Entah dia menggunakan sihir seperti apa hingga
membuat pria sepertiku bisa terus menerus memperhatikannya. Dalam hal apapun,
aku sangat menyayanginya. Akhirnya Upacara penutupan sudah dilaksanakan. Tapi,
ada pengumuman baru dari ketua OSIS dan kepala sekolah, bahwa setelah upacara
penutupan, 1 jam kemudian akan dilaksanakan acara pesta kembang api. Semua
siswa dan siswi disana jadi sedikit bergemuruh membicarakan hal itu.
“Benarkah akan ada pesta kembang api setelah
ini?”
“Aku harap itu benar-benar terjadi.”
“Yahh, baru kali ini aku mendengar ada acara
kembang api setelah class meeting di sekolah.”
“Aku sudah tidak sabar menantikannya.”
“Shiitt, kenapa harus ada acara tambahan.”
“Aku tidak menyukainya.”
“Kita pulang saja yuk.”
Itulah
beberapa percakapan yang dapat kudengar secara langsung dari beberapa murid
sekolah ini. Tentu saja tidak semua murid senang dengan acara ini. Ada juga
yang protes kepada panitia untuk membatalkan acara ini agar mereka bisa
langsung beristirahat setelah lamanya kegiatan yang mereka lakukan dari pagi.
Kulihat
jam ditanganku, dan itu menunjukan pukul 6. Tentu saja, semua orang pasti
kelelahan dan ingin segera kembali kerumah untuk beristirahat. Namun ada yang
berfikir dengan melihat kembang api dimalam hari bisa memulihkan staminamu yang
terkuras habis seharian penuh karena acara class meeting.
“Jadi ternyata ada acara tambahan yah?” Ucap
seseorang dibelakangku. Aku menoleh dan ternyata itu kak Ve.
“Belum pulang?” Tanyaku. Dia menggelengkan
kepalanya sedikit.
“Lalu Raja dan Shinji?” Tanyaku lagi.
“Mereka bilang ada urusan, jadi tadi mereka
langsung pamit pulang. Ohh iya ada pesan dari Raja untukmu.” Ucap kak Ve.
“Apa?” Tanyaku.
“Menjadi payung adalah hal yang luar biasa, asal
kita tahu kemana arah mata angin.” Ucap Kak Ve, aku sedikit merenungkannya.
“Haa? Apa maksudnya?” Tanyaku.
“Aku tidak tau. Tapi dia bilang kau akan
mengerti jika aku mengatakan hal itu.” Ucap kak Ve.
Payung?
Dan angin? Aku tersenyum, tentu saja aku tau apa maksud dari pesannya itu, meski
belum seratus persen benar. Karena hanya dia sendiri yang tau apa maksudnya.
Aku hanya memperkirakan dan memikirkan sebuah gagasan yang memang cocok dengan
kalimat itu dan kondisi yang sedang dia dan aku alami.
“Dimana stand milik kelasmu?” Tanya kak Ve.
“Aku tidak tau. Cari saja sendiri.” Ucapku.
“Dasar kau.” Ucapnya.
“Kak Ve, jangan hanya diam disini saja.
Lihat!! Semua murid laki-laki melihatmu. Ini kan masih dalam barisan upacara.”
Ucapku secara perlahan mengusirnya.
“Iya, makanya aku Tanya dimana stand kelasmu?
Aku akan menunggumu disana.” Ucap Kak Ve.
“Oi kau tau dimana stand kelas kita?” Tanyaku
pada seseorang disampingku yang memang satu kelas denganku.
“Ahh itu, semua stand kelas 2 berada disamping
lapang basket.” Ucapnya.
“Baiklah. Terimakasih.” Ucapku.
“Stand kami berada didekat lapang basket.
Kakak sudah tau kan dimana itu?” Tanyaku.
“Tentu. Kalau begitu kakak menunggumu disana.”
Ucapnya lalu berjalan pergi.
“Ya.” Ucapku.
Setelah
mengalami beberapa protes dari sebagian siswa yang tidak setuju ada acara
tambahan, kepala sekolah tetap memutuskan untuk mengadakan acara kembang api
itu. Beberapa menit sebelum acaranya dimulai, semua siswa diinformasikan untuk
berada di stand masing-masing.
“Apa benar akan terlihat disini?”
“Entahlah, aku benar-benar bosan.”
“Ya, aku juga.”
“Kenapa harus ada acara tambahan segala.”
Beberapa
percakapan siswa yang satu kelas denganku, mereka benar-benar mengeluh akan hal
itu. Jujur aku juga sama. Kulihat kak Ve sedang mengobrol dengan beberapa siswi
di stand kelas kami. Dia benar-benar cepat sekali akrab dengan orang yang baru
dia kenal.
“Itu kakakmu?” Tanya seseorang di sampingku.
Aku menoleh dan ternyata Okta.
“Ya, dia kakakku.” Ucapku. Okta hanya
tersenyum sambil melihat kak Ve.
“Kenapa?” Tanyaku.
“Dia benar-benar cantik ya.” Ucapnya.
“Ya, kau benar. Dia adalah perempuan tercantik
yang aku pernah kenal selain ibuku.” Ucapku. Okta lalu melihatku. Ada apa
dengannya? Sebelumnya dia bahkan enggan sekali bicara denganku. Tapi sekarang?
“Aku ingin berbicara denganmu empat mata.
Bisa?” Tanyanya. Ada apa? Aku jadi sedikit gugup.
“Tentu. Dimana?” Tanyaku.
“Ikuti saja aku.” Ucapnya lalu berjalan pergi.
Dengan pikiran gelisah aku mengikutinya.
Okta
terus berjalan kebelakang stand, melewati lapangan basket dan berhenti di taman
kecil dekat pohon dengan satu kursi panjang yang terpasang disana. Tempat ini
memang dekat dengan stand, hanya tidak terlihat karena tempat kami berada
dibelakang stand dan itu tertutup kain yang dipasang disetiap stand.
Aku
berhenti berjalan dan kini tepat berada dibelakang Okta. Dia lalu berbalik
dengan ekspresi muka yang sama sekali tidak kumengerti.
“Ada apa?” Tanyaku yang benar-benar penasaran
dengan apa yang akan dia bicarakan.
Dia
terlihat gelisah, beberapa kali memegang lengannya dan memainkan bibirnya. Dia
gugup. Entah apa yang akan jadi topic pembicaraan kita.
“Bagaimana aku harus memulainya.” Ucapnya
pelan.
“Langsung saja. Ada apa?” Tanyaku yang
benar-benar penasaran. Dia sedikit menggigit bibir bawahnya.
“Hei ada apa? Katakan saja.” Ucapku.
“Sebenarnya, aku benar-benar tidak enak jika
harus berbicara ini padamu.” Ucap Okta.
“Ohh ayolah, kata-katamu sungguh membuatku
jadi lebih penasaran dari sebelumnya.” Ucapku. Okta menghembuskan nafasnya
kencang.
“Kau lihat mereka.” Ucap Okta sambil melihat
ke salah satu stand, dan itu adalah stand dari 2C IPA. Aku melihatnya, aku
tersenyum. Yah, aku melihat Wahyu dan Shani. Mereka sedang memandang langit,
sepertinya sedang menunggu datangnya kembang api yang akan dilaksanakan
sebentar lagi.
“Ya… Aku melihatnya.” Ucapku lalu kembali
menatap Okta.
“Maaf, bukan aku bermaksud untuk…..”
“Aku tau, sudahlah. Itu artinya dia sudah
memutuskan.” Ucapku yang memotong perkataan Okta. Sepertinya aku kalah.
“Kido. Kau tidak apa-apa?” Tanyanya.
“Ya, aku baik.” Dustaku. Mau bagaimana lagi?
Tidak mungkin aku menangis didepan seorang wanita. Heh, betapa cengengnya aku.
“Shani sempat bercerita padaku tentang
perasaannya.” Ucap Okta.
“Kapan itu?” Tanyaku.
“Baru baru ini, sebelum dia kembali kekota
ini. Dia menelponku dengan segala kerisauannya.” Ucapnya. Aku hanya
mendengarkan apa yang dia ceritakan.
“Dia bilang benar-benar bingung harus memilih
satu dari dua sahabat yang sangat dekat dengannya.” Ucapnya.
“Lalu akhirnya dia memilih Wahyu benarkan.”
Ucapku dengan tersenyum yang sedikit dipaksakan.
“Ya.” Ucapnya.
“Tidak kusangka akan secepat ini.” Ucapku.
“Apa maksudmu?” Tanyanya.
“Tidak, hanya beberapa persoalan saja.” Ucapku
yang tidak mungkin menceritakan apa yang dikatakan Wahyu waktu dikelas.
“Jadi. Apa yang akan kau lakukan?” Tanyanya.
“Siapa yang tahu.” Ucapku lalu perlahan
berjalan meninggalkannya.
Tidak
lama kemudian kembang api mulai meramaikan langit malam yang dipenuhi oleh
bintang bintang yang terlihat indah. Aku tersenyum, lalu kulihat pasangan baru
itu. Seorang sahabatku dan seseorang yang sangat aku sukai dan sayangi. Shani
menempelkan sisi kepalanya ke pundak Wahyu sambil melihat indahnya kembang api
dimalam hari. Ingin rasanya aku berteriak sekeras mungkin untuk menghilangkan
beban yang ada didalam diriku.
Kak
Ve berjalan ke arahku, sepertinya dia tau semuanya. Tanpa basa basi dia
langsung memelukku. Dekapan yang begitu hangat dimalam yang sangat dingin ini
membuatku jadi sedikit lebih tenang.
“Jika ingin menangis, menangislah. Jangan
ditahan.” Ucap Kak Ve pelan. Aku terenyuh mendengar perkataannya.
“Aku tau.” Ucapku yang membenamkan wajahku
dipundak Kak Ve sambil terisak. Ya aku menangis dimalam itu. Malam penutupan
yang seharusnya menjadi malam bahagia untuk semuanya justru berbeda.
Kak
Ve mengusap rambut belakangku, aku masih menangis. Pundakku bergetar dengan
hebatnya. Aku berusaha menahannya tapi tidak bisa. Meskipun aku masih belum
mempercayai perkataan Okta seratus persen, tapi entah kenapa firasatku
mengatakan kalau itu memang akan terjadi.
“Ingatlah satu hal Kido. Tulang rusuk dan
pemiliknya tidak akan pernah tertukar.” Ucap kak Ve sambil diiringi suara
gemuruh kembang api dan teriakan semua siswa dan siswi di sekolah.
No comments:
Post a Comment