Pertandingan final futsal putra sedang
dimulai. Aku, Shani dan Okta mendukung Wahyu dalam pertandingan itu diluar
lapangan. Kedua tim sama kuat, saling balik menyerang dan kuat dalam bertahan.
Kedudukan masih imbang 0-0. Peluit babak pertama selesai sudah dibunyikan,
kedua tim menuju sisi lapangan untuk beristirahat sebentar.
“Bagus
Wahyu. Semangat terus.” Ucap Shani.
“Ya,
lihat lah. Aku pasti akan mencetak gol untukmu.” Ucap Wahyu.
“Iya.”
Ucap Shani lalu tersenyum. Melihat percakapan mereka berdua, terlihat berbeda
dari biasanya. Atau hanya perasaanku saja.
“Kalian
serasi sekali.” Ucap Okta. Shani terlihat tersipu malu mendengarnya.
“Benarkah?
Lihat dia bilang kita serasi. Bukankah sudah tidak diragukan lagi Shani.” Ucap
Wahyu dengan semangat. Pipi Shani memerah, kalau dugaanku tepat. Sepertinya
yang dia sukai itu bukan aku, tapi Wahyu.
“Bagaimana
Kido? Apa kita terlihat serasi?” Tanya Wahyu.
“Ahh,
mm.. Iya.” Ucapku tergagap sambil berusaha tersenyum.
“Wahyu!!”
Ucap Shani dengan nada sedikit kencang.
‘Priittt’
Peluit pertanda babak kedua akan
dimulai sudah dibunyikan. Semua pemain inti masuk kedalam lapangan. Jalannya
pertandingan sedikit berbeda dengan babak pertama. Tempo permainannya menjadi
semakin lebih lambat, umpan-umpannya juga tidak selalu tepat. Dan banyak
kehilangan bola karena faktor lelah mungkin.
Aku tidak terlalu memperhatikan pertandingan itu. Ragaku memang berada disana. Tapi jiwaku seperti melayang layang entah kemana, aku memutuskan untuk meninggalkan tempat itu dan sedikit menenangkan perasaanku. Aku pergi kesebuah taman kecil didekat lapangan basket, duduk disana dan melihat langit yang berwarna biru sambil memikirkan kejadian tadi.
Shani? Apa dia menyukai Wahyu? Hal itu tidak mungkin tidak terjadi. Awalnya memang aku berniat untuk mendekatkan mereka berdua. Tapi aku tidak pernah berfikir kalau mendekatkan mereka berdua malah akan membuatku menjadi seperti ini. Entahlah, rasanya seperti tidak bisa hanya dijelaskan lewat kata kata maupun tulisan.
Aku tidak terlalu memperhatikan pertandingan itu. Ragaku memang berada disana. Tapi jiwaku seperti melayang layang entah kemana, aku memutuskan untuk meninggalkan tempat itu dan sedikit menenangkan perasaanku. Aku pergi kesebuah taman kecil didekat lapangan basket, duduk disana dan melihat langit yang berwarna biru sambil memikirkan kejadian tadi.
Shani? Apa dia menyukai Wahyu? Hal itu tidak mungkin tidak terjadi. Awalnya memang aku berniat untuk mendekatkan mereka berdua. Tapi aku tidak pernah berfikir kalau mendekatkan mereka berdua malah akan membuatku menjadi seperti ini. Entahlah, rasanya seperti tidak bisa hanya dijelaskan lewat kata kata maupun tulisan.
“Sedang
apa kau disini?” Ucap seseorang yang tiba-tiba datang. Aku menengok.
“Kau?
Kalau tidak salah kau orang yang malam itu bersama Shinji.” Ucapku. Aku ingat
betul wajah orang yang bersama Shinji waktu didepan rumahku.
“Ya.
Ahh perkenalkan, aku Raja. Teman Shinji.” Ucap Raja sambil mengulurkan
tangannya.
“Kido.”
Ucapku sambil menjabat tangannya.
“Sedang
apa kau disini? Bukankah acaranya sedang dimulai.” Tanyanya.
“Tidak
juga. Aku hanya ingin sendiri saja. Lagipula, aku tidak termasuk dalam semua
acara hari ini. Paling nanti pas acara penutupan.” Ucapku.
“Begitu
ya. Kau sama sekali tidak tertarik dengan semua acara yang diselenggarakan
pihak sekolah.” Ucapnya lalu duduk disampingku.
“Bukan
begitu, hanya saja. Aku sedang tidak mood untuk menikmati semuanya.” Ucapku.
“Hee..”
Ucapnya.
“Kau
sendiri? Kenapa mahasiswa ada SMA?” Tanyaku.
“Hehehe.
Seperti yang dibilang kakakmu, kau memang selalu tidak sopan saat memanggil
orang yang lebih tua darimu.” Ucapnya. Aku tidak berkata apa-apa.
“Aku
kesini hanya untuk menemani Shinji. Karena dia ingin bertemu dengan kakakmu.”
Ucapnya. Aku sudah menduganya, biarlah. Aku tidak perlu terlalu ikut campur
urusan kak Ve. Aku kembali melihat langit.
“Tapi,
apa benar kakakku ada disini? Aku sendiri bahkan tidak tau hal itu.” Ucapku.
Kak Ve memang tidak bilang apa-apa tadi pagi.
“Ya,
Shinji bilang kakakkmu yang memberitahunya kalau dia ada di SMA ini.” Ucapnya.
“Hee..
begitu rupanya.” Ucapku
“Shinji.
Dia..” Ucapnya sambil tersenyum.
“Kenapa?”
Tanyaku.
“Dia
sudah menyukai Veranda ketika menjadi mahasiswa baru dikampus. Kita sudah
saling kenal sejak di SMA. Kita juga sudah berencana untuk kuliah ditempat yang
sama. Ketika masa masa ospek. Dia bercerita padaku kalau dia menyukai Veranda.
Wanita yang dia lihat sangat sempurna. Jujur, aku sendiri pun ketika melihat
Veranda pertama kali sangat tertarik padanya.” Ucapnya.
“Hee..
lalu?” Tanyaku.
“Dia
memberanikan dirinya untuk berkenalan dengan Veranda. Dari SMA sebenarnya
Shinji itu orangnya sangat pendiam. Jarang berinteraksi dengan teman-temannya. Selalu
sendirian kemanapun dia pergi. Waktu itu kalau aku tidak berkenalan dengannya
mungkin sampai saat ini Shinji masih sendirian. Sampai saat ini dia hanya mau
berbicara denganku saja. Mungkin karena kami sudah kenal lama. Namun akhirnya
dia berhasil dan Veranda pun terbuka dengannya. Veranda mau berkenalan dan
mengobrol dengannya, aku bahkan tidak menyangka. Shinji tersenyum sangat lepas
saat itu. Sesuatu yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Dari situ aku berfikir,
sepertinya hanya Veranda yang mampu mewarnai semua kehidupannya.” Ucapnya.
Benarkah dia seperti itu? Tapi kenapa dia bisa sangat akrab dengan Bella waktu
itu? Jarang berinteraksi artinya dia bukanlah orang yang gampang diajak
berbicara.
“Tapi
dia bicara banyak hal saat bertemu denganku.” Ucapku. Raja hanya tersenyum.
“Tentu
saja. Dia melakukannya karena kaulah satu-satunya harapan untuk bertemu dengan
Veranda. Biasanya seseorang akan melakukan hal yang tidak biasa dia lakukan
hanya karena orang yang dia sukai.” Ucapnya.
“Jadi
itu alasannya.” Ucapku kemudian berdiri dan berjalan beberapa langkah.
“Waktu
itu dia berencana untuk menyatakan perasaanya dan menjadikan Veranda sebagai
pacarnya. Tentu saja aku sangat setuju dengan hal itu. Tapi sayangnya, dia
ditolak. Sekilas senyuman kebahagiaan yang dia tunjukan beberapa waktu yang
lalu semakin lama semakin memudar. Tapi dia tetap tidak pernah menyerah dan
terus menerus mencobanya. Tapi yang dia dapat hanyalah kata kata yang sama. Aku
sempat bertengkar sedikit dengannya hanya karena Veranda. Sampai suatu hari
diumumkan bahwa Veranda akan pergi ke Amerika untuk sebuah tugas.” Ucapnya
sambil melihat langit.
#Flashback
*Author
POV
Dua orang sedang beradu argumen di
depan toko pet, mereka adalah Shinji dan Raja. Shinji masih bersikeras untuk
mendekati Ve meski berkali kali dia ditolak dan diacuhkan oleh Ve. dan Raja tau
betul perlakuan apa yang akan dia dapatkan nantinya.
“Sudahlah
berhenti mengejarnya!! Masih banyak wanita lain yang layak kau kejar Shinji!!”
Ucap Raja dengan emosi.
“Berisik!!
Tau apa kau tentang perasaanku? Cukup diam dan perhatikan saja Raja.” Ucap
Shinji.
“Kau!!”
Kekesalan Raja benar-benar sudah berada dipuncak. Dia menarik keras kerah
Shinji dan memukul wajahnya dengan sekuat tenaga. Shinji sempoyongan dan
terjatuh.
“Kenapa
kau keras kepala sekali? Sampai kapan kau dipermainkan terus oleh nya hah?
Sadarlah Shinji!! Dia sudah mempermainkanmu. Dia sudah mempermainkan
perasaanmu. Tinggalkan dia, jangan mengejarnya lagi.!!” Kata Raja dengan penuh
amarah. Shinji mulai bangun dan berjalan mendekati Raja. Mereka saling menatap
tajam, Shinji lalu tersenyum dan menepuk pundak kanan Raja.
“Jangan
khawatir, aku baik baik saja.” Ucapnya lalu berbalik dan mulai berjalan pergi
meninggalkan Raja.
“Shinji.”
Berkali kali Shinji terus menerus
mendekati Veranda, tapi berkali-kali juga dia diacuhkan olehnya. Raja sudah
tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Hanya bisa mendukungnya dari belakang, meski
didalam hatinya ingin sekali menghentikan tindakan bodoh temannya itu.
Selesai kegiatan kampus Shinji berencana untuk mendekati Veranda lagi. Meski dia tau akan diberlakukan seperti apa nantinya dia tetap tidak peduli, Raja tau akan hal itu. Tapi yang bisa dia lakukan hanyalah mengawasinya dari jauh.
“Haii
tumben sendirian?” Tanya Shinji pada Ve di kantin kampus. Ve tidak menjawab
pertanyaan dari Shinji. Dia hanya focus pada makanan yang ada dimejanya.
“Besok
kan libur. Kita jalan jalan yu?” Ajak Shinji.
“Tidak,
aku sibuk.” Jawab Ve datar.
“Sudah
kubilang kan, dia hanya mempermainkan perasaanmu saja, dasar bodoh.” Ucap Raja
yang sedang memperhatikan mereka berdua. Ve mulai beranjak dari tempat duduknya
dan langsung pergi meninggalkan Shinji. Shinji tidak bisa berbuat banyak, dia
terus menatap kepergian Ve.
“Sepertinya
aku harus sedikit berbicara dengannya.” Kata Raja lalu pergi.
Besoknya saat pulang kuliah, Raja
berniat menemui Ve. Dia menunggu dijalan yang selalu dilewati Ve saat pulang.
Raja mulai melihat Ve sedang berjalan kearahnya sendirian. Ve juga menyadari
keberadaan Raja, dia tau kalau Raja temannya Shinji karena beberapa kali dia
sempat melihatnya selalu bersama Shinji.
“Veranda.
Aku ingin berbicara sebentar denganmu.” Kata Raja. Ve hanya terdiam bingung.
“Ada
masalah apa?” Tanya Ve.
“Soal
Shinji.” Jawab Raja, Ve memutar bola matanya dan mendengus kencang.
“Kenapa
lagi sih?” Tanya Ve dengan malas.
“Sebentar
saja. Kumohon.” Pinta Raja sambil saling menempelkan kedua telapak tangannya
didepan mulutnya kemudian sedikit membungkuk.
“Baiklah,
hanya sebentar oke?” Ucap Ve.
Mereka kemudian mencari tempat yang
enak untuk berbicara, dan memutuskan untuk berbicara di sebuah café didekat
situ. Kebetulan Ve juga sedang lapar.
“Jadi
mau bicara apa?” Tanya Ve sambil menyantap makanannya.
“Sebenarnya
aku tidak berhak bertanya seperti ini. Tapi aku penasaran. Yang membuatmu terus
menerus mengacuhkan bahkan menolak Shinji adalah karena keluargamu benarkan?”
Tanya Raja. Ve lalu menatap Raja dengan serius.
“Kau
tau dari Shinji?” Tanya Ve balik.
“Iya.”
Kata Raja.
“Memang
itulah alasanku. Aku tidak mau berpacaran dulu, aku lebih mementingkan kedua
orang tuaku. Apalagi Ayahku sedang ada pekerjaan di Jerman. Dan Ibuku hanya
tinggal bersama adikku. Aku tidak mau perhatianku teralihkan hanya karena
seorang pria.” Ucap Ve.
“Jadi
begitu.” Ucap Raja, sedikit demi sedikit dia mulai mengerti tentang situasi
yang dialami Ve.
“Ditambah
semester depan rencananya Ibuku dan Adikku Kido akan pindah kekota ini. Aku
jadi tidak terlalu kesepian lagi.” Ucap Ve lalu tersenyum. Raja hanya melamun
melihat seyuman Ve yang begitu anggun terlukis diwajahnya. Dia jadi sedikit
merasakan kenapa Shinji begitu keras kepalanya berusaha untuk mendapatkan
wanita yang ada dihadapannya ini. Cantik, anggun, feminim, pokoknya sempurna.
Mungkin saat ini Raja lah yang sedang terjatuh dalam dekapan seorang Veranda.
“Lalu,
aku boleh meminta sesuatu darimu?” Tanya Raja.
“Apa?”
Tanya balik Ve.
“Jika
memang alasanmu tidak bisa menerima Shinji karena keluarga. Aku menerima dan
memakluminya, aku akan berbicara pada Shinji setelah ini. Tapi aku meminta satu
hal padamu. Tolong jangan mengacuhkannya lagi. Terima dia sebagai teman, kau
tahu. Sebelum dia tau kamu. Dia hanyalah seorang manusia yang penyendiri dan
jarang tersenyum. Tapi, kulihat setelah dia bertemu denganmu. Semuanya berubah,
dia tampak lebih bersemangat dari biasanya. Mungkin Shinji akan marah besar
padaku jika tau kalau aku memohon padamu untuknya. Tapi tidak ada yang bisa aku
lakukan lagi selain ini. Dia sedang menghadapi masalah besar dengan
keluarganya. Aku hanya sedikit membantu agar dia tidak terlalu terpuruk dengan
keadaannya saat ini.” Ucap Raja.
Penjelasan panjang Raja sedikit membuka
hati Veranda. Dia jadi sedikit menyesal atas sikapnya yang kalau dipikirkan
lagi ternyata sangat keterlaluan.
“Maaf
atas sikap ku yang selalu seperti ini saat didekatnya.” Ucap Ve.
“Tidak,
wajar saja kalau seorang wanita melakukan itu.” Ucap Raja.
No comments:
Post a Comment