kampus didepan
kelas Fakultas Teknik. Austin, seorang mahasiswa Fakultas Hukum datang dengan
wajah kesal. Menghampiri Raja yang mau masuk kekelas lalu mendorongnya hingga
ke dinding. Semua mahasiswa disana tentunya kaget melihat kejadian itu.
Austin adalah seorang yang tidak suka dengan Raja. Entah
karena apa, namun jika segala sesuatu menyangkut Raja. Dia jadi sangat sensitif
dan pemarah. Austin berpostur sama dengan Raja, dia sedikit kurus dan wajah
yang lumayan menyeramkan bagi orang yang pertama kali melihatnya.
“Hei brengsek. Jelaskan ke gue kenapa lo bisa deket sama
Nadhifa?” Tanya Austin sambil menarik kerah Raja.
“Ap-Apa maksudmu?” Tanya Raja sambil sedikit ketakutan.
“Berisik!! Jangan mengelak!! Gue tau lo lagi deket kan
sama Nadhifa? Asal lo tau ya, Nadhifa hanya milik gue seorang. Lo sebagai
cyborg ga pantes lah ngedekatin dia. Lo tuh pantesnya sama cyborg lagi.” Ucap
Austin dengan keras. Raja hanya menunduk, wajahnya terlihat sangat ketakutan.
Semua mahasiswa disana juga tidak berani ikut campur urusan Austin. Mereka
semua tau siapa Austin, dan tidak mungkin mereka ikut campur.
“Maaf.” Ucap Raja pelan. Austin lalu melepaskan kerah
Raja yang ditariknya dengan kuat.
“Heh!! Ini adalah peringatan, kalo gue tau lo keliatan
jalan lagi sama Nadhifa, abis lo.” Ancam Austin kemudian pergi meninggalkan
kelas fakultas Teknik. Raja kemudian terduduk sambil berusaha menenangkan
dirinya sendiri. Mahasiswa lain merasa iba dan kasihan padanya, namun tetap
saja tidak ada yang menghiburnya sama sekali.
Pada saat jam istirahat siang ditempat biasa Raja bertemu
David. David merasa ada sesuatu yang aneh yang terjadi pada sahabatnya ini.
Kebetulan Gracia juga sedang berada disana, dan dia juga menyadari ada sesuatu
yang berbeda dari Raja. David dan Gracia saling pandang, mengisyaratkan
sesuatu.
“Ada apa? Ngga seperti biasanya, dan kenapa wajah lu
sedikit memar. Kenapa?” Tanya David.
“Tidak ada.” Jawab Raja sambil menunduk. Tentu saja David
semakin curiga dan tidak percaya dengan apa yang diucapkan Raja barusan. Dia
tau betul sifat Raja, pasti ada sesuatu terjadi.
“Jangan bohong. Gue tau lo bohong. Siapa yang
melakukannya? Si Austin lagi? Biar gue kasih pelajaran tu anak.” Ucap David
sambil berdiri. Raja cepat cepat mencegahnya melakukan hal bodoh.
“Aku bilang tidak ada apa apa. Jadi kumohon jangan
melakukan hal bodoh.” Pinta Raja. David menatap tajam Raja.
“Kalo lo gamau cerita sama gue, biar gue cari tau sendiri
masalahnya dari si Austin.” Ucap David.
“David.” Ucap Gracia yang mengisyaratkan untuk berhenti.
“Tapi kalo lo cerita ke gue sekarang apa masalah lo. Gue
janji ga bakal ngapa ngapain Austin.” Ucap David. Raja masih dalam posisi yang
sama, dia kemudian menghembuskan nafas bersiap bercerita. David kemudian duduk
kembali.
“Jadi. Ada apa?”
Tanya David.
“Austin, dia tau kalo aku jalan bareng Nadhifa. Terus
tadi dia bilang jangan pernah ngedeketin Nadhifa lagi, kalo ngga. Nanti akan
ada akibatnya.” Ucap Raja. David tentunya kaget mendengar hal itu. Bukan karena
ucapan Austin, tapi kaget karena Raja jalan bareng Nadhifa. Sesuatu yang bahkan
diluar akal sehat kalo soal Raja. Dia kerasukan apa sebenarnya?
“Jalan? Kapan lo jalan bareng sama Nadhifa?” Tanya David.
“Kemarin lusa.” Ucap Raja.
“Waahh benarkah?” Tanya Gracia antusias.
“Iya.” Ucap Raja
“Kok gue ga tau?” Tanya David.
“Habisnya dia bilang Cuma mau jalan berdua. Soalnya waktu
kencan pertama dia tau kalo kamu juga ikut.” Ucap Raja. David benar-benar tidak
tau harus bilang apa saat itu.
“Ehh gimana menurutmu soal Nadhifa? Dia baik kan?” Tanya
Gracia.
“Umm.. yah dia baik. Memangnya kenapa?” Tanya Raja.
“Terus, kalian ngobrol apa aja saat itu?” Tanya Gracia
lagi.
“Yah.. obrolan biasa sih, standar aja.” Ucap Raja.
“Humm.. dia bilang apa aja sama kamu?” Tanya Gracia.
“Umm.. anu..” Ucap Raja malu malu.
“Hentikanlah Gre. Tidak usah terlalu ikut campur
urusannya Raja. Dia punya privasinya sendiri.” Ucap David. Gre hanya memasang
muka cemberut.
“Maafkan aku Gre.” Ucap Raja.
“Sudahlah tidak usah perdulikan, wanita memang selalu
begitu.” Ucap David.
“Ihh jahat banget tau ga!!” Ucap Gracia kemudian
melangkah pergi dengan kesal.
“Hei David, apa tidak apa apa?” Tanya Raja yang mulai
merasa bersalah.
“Sudah gue bilang kan, semua wanita itu sama saja. Hanya
saja mungkin dia sedikit berbeda.” Ucap David.
“Kamu tidak mengejarnya?” Tanya Raja.
“Biarlah, nanti gue akan coba jelasin pelan pelan ke dia.
Sekarang gue mau tanya serius sama lo. Lo beneran serius sama Nadhifa?” Tanya
David dengan serius.
“Ya, begitulah.” Ucap Raja. Dengan begitu, David
mengurungkan niatnya untuk berusaha menjauhi Raja dengan Nadhifa. David tau
Raja tidak pernah melakukan hal hal seperti ini sebelumnya, jadi dia berpikir
untuk mendukungnya dan memberinya masukan yang diperlukan nantinya. Meski ada
rasa sedikit kekhawatiran dari David mengenai Nadhifa, tapi dia menyerahkan semua
keputusan pada sahabatnya itu
“Baiklah, kalo begitu sudah diputuskan.” Ucap David.
“He? Mengenai apa?” Tanya Raja.
“Gue akan bantu lo biar deket sama Nadhifa.” Ucap David.
“Tapi.. Austin bilang padaku agar aku menjauhinya.” Ucap
Raja.
“Heh. Masalah si Austin biar gue yang urus. Sekarang lo
fokus aja ke Nadhifa oke?” Ucap David meyakinkan.
“I-ya. Tapi...” Ucap Raja masih ragu.
“Berisik!! Ngga ada tapi-tapian, kali ini lo harus
gentle. Austin adalah saingan lo untuk mendapatkan Nadhifa. Dan lo harus ngelakuin
cara apapun agar lo menang dari Austin. Ngerti!!” Ucap David.
“I-iya.” Ucap Raja.
Hujan deras akhirnya mengguyur kota Jakarta. Raja masih
diam dikampus menunggu hujannya reda, sementara David pamit pulang dulu karena
masalahnya dengan Gracia masih belum selesai, dan dia berencana untuk
mengantarnya pulang lalu membicarakannya dengan baik-baik.
“Sendirian aja?” Tanya seseorang yang kini berdiri
didekatnya.
“Ehh? Nadhifa.” Ucap Raja kaget.
“Kenapa belum pulang?” Tanya Nadhifa.
“Hujannya awet.” Ucap Raja.
“Pake motor emangnya?” Tanya Nadhifa.
“Iya.” Ucap Raja. Suasana canggung tercipta sore itu.
Sahabat Nadhifa yaitu Yansen melihat mereka berdua dari jauh.
“Dia kenapa ya? Kok akhir akhir ini sering banget nyapa
tuh anak cupu. Apa jangan jangan dia mulai suka? Ahh ga mungkin. Dibandingkan
dengan si cupu, Austin lebih baik kemana mana.” Gerutu Yansen.
“Kamu sendiri kenapa belum pulang? Bukannya naik mobil?”
Tanya Raja.
“Aku lagi nunggu nih.” Ucap Nadhifa.
“Siapa?” Tanya Raja. Tidak lama kemudian sesosok lelaki
yang tidak asing bagi Raja muncul dan mendekati mereka berdua.
“Nahh ini.” Ucap Nadhifa.
“Ada apa?” Tanya Austin.
“Ngga ada apa-apa. Yuk, pulang.” Ajak Nadhifa.
“Yuk.” Ucap Austin kemudian mereka berjalan keparkiran
diikuti Yansen dari belakang.
“Huhh.. Hampir saja.” Ucap Raja sambil menghembuskan
nafas.
Sudah satu jam lebih Raja menunggu hujan reda, namun
sepertinya tidak ada tanda tanda hujan akan sedikit mereda saat ini. Dari jauh
terlihat Anin juga sepertinya sedang menunggu sesuatu. Dia terlihat seperti
sedang gelisah. Tidak lama kemudian sebuah mobil mendekatinya, Anin bergegas
masuk dan mobil itu kemudian perlahan melaju. Handphone Raja berdering, tanda
ada yang menelponnya. Ternyata ibunya yang menelpon, mungkin sedikit khawatir
karena Raja masih belum pulang sampai saat ini. Raja kemudian menekan tombol
terima dan mendekatkan handphone ke telinganya.
“Iya mah?” Tanya Raja. Sesuatu terjadi, ibunya Raja
sambil menangis mengatakan sesuatu yang membuat hati Raja benar benar
terguncang. Air mata Raja disadari atau tidak mulai menetes. Tanpa
memperdulikan hujan yang cukup deras, Raja nekat mengendarai motornya dengan
lumayan kencang ke suatu tempat sambil terus berdoa.
No comments:
Post a Comment