Friday, October 21, 2016

Langit Biru Bagian 16



#Flashback

*Jagger POV

Hari yang membosankan bagi seorang pelajar sepertiku akhirnya dimulai, aku berangkat dari rumah lumayan pagi sekali, aku juga tidak tau kenapa aku mau berangkat pagi. Tidak seperti biasanya. Setelah sampai dikelas, aku langsung memasang earphone ditelingaku menikmati lagu-lagu yang kusuka sambil menunggu semua temanku datang. Tidak berselang lama aku melihat Okta sedang berdiri didekat pintu kelasku. Aku mencabut earphone yang ada ditelingaku lalu menghampirinya, tunggu… ada yang aneh dengannya.

“Jagger.” Ucap Okta dengan lirih. Aku mendekatinya, kulihat wajahnya seperti tidak bersemangat.

“Ada apa? Apa yang terjadi?” Tanyaku yang benar-benar penasaran dengan keadaan Okta saat ini. Dia tidak menjawab pertanyaanku, bahu nya terlihat bergetar. Menangis… dia menangis. Tanpa sadar dia langsung memelukku. Siapa? Siapa yang berani membuat Okta menangis seperti ini. Dia menangis sejadi-jadinya, untungnya dikelasku belum ada siapa-siapa. Aku kesal pada diriku sendiri, kenapa aku tidak bisa terus menerus melindungi senyumannya?

Agar situasi tenang, aku mengajak Okta kehalaman sekolah didekat lapang basket, aku pikir disana akan lebih enak untuk mengobrol. Dan juga sekolah masih belum terlalu ramai karena masih pagi.

“Kau mau bercerita?” Tanyaku langsung ke inti permasalahannya. Dia hanya mengangguk. Aku tidak terlalu memaksanya untuk bercerita, tapi baru kali ini aku penasaran dengan kejadian yang menimpa Okta. Baru kali ini juga aku baru melihat dia menangis sekencang itu.

“Ini tentang Kido.” Ucapnya. Kido? Kalau tidak salah itu adalah laki-laki yang disukai Okta.

“Ada apa dengannya?” Tanyaku.

“Dia, sepertinya dia menyukai Shani. Dan sepertinya Shani juga menyukainya.” Ucapnya. Ha? Apa maksudnya.

“Shani? Bukankah dulu dia teman sekelasmu?” Tanyaku. Dia hanya mengangguk.

“Kenapa kau berfikir kalau Kido itu menyukai Shani atau sebaliknya?” Tanyaku lagi.

“Soalnya aku sering lihat mereka pulang bareng terus ngobrol bareng. Dan kudengar rumah mereka dekat, jadi itu mungkin terjadi kan?” Ucapnya dengan lesu.

“Begitu ya.” Ucapku, aku bingung harus berkata apa lagi padanya disaat seperti ini.

“Apalagi yang menguatkan pendapatmu kalau Shani itu menyukai Kido?” Tanyaku.

“Memang tidak secara langsung sih, tapi Shani pernah bilang padaku kalau dia sedang mengagumi seseorang disekolah ini. Dan dia bilang akan menunggunya hingga dewasa nanti, karena saat ini orang yang dia kagumi masih belum cukup dewasa untuk bersama dengannya.” Ucapnya dengan suara yang lumayan pelan. Aku sedikit bingung dengan perkataannya.

“Bukankah itu sama dengan dia ingin berpacaran dengan seseorang yang lebih dewasa darinya? Apa Kido termasuk dalam hal itu?” Tanyaku.

“Kalau itu aku tidak tau, mungkin hanya Shani sendirilah yang mengetahuinya. Aku tidak tau siapa yang dia maksud. Tapi dari sikap dan caranya memandang Kido itu berbeda ketika dia memandang laki-laki lain. Aku tau betul itu.” Ucapnya dengan yakin.

“Lalu apa yang akan kau lakukan? Tetap mengejar Kido atau melakukan hal lain?” Tanyaku.

“Aku tidak tau.” Ucapnya dengan lesu. Ampuunn.

#Flashback end

*Kido POV

“Apa?” Ucapku yang terkejut mendengarnya. Dari tadi Jagger bercerita sambil berjalan, dan sekarang kami berhenti tepat di depan toko kue.

“Iya, dia mengira kalau Shani itu menyukaimu.” Ucapnya. Dari penjelasan Jagger, itu artinya ada dua orang yang mengira kalau Shani itu menyukaiku. Pertama Wahyu dan sekarang Okta. Apa maksudnya? Kenapa mereka berdua berfikiran seperti itu?

“Merepotkan sekali. Kenapa dia bisa mengambil kesimpulan begitu?” Tanyaku.

“Aku juga tidak tau. Tapi menurutku, yang dikatakan Okta sepertinya ada benarnya juga. Aku memang tidak mengenal Shani, tapi sekali kali aku juga suka melihat kalian bertiga jalan bersama.” Ucap Jagger.

“Ohh ayolah, itu kan hanya pulang bareng. Siapapun bisa melakukan itu.” Ucapku.

“Tapi sorot matanya itu benar-benar terlihat Kido. Dia memang menyukaimu.” Ucap Jagger.

“Dia benar. Sudah kubilang kan kalau Shani itu menyukaimu, bukan aku.” Ucap seseorang yang baru keluar dari toko kue itu.

“Wahyu? Sedang apa kau disini? Dan pernyataan itu lagi.” Ucapku pada Wahyu.

“Ohh aku mengerti. Ternyata kau juga suka perempuan ya.” Ucap Jagger melirik Wahyu.

“Apa kau bilang!!” Ucap Wahyu sambil berjalan mendekat ke Jagger

“Sudahlah hentikan kalian berdua.” Ucapku sambil berusaha memisahkan mereka.

“Cihh.. dengar Kido. Kau harus segera putuskan langkahmu selanjutnya. Beri Shani kepastian, jangan ragu-ragu ketika sedang memutuskan sesuatu atau kau akan menyesal seumur hidupmu nantinya.” Ucap Wahyu lalu berjalan pergi meninggalkan kami berdua.

“Baiklah, aku mengerti. Mungkin.” Ucapku.

“Haahhh.. Wanita memang kadang sulit untuk dimengerti ya?” Ucap jagger.

“Ya. Tapi asal kau tahu, hidup tidak akan berwarna jika kita tidak menemukan sesuatu yang sulit untuk dilewati.” Ucapku.

“Kata-kata yang bagus.” Ucap Jagger. Kami lalu melanjutkan jalan kami.

“Ngomong ngomong dimana rumahmu?” Tanyaku.

“Kita melewati persimpangan yang sama.” Ucapnya.

“Benarkah? Aku baru tau.” Ucapku.

“Wajar saja, aku jarang berinteraksi dengan orang sekitar.” Ucapnya. Kita akhirnya telah sampai dipersimpangan dekat rumahku.

“Itu rumahku.” Ucapku sambil menunjukan rumah tempat tinggalku.

“Begitu. Sekali-kali aku akan berkunjung kesana.” Ucapnya.

“Ya. Datanglah kapanpun kau suka.” Ucapku. Jagger lalu berjalan pergi ke rumahnya. Kita memang melewati persimpangan yang sama tapi disana kita berpisah, Rumah Jagger berada di Selatan sedangkan rumahku di arah Utara. Jadi benar-benar berbeda.

Malam hari yang hening, aku sedang tiduran dikamarku. Aku masih memikirkan tentang pernyataan Okta dan Wahyu yang mengatakan bahwa Shani itu menyukaiku. Munafik kalau aku bilang tidak senang dengan pernyataan mereka berdua. Aku senang mendengar kalau Shani itu menyukaiku. Tapi aku hanya tidak mau berekspektasi tinggi, aku tidak mau terlalu baper mendengar itu. Aku akan percaya seratus persen kalau Shani sendiri yang bilang kalau dia memang menyukaiku.

“Kido!! Ayo kemari. Lihat siapa yang datang.” Teriak Ibuku.

“Datang? Kak Ve!!” Ucapku senang. Begitu ya, akhirnya kak Ve pulang juga. Aku benar-benar merindukannya. Aku langsung bergegas turun dari ranjangku dan sedikit berlari ke ruang tamu. Namun.

“Shani?” Ucapku sambil berdiri mematung. Kaget? Pasti. Aku mengira yang datang itu kak Ve, tapi ternyata seseorang yang sangat aku rindukan sangat lama. Shani tersenyum padaku. sudah lama sekali aku tidak melihat senyuman khasnya itu.

“Ibu akan mengambil minuman dulu. “ Ucap Ibuku lalu pergi ke dapur.

“Hai Kido. Gimana kabarmu?” Tanyanya. Sungguh? Apa ini beneran Shani?

“Ahh aku baik. Kau sendiri?” Jawabku yang sedikit gugup. Dia terlihat sedikit berisi dari sebelumnya. Dan tentunya makin cantik. Uuwhh

“Aku baik juga kok. Kenapa? Kok sampe segitunya melihatku? Apa ada yang berubah?” Tanyanya sambil melihat-lihat tubuhnya.

“Ahh tidak-tidak. Maaf aku tidak sopan.” Ucapku. Duhh gimana ini.

“Silahkan duduk Shan.” Ucapku mempersilahkannya duduk. Shani menurut dan langsung duduk. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Suasana yang aku benci terjadi disini. Hening. Semuanya hening.
.
.
.
.
“Sekolah kamu lancar Shani?” Tanya Ibuku sambil membawa minuman lalu meletakannya dimeja dekat Shani.

“Iya bu. Lancar Alhamdulillah.” Jawab Shani.

“Baguslah. Ibu senang mendengarnya.” Ucap Ibuku.

“Iya bu.” Ucap Shani.

“Ya sudah. Kalian mengobrol lah yang banyak. Ibu tinggal dulu.” Ucap Ibuku.

“Ohh iya Kido. Sepertinya kakakmu juga akan tiba sebentar lagi. Jadi dia bisa berkenalan dengan Shani.” Lanjut Ibuku laluu pergi.

“Ehh? Kakak?” Ucapku yang kaget mendengarnya. Kenapa momennya pas sekali dengan kedatangan Shani kesini.

“Benarkah? Aku tidak sabar menunggu kakakmu.” Ucapnya.

“Yahh. Tunggu saja. Aku yakin kau juga pasti akan menyukainya.” Ucapku. Dia hanya tersenyum.

“Ohh iya kau sudah memberitahu Wahyu kalau kau ada disini?” Tanyaku.

“Tidak. Aku tidak memberitahunya.” Ucapnya.

“Begitu. Kalau begitu biar ku telpon. Dia pasti sangat senang mendengar kabar ini.” Ucapku sambil mengambil ponsel yang ada disaku ku lalu menekan beberapa tombol dan mendekatkannya ketelingaku.

“Ada apa kau menelpon ku?” Ucap Wahyu.

“Oi kerumahku sekarang juga. Cepat.” Ucapku.

“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti.” Tanyanya.

“Sudahlah jangan banyak bicara. Datanglah kerumahku sekarang juga. Ada yang spesial disini?” Ucapku.

“Spesial? Martabak?” Tanyanya.

“Bukan bodoh. Shani. Dia sekarang sedang dirumahku. Jadi cepatlah kemari dan temui dia. Aku tau kau sudah sangat rindu padanya.” Ucapku.

“Hee? Benarkah? Yosh, aku akan segera kesana. Tunggu.” Ucapnya.

“Yosh.” Ucapku lalu menekan beberapa tombol dan kembali memasukan hanphoneku kedalam saku.

“Gimana keadaannya?” Tanya Shani.

“Hmm. Ohh Wahyu. Dia baik-baik saja, jangan khawatir.” Ucapku

“Begitu ya, syukurlah.” Ucap Shani. Aku tidak sabar menunggu kedatangan Wahyu dan reaksi seperti apa yang akan dia lakukan.

Teng tong

Aneh sekali. Siapa yang membunyikan bel? Wahyu? Tidak mungkin. Dia baru saja aku telpon dan mungkin sedang bersiap. Mustahil rasanya kalau Wahyu yang menekan bel itu.

No comments:

Post a Comment