#Flashback
*Jagger
POV
Hari yang membosankan bagi seorang
pelajar sepertiku akhirnya dimulai, aku berangkat dari rumah lumayan pagi
sekali, aku juga tidak tau kenapa aku mau berangkat pagi. Tidak seperti
biasanya. Setelah sampai dikelas, aku langsung memasang earphone ditelingaku
menikmati lagu-lagu yang kusuka sambil menunggu semua temanku datang. Tidak
berselang lama aku melihat Okta sedang berdiri didekat pintu kelasku. Aku
mencabut earphone yang ada ditelingaku lalu menghampirinya, tunggu… ada yang
aneh dengannya.
“Jagger.”
Ucap Okta dengan lirih. Aku mendekatinya, kulihat wajahnya seperti tidak
bersemangat.
“Ada
apa? Apa yang terjadi?” Tanyaku yang benar-benar penasaran dengan keadaan Okta
saat ini. Dia tidak menjawab pertanyaanku, bahu nya terlihat bergetar.
Menangis… dia menangis. Tanpa sadar dia langsung memelukku. Siapa? Siapa yang
berani membuat Okta menangis seperti ini. Dia menangis sejadi-jadinya,
untungnya dikelasku belum ada siapa-siapa. Aku kesal pada diriku sendiri,
kenapa aku tidak bisa terus menerus melindungi senyumannya?
Agar situasi tenang, aku mengajak
Okta kehalaman sekolah didekat lapang basket, aku pikir disana akan lebih enak
untuk mengobrol. Dan juga sekolah masih belum terlalu ramai karena masih pagi.
“Kau
mau bercerita?” Tanyaku langsung ke inti permasalahannya. Dia hanya mengangguk.
Aku tidak terlalu memaksanya untuk bercerita, tapi baru kali ini aku penasaran
dengan kejadian yang menimpa Okta. Baru kali ini juga aku baru melihat dia
menangis sekencang itu.
“Ini
tentang Kido.” Ucapnya. Kido? Kalau tidak salah itu adalah laki-laki yang
disukai Okta.
“Ada
apa dengannya?” Tanyaku.
“Dia,
sepertinya dia menyukai Shani. Dan sepertinya Shani juga menyukainya.” Ucapnya.
Ha? Apa maksudnya.
“Shani?
Bukankah dulu dia teman sekelasmu?” Tanyaku. Dia hanya mengangguk.
“Kenapa
kau berfikir kalau Kido itu menyukai Shani atau sebaliknya?” Tanyaku lagi.
“Soalnya
aku sering lihat mereka pulang bareng terus ngobrol bareng. Dan kudengar rumah
mereka dekat, jadi itu mungkin terjadi kan?” Ucapnya dengan lesu.
“Begitu
ya.” Ucapku, aku bingung harus berkata apa lagi padanya disaat seperti ini.
“Apalagi
yang menguatkan pendapatmu kalau Shani itu menyukai Kido?” Tanyaku.
“Memang
tidak secara langsung sih, tapi Shani pernah bilang padaku kalau dia sedang
mengagumi seseorang disekolah ini. Dan dia bilang akan menunggunya hingga
dewasa nanti, karena saat ini orang yang dia kagumi masih belum cukup dewasa
untuk bersama dengannya.” Ucapnya dengan suara yang lumayan pelan. Aku sedikit
bingung dengan perkataannya.
“Bukankah
itu sama dengan dia ingin berpacaran dengan seseorang yang lebih dewasa
darinya? Apa Kido termasuk dalam hal itu?” Tanyaku.
“Kalau
itu aku tidak tau, mungkin hanya Shani sendirilah yang mengetahuinya. Aku tidak
tau siapa yang dia maksud. Tapi dari sikap dan caranya memandang Kido itu
berbeda ketika dia memandang laki-laki lain. Aku tau betul itu.” Ucapnya dengan
yakin.
“Lalu
apa yang akan kau lakukan? Tetap mengejar Kido atau melakukan hal lain?”
Tanyaku.
“Aku
tidak tau.” Ucapnya dengan lesu. Ampuunn.
#Flashback
end
*Kido
POV
“Apa?”
Ucapku yang terkejut mendengarnya. Dari tadi Jagger bercerita sambil berjalan,
dan sekarang kami berhenti tepat di depan toko kue.
“Iya,
dia mengira kalau Shani itu menyukaimu.” Ucapnya. Dari penjelasan Jagger, itu
artinya ada dua orang yang mengira kalau Shani itu menyukaiku. Pertama Wahyu
dan sekarang Okta. Apa maksudnya? Kenapa mereka berdua berfikiran seperti itu?
“Merepotkan
sekali. Kenapa dia bisa mengambil kesimpulan begitu?” Tanyaku.
“Aku
juga tidak tau. Tapi menurutku, yang dikatakan Okta sepertinya ada benarnya
juga. Aku memang tidak mengenal Shani, tapi sekali kali aku juga suka melihat
kalian bertiga jalan bersama.” Ucap Jagger.
“Ohh
ayolah, itu kan hanya pulang bareng. Siapapun bisa melakukan itu.” Ucapku.
“Tapi
sorot matanya itu benar-benar terlihat Kido. Dia memang menyukaimu.” Ucap
Jagger.
“Dia
benar. Sudah kubilang kan kalau Shani itu menyukaimu, bukan aku.” Ucap
seseorang yang baru keluar dari toko kue itu.
“Wahyu?
Sedang apa kau disini? Dan pernyataan itu lagi.” Ucapku pada Wahyu.
“Ohh
aku mengerti. Ternyata kau juga suka perempuan ya.” Ucap Jagger melirik Wahyu.
“Apa
kau bilang!!” Ucap Wahyu sambil berjalan mendekat ke Jagger
“Sudahlah
hentikan kalian berdua.” Ucapku sambil berusaha memisahkan mereka.
“Cihh..
dengar Kido. Kau harus segera putuskan langkahmu selanjutnya. Beri Shani
kepastian, jangan ragu-ragu ketika sedang memutuskan sesuatu atau kau akan
menyesal seumur hidupmu nantinya.” Ucap Wahyu lalu berjalan pergi meninggalkan
kami berdua.
“Baiklah,
aku mengerti. Mungkin.” Ucapku.
“Haahhh..
Wanita memang kadang sulit untuk dimengerti ya?” Ucap jagger.
“Ya.
Tapi asal kau tahu, hidup tidak akan berwarna jika kita tidak menemukan sesuatu
yang sulit untuk dilewati.” Ucapku.
“Kata-kata
yang bagus.” Ucap Jagger. Kami lalu melanjutkan jalan kami.
“Ngomong
ngomong dimana rumahmu?” Tanyaku.
“Kita
melewati persimpangan yang sama.” Ucapnya.
“Benarkah?
Aku baru tau.” Ucapku.
“Wajar
saja, aku jarang berinteraksi dengan orang sekitar.” Ucapnya. Kita akhirnya
telah sampai dipersimpangan dekat rumahku.
“Itu
rumahku.” Ucapku sambil menunjukan rumah tempat tinggalku.
“Begitu.
Sekali-kali aku akan berkunjung kesana.” Ucapnya.
“Ya.
Datanglah kapanpun kau suka.” Ucapku. Jagger lalu berjalan pergi ke rumahnya.
Kita memang melewati persimpangan yang sama tapi disana kita berpisah, Rumah
Jagger berada di Selatan sedangkan rumahku di arah Utara. Jadi benar-benar
berbeda.
Malam hari yang hening, aku sedang
tiduran dikamarku. Aku masih memikirkan tentang pernyataan Okta dan Wahyu yang
mengatakan bahwa Shani itu menyukaiku. Munafik kalau aku bilang tidak senang
dengan pernyataan mereka berdua. Aku senang mendengar kalau Shani itu
menyukaiku. Tapi aku hanya tidak mau berekspektasi tinggi, aku tidak mau
terlalu baper mendengar itu. Aku akan percaya seratus persen kalau Shani
sendiri yang bilang kalau dia memang menyukaiku.
“Kido!!
Ayo kemari. Lihat siapa yang datang.” Teriak Ibuku.
“Datang?
Kak Ve!!” Ucapku senang. Begitu ya, akhirnya kak Ve pulang juga. Aku
benar-benar merindukannya. Aku langsung bergegas turun dari ranjangku dan
sedikit berlari ke ruang tamu. Namun.
“Shani?”
Ucapku sambil berdiri mematung. Kaget? Pasti. Aku mengira yang datang itu kak
Ve, tapi ternyata seseorang yang sangat aku rindukan sangat lama. Shani
tersenyum padaku. sudah lama sekali aku tidak melihat senyuman khasnya itu.
“Ibu
akan mengambil minuman dulu. “ Ucap Ibuku lalu pergi ke dapur.
“Hai
Kido. Gimana kabarmu?” Tanyanya. Sungguh? Apa ini beneran Shani?
“Ahh
aku baik. Kau sendiri?” Jawabku yang sedikit gugup. Dia terlihat sedikit berisi
dari sebelumnya. Dan tentunya makin cantik. Uuwhh
“Aku
baik juga kok. Kenapa? Kok sampe segitunya melihatku? Apa ada yang berubah?”
Tanyanya sambil melihat-lihat tubuhnya.
“Ahh
tidak-tidak. Maaf aku tidak sopan.” Ucapku. Duhh gimana ini.
“Silahkan
duduk Shan.” Ucapku mempersilahkannya duduk. Shani menurut dan langsung duduk.
Tidak ada yang memulai pembicaraan. Suasana yang aku benci terjadi disini.
Hening. Semuanya hening.
.
.
.
.
“Sekolah
kamu lancar Shani?” Tanya Ibuku sambil membawa minuman lalu meletakannya dimeja
dekat Shani.
“Iya
bu. Lancar Alhamdulillah.” Jawab Shani.
“Baguslah.
Ibu senang mendengarnya.” Ucap Ibuku.
“Iya
bu.” Ucap Shani.
“Ya
sudah. Kalian mengobrol lah yang banyak. Ibu tinggal dulu.” Ucap Ibuku.
“Ohh
iya Kido. Sepertinya kakakmu juga akan tiba sebentar lagi. Jadi dia bisa
berkenalan dengan Shani.” Lanjut Ibuku laluu pergi.
“Ehh?
Kakak?” Ucapku yang kaget mendengarnya. Kenapa momennya pas sekali dengan
kedatangan Shani kesini.
“Benarkah?
Aku tidak sabar menunggu kakakmu.” Ucapnya.
“Yahh.
Tunggu saja. Aku yakin kau juga pasti akan menyukainya.” Ucapku. Dia hanya
tersenyum.
“Ohh
iya kau sudah memberitahu Wahyu kalau kau ada disini?” Tanyaku.
“Tidak.
Aku tidak memberitahunya.” Ucapnya.
“Begitu.
Kalau begitu biar ku telpon. Dia pasti sangat senang mendengar kabar ini.”
Ucapku sambil mengambil ponsel yang ada disaku ku lalu menekan beberapa tombol
dan mendekatkannya ketelingaku.
“Ada
apa kau menelpon ku?” Ucap Wahyu.
“Oi
kerumahku sekarang juga. Cepat.” Ucapku.
“Apa
maksudmu? Aku tidak mengerti.” Tanyanya.
“Sudahlah
jangan banyak bicara. Datanglah kerumahku sekarang juga. Ada yang spesial
disini?” Ucapku.
“Spesial?
Martabak?” Tanyanya.
“Bukan
bodoh. Shani. Dia sekarang sedang dirumahku. Jadi cepatlah kemari dan temui dia.
Aku tau kau sudah sangat rindu padanya.” Ucapku.
“Hee?
Benarkah? Yosh, aku akan segera kesana. Tunggu.” Ucapnya.
“Yosh.”
Ucapku lalu menekan beberapa tombol dan kembali memasukan hanphoneku kedalam
saku.
“Gimana
keadaannya?” Tanya Shani.
“Hmm.
Ohh Wahyu. Dia baik-baik saja, jangan khawatir.” Ucapku
“Begitu
ya, syukurlah.” Ucap Shani. Aku tidak sabar menunggu kedatangan Wahyu dan
reaksi seperti apa yang akan dia lakukan.
Teng
tong
Aneh
sekali. Siapa yang membunyikan bel? Wahyu? Tidak mungkin. Dia baru saja aku
telpon dan mungkin sedang bersiap. Mustahil rasanya kalau Wahyu yang menekan
bel itu.
No comments:
Post a Comment