Hari sabtu malam. David bergegas ke rumah Raja untuk
berangkat bersama ke tempat pertemuan. Baginya mungkin ini adalah hari yang
bersejarah bagi temannya, bagaimana tidak. Dia kenal Raja dari Sekolah Dasar
sampai sekarang. Dan baru pertama kalinya Raja akan bertemu dengan seorang
gadis dimalam dan tempat yang spesial. David mengetuk pintu rumah Raja beberapa
kali. Seseorang membukanya dari dalam.
“Dimana pacarmu?” Tanya Raja yang terlihat rapi dengan
kemeja ungu bergaris putih satu vertikal kecil dan celana jeans putih.
“Waw. Lo keren banget serius.” Ucap David terkagum. Dia
seperti melihat kepribadian lain dari temannya itu.
“Aku tanya dimana pacarmu?” Tanya Raja lagi.
“Ahh soal itu, Gre bilang dia ga bisa ikut soalnya ada
urusan penting dengan keluarganya.” Ucap David berterus terang.
“Oh gitu. Terus kamu jadi kan nemenin aku?” Tanya Raja.
“Tentu saja. Gue kan udah janji sebelumnya.” Ucap David.
Raja menghembuskan nafas kencang.
“Aku gugup nih, ga jadi aja ya.” Urung Raja.
“Ehh ga boleh gitu. Lo udah keren gini masa sifat lo
masih kayak gitu. Pede dong. Gue kan udah bilang, lo tuh sebenernya keren dan
ganteng. Cuma kacamata sama sifat lo yang harus dihilangin.” Ucap David.
“Kalau aku ga pake kacamata, burem nantinya. Ntar malah
salah orang.” Ucap Raja.
“Ahh lo bener juga, lebih bahaya lagi kalau sampe salah
orang disana. Yaudah yu, kita go sekarang. Ga enak kalo suruh cewe nunggu
lama-lama.” Ajak David. Raja menghembuskan nafasnya lagi. Dia harus yakin
dengan apa yang akan dia lakukan saat ini. Karena apapun yang akan terjadi
nantinya, sedikit banyak akan mempengaruhi perjalanan Raja dimasa depan.
Sekitar 30 menit perjalanan, mereka akhirnya sudah sampai
di sebuah cafe yang lumayan mewah. Mereka mencari-cari Nadhifa tapi tidak juga
ketemu. Mereka memutuskan untuk mencari tempat duduk kosong, setelah dapat.
Mereka hanya tinggal menunggu Nadhifa tiba. Mereka duduk saling berhadapan.
“Kita beruntung, sepertinya dia belum sampai.” Ucap
David.
“Ya.” Ucap Raja sedikit gemetaran. David memperhatikan
Raja
“Ohh ayolah. Rileks, jangan gugup begitu.” Ucap David
menenangkan. Disana David berpakaian simple, sebuah kaos putih polos yang
dibalut kemeja berwarna hitam dan celana jeans silver yang membuatnya terlihat
elegan.
Seorang pelayan mendekati mereka berdua.
“Selamat datang mas, mau pesen apa?” Tanya pelayan itu
dengan ramah.
“Ahh saya jus mangga.” Ucap David kemudian melirik Raja.
“Ohh itu, aku. Samain aja mas.” Ucap Raja.
“Makanannya?” Tanya pelayan itu dengan sopan lagi.
“Itu dulu aja mas. Nanti saya panggil kalo mau pesen.”
Ucap David.
“Baiklah, tunggu sebentar ya mas.” Ucap pelayan itu
kemudian berjalan pergi
Beberapa kali Raja terus merapikan kacamata dan
kemejanya. Wajahnya terlihat jelas begitu gugup, melihat tingkah temannya itu
David malah senyum senyum sendiri. Dia sangat bahagia. David kemudian beranjak
dari tempat duduknya.
“Eh mau kemana?” Tanya Raja kaget.
“Pindah meja, sebentar lagi dia pasti datang. Lagi pula
meja ini diset hanya untuk dua orang. Gue pindah kesana.” Ucap David sambil
menunjuk tempat kosong yang tidak jauh dari tempatnya semula.
“Ehh gausah, biar aku aja yang pindah. Kamu disini.”
Tawar Raja.
“Ngaco. Yang punya acaranya kan elo, masa gue yang jadi
pemeran utama disini. Udah, sekarang lo tinggal tungguin dia aja. Selow. Lo
bilang kedia kalo lo di meja nomor 12.” Ucap David kemudian berjalan ketempat
kosong yang diinginkannya. Seperti yang dikatakan David, Raja mengirim pesan ke
Nadhifa kalau dia sedang menunggunya di meja nomor 12.
Beberapa saat kemudian sesosok gadis dengan memakai
cardigan berwarna merah muda dan celana legging yang membuatnya semakin cantik
terlihat sedang mencari-cari sesuatu. Sesuatu yang dia cari akhirnya ketemu.
Ya, meja bernomor 12. Itulah yang gadis itu cari, tentunya dengan seseorang
yang berada dimeja itu juga.
David memanggil seorang pelayan, dan berbisik mengenai
beberapa hal. Raja masih belum menyadari kalau seseorang yang dia tunggu berada
didepan nya meski jaraknya lumayan jauh. Tapi David menyadari kalau Nadhifa
sudah tiba di cafe itu.
Dengan langkah pelan, Nadhifa berjalan kearah meja nomor
12. Perhatian Raja kini mulai teralih kesosok Nadhifa. Siapa dia? Cantik sekali.
Mungkin itulah beberapa pikiran Raja setelah melihat Nadhifa malam itu.
Nadhifa tepat berdiri didepan Raja. Sementara Raja masih
memasang wajah bingung, karena dia sendiri tidak tau orang yang didepannya itu
siapa. Melihat itu David hanya menutup wajahnya dengan daftar menu yang
terletak diatas meja.
“Apa yang lo lakuin? Kenapa diam saja.” Ucap pelan David.
“Hai.” Sapa Nadhifa.
“Hai.” Balas Raja dengan gugup.
“Boleh aku duduk?” Tanya Nadhifa sopan.
“Tentu. Silahkan.” Ucap Raja. Nadhifa kemudian mengambil
posisi duduk, menyimpan tas di sampingnya. Kini posisi mereka saling berhadapan.
“Raja?” Tanya Nadhifa. Raja mengangguk sedikit.
“Kamu siapa? Ah, Nadhifa Salsabilla?” Ucap Raja menebak.
Nadhifa tersenyum, meski kelihatannya dia terpaksa, karena harapan dan benak
seorang laki-laki yang berada dibayangannya kini pupus setelah melihat
kenyataan bahwa Raja tidak seperti yang dia bayangkan.
Mereka saling menjabat tangan, saling melempar senyum
tapi tidak mengatakan apapun. Tidak berani saling memandang, hanya berusaha
untuk mengalihkan perhatian sendiri sendiri. Melihat itu David sedikit geram,
apa Raja mau begitu saja menyia-nyiakan kesempatan yang langka ini?
Beberapa saat kemudian, seorang pelayan datang
menghampiri meja no 12.
“Ini pesanannya mas.” Ucap pelayan itu kemudian menaruh 2
jus mangga yang sudah dipesan tadi di depan Raja dan Nadhifa.
“Te-terimakasih.” Ucap Raja gugup. Pelayan itu hanya
tersenyum lalu berjalan pergi.
Nadhifa sedikit bertanya-tanya. Apa benar jus mangga ini
dipesan khusus untuknya sebelum dia datang? Melihat raut wajah yang ditunjukan
Nadhifa, Raja benar-benar bingung harus bersikap seperti apa. Dia sendiri
mengetahuinya kalau jus itu adalah pesanan David, sekarang malah disajikan
didepan Nadhifa. Bagaimana kalau dia tidak suka Jus Mangga nya. Bisa-bisa dia
langsung pergi begitu saja.
“Mas.” Panggil Nadhifa ke salah seorang pelayan. Dengan
sigap pelayan itu berjalan mendekatinya.
“Iya mba? Mau pesen apa lagi?” Tanya pelayan itu.
“Aku pesen nasi goreng nya satu. Yang pedes.” Ucap
Nadhifa.
“Iya mba.” Ucap pelayan itu sambil menulis pesanan
Nadhifa di catatan kecilnya.
“Kamu mau makan apa?” Tanya Nadhifa sambil melihat Raja.
“Ahh itu. Sama, nasi goreng juga deh. Cuma pedesnya
sedikit.” Jawab Raja, pelayan itu kemudian menulis lagi.
“Ada lagi?” Tanya pelayan itu.
“Udah mas.” Ucap Nadhifa.
“Mohon ditunggu sebentar.” Ucap pelayan itu kemudian
pergi.
Kembali! Suasana hening terjadi di meja no 12. Tidak ada
yang membuka percakapan disana, melihat itu. David hanya memegang kepalanya,
ternyata membuat Raja jadi lebih bersosialisasi benar-benar sangat sulit.
Bahkan untuk memulai interaksi pun dia masih enggan. Pelayan pun datang lalu
memberikan pesanan untuk David, yaitu jus mangga.
“Semuanya terserah lo kali ini. Karena ini udah bukan
wilayah gue untuk ikut campur.” Ucap David pelan sambil meminum jus mangga.
“Seperti yang diceritakan temanmu.” Ucap Nadhifa membuka
percakapan. Raja melihat Nadhifa dengan tatapan bingung.
“Ternyata kamu jarang sekali berbicara pada orang lain
selain dia.” Ucap Nadhifa. Raja hanya menunduk. David menceritakan semua
tentang Raja pada Nadhifa sebelum hari pertemuan mereka lewat ponsel.
“Maaf.” Ucap Raja. Nadhifa hanya tersenyum.
“Tidak usah dipikirkan. Setiap orang punya hal yang disukai
dan tidak disukainya.” Ucap Nadhifa. Raja sedikit tersenyum.
“Dia tersenyum? Heh akhirnya.” Ucap David yang masih
fokus dengan kedua sejoli itu.
“Soal tugas makalah aku kemarin. Terimakasih banyak ya,
karena kamu. Aku jadi bisa mengumpulkannya tepat waktu.” Ucap Nadhifa.
“Sama-sama.” Ucap Raja.
“Aku dengar kamu di fakultas teknik ya?” Tanya Nadhifa.
“Iya, memang. Kenapa?” Tanya Raja
“Hebat. Aku tidak percaya ternyata kamu bisa masuk di
fakultas itu.” Ucap Nadhifa. Raja menatap Nadhifa.
“Apa aku terlihat tidak pantas berada disana?” Tanya
Raja.
“Eh? Bukan. Bukan itu maksudku. Hanya saja, kau tau.
Sangat sulit untuk masuk fakultas teknik di unniversitas kita. Itu artinya kau
orang yang jenius, bisa masuk kesana adalah prestasi yang luar biasa.” Puji
Nadhifa. Raja tidak mengatakan apapun lagi.
Nadhifa merasa sangat canggung sekali, bagaimana tidak.
Harusnya seorang laki-laki lah yang aktif. Tapi kenyataannya, Raja sangat pasif
sekali. Nadhifa sangat bingung dengan dirinya sendiri. Harus bersikap seperti apa
agar dirinya merasa tidak canggung lagi.
Seorang pelayan datang membawa pesanan kedua orang itu.
“Silahkan.” Ucap Pelayan itu sambil meletakan pesanan
Raja dan Nadhifa
“Terimakasih.” Ucap Nadhifa.
Suasana dimalam itu sangat membosankan. Raja dan Nadhifa
hanya fokus pada makanan mereka masing masing. Setelah beberapa suap, Nadhifa
berencana untuk segera pulang. Tentunya terus menerus dalam suasana yang
canggung seperti itu membuatnya jadi merasa tidak enak.
“Emm.. Raja.” Ucap Nadhifa. Raja mengalihkan pandangannya
ke arah Nadhifa.
“Aku pamit pulang ya. Udah malem banget soalnya. Takut
ibuku khawatir.” Ucap Nadhifa.
“Ohh iya.” Ucap Raja. Nadhifa kemudian berdiri, mengambil
tas yang berada disampingnya dan pamit.
“Kapan kapan kita ketemuan lagi ya. Dahh.” Ucap Nadhifa
ramah lalu berjalan perlahan.
“Hati-hati dijalannya.” Ucap Raja. Nadhifa berjalan ke
kasir dan membayar semua pesanannya, termasuk punya Raja juga. Setelah itu dia
berjalan keluar cafe. Melihat itu semua David beranjak dari tempatnya dan berjalan
mendekati Raja.
“Bagaimana?” Tanya David.
“Ya begitulah.” Ucap Raja sambil kembali menyantap
makanannya.
“Ya ampun, susah juga ternyata.” Ucap David pelan. Mau
bagaimana lagi, dia sudah berusaha semaksimal mungkin agar Raja dan Nadhifa
bisa saling bertemu dan mengenal satu sama lain. Sekarang niatnya sudah
berhasil. Tinggal bagaimana proses itu. Apa yang akan terjadi selanjutnya pada
mereka masih menjadi angan yang diharapkan oleh David. David memukul pelan
kepala Raja dengan daftar menu yang masih dipegangnya.
“Ada apa?” Tanya Raja polos.
“Lo ini ya.” Pasrah David sambil memijat keningnya
sendiri.
“Kenapa sih.” Tanya Raja dengan serius.
“Tau ah. Pikir aja sendiri.” Ucap David.
“Ihh, seriusan. Apa tadi aku melakukan hal yang buruk
padanya?” Tanya Raja.
“Menurut lo?” Tanya balik David.
“Nggak.” Jawab Raja.
“Yaudah.” Ucap David. Raja lalu melanjutkan makannya.
Merubah tipikal dan sifat dasar seorang manusia memang bukan perkara mudah
dilakukan, dan David menyadari hal itu. Dia harus tetap sabar dan terus
membimbing Raja agar sedikit demi sedikit kebiasaan buruknya menghilang.
“Ga makan?” Tanya Raja.
“Belum pesen. Lapar juga sih.” Ucap David.
“Yaudah makan aja tuh. Masih banyak sisa dari Nadhifa.”
Ucap Raja.
“Apa? Lo pikir gue apaan mau makanan sisa kayak gini.”
Ucap David menyangkal.
“Ya daripada pesen lagi dan lama nunggu nya mending yang
sudah ada aja dimanfaatin.” Ucap Raja.
“Lo itu ya!” Ucap David dengan kesal, kemudian melirik
makanan sisa itu.
“Bener juga sih.” Ucap David lalu menyantap makanan sisa
Nadhifa yang bisa dibilang masih tersisa banyak.
No comments:
Post a Comment