6 bulan kemudian. Aku telah selesai
menjalani UAS semester ganjil, dan saat ini disekolah sedang ada acara class
meeting. Yang dimana semua siswa baik dari kelas 1 sampai kelas 3 wajib
mengikuti serangkaian lomba olahraga yang diselenggarakan oleh OSIS. Aku tidak
terlalu ahli namun tidak terlalu buruk juga jika mengikuti salah satu lomba
tersebut. Misalnya pertandingan futsal, voli, basket, bulutangkis maupun tennis
meja. Bisa dibilang skill ku rata-rata disetiap bidang. Maka dari itu aku tidak
pernah memasang target juara di bidang olahraga manapun pada saat class
meeting. Acara ini diadakan hanya 3 hari.
Di hari kedua class meeting Jam 12
siang, aku dan Wahyu pergi kekantin untuk makan siang. Bagaimanapun juga sangat
melelahkan mengikuti kegiatan ini dari pagi sampai siang hari menurutku. Beda
dengan Wahyu, staminanya benar benar luar biasa. Dia bahkan tidak terlihat
lelah sama sekali.
“Ada
apa? Kenapa kelasmu kalah melawan kelas satu? Padahal aku pikir kelas kita akan
bertanding di final futsal putra.” Tanyanya.
“Tidak
ada apa-apa, memang anak kelas satunya yang memiliki kemampuan diatas kami
kelas 2B. lagi pula kami berhasil masuk 4 besar, bukan prestasi yang buruk juga
kan?” Ucapku sambil meminum minuman yang sudah dipesan.
“Kau
ini selalu saja terlihat lembek. Di cabang Voli, Bulutangkis dan Basket pun
kelasmu kalah di 4 besar juga. Itu artinya tidak ada perwakilan kelasmu yang
bertanding di final besok.” Ucapnya.
“Iya
aku tau itu. Sudahlah tidak perlu dipermasalahkan lagi. Kalah tetap saja kalah,
aku tidak mau depresi berat hanya karena kalah di semifinal class meeting di
sekolah.” Ucapku. Wahyu hanya diam saja.
“Haaaahh
baiklah, susah memang.” Ucapnya, aku sedikit kesal dengan nada bicaranya.
“Apa!!”
Ucapku dengan nada sedikit keras.
“Ohh
iya, kau masih berkomunikasi dengan Shani?” Tanyanya. Hah? Kenapa dia bertanya
itu.
“Yah,
tapi jarang.” Jawabku.
“Begitu
ya. Sudah 6 bulan kita tidak bertemu dengannya. Dia pasti sudah bertambah
tinggi dan cantik yah.” Ucapnya sambil melihat langit.
“Yah
kau benar. Tidak terasa sekali sudah 6 bulan.” Ucapku sambil meminum minumanku.
“KIDO!!”
Seseorang menepuk pundakku. Sontak air minum yang aku minum tersembur kearah
Wahyu semua. Wahyu terlihat kesal dengan orang dibelakangku.
“Eehhh?
Maaf maaf.” Ucap orang itu yang tidak lain adalah Jagger.
“Apa
yang kau lakukan brengsek.” Ucap Wahyu lalu berdiri dan langsung menarik kerah
Jagger. Jagger terlihat panik dan berusaha menenangkan Wahyu. Aku hanya menepuk
nepuk dadaku. Sialan!! Aku pikir aku akan mati.
“Ahh
ayolah Wahyu, aku kan cuma bercanda. Kau tidak usah seserius itu yah?”
Bujuknya. Sebenarnya Wahyu dan Jagger itu satu kelas, pertama kali aku tau soal
itu ketika selalu melihat Jagger dan Wahyu selalu bersama-sama, baik dikantin
maupun dikelas. Wahyu juga sudah bercerita padaku kalau Jagger itu memang
berpacaran dengan Okta. Gadis yang keberadaanya tidak dianggap olehku. Jahatnya
atuh. Tapi ya begini, setiap mereka bertemu selalu saja ada masalah yang timbul
dan membuat mereka berselisih.
“Berisik!!
Bercandamu sudah keterlaluan brengsek, biar kuhabisi kau sekarang juga.” Ucap
Wahyu lalu mengepalkan tangannya bersiap untuk memukul.
“Tidaaakk!!
Tolongg!!” Teriak Jagger yang membuat seluruh siswa dikantin memperhatikannya,
ya meskipun dengan kejadian sebelumnya mengundang perhatian semua orang untuk
melihat kemari.
“Hentikan
Wahyu. Sudah cukup.” Ucapku sambil melerai mereka berdua. Wahyu kemudian
melepaskan kerah Jagger.
“Syukurlah.
Kukira aku akan mati seketika.” Ucap Jagger yang terlihat sangat lesu. Wahyu
lalu pergi.
“Aku
akan berganti pakaian. Kau kembali saja ke lapangan sekolah.” Ucap Wahyu
padaku. “Dan untukmu brengsek. Sekali lagi kau berbuat hal yang memalukan,
tidak ada tempat untuk bersembunyi. Camkan itu.” Lanjut Wahyu dengan nada yang
terdengar jelas sangat emosi. Jagger terlihat begitu tenang.
“Berisik
kau otak udang.” Ledek Jagger.
“Apa!!”
Ucap Wahyu dengan sangat emosi.
“Hey
sudah hentikan kalian.” Ucapku sambil menahan mereka berdua ditengah tengah.
“Kenapa?
Kalau kau berani sini.” Ucap Jagger yang kembali memprovokasi.
“Sialan
kau!!” Ucap Wahyu, dia sekuat tenaga mendorongku dan ingin memukul Jagger
tapi….
“Sakiittt!!”
Ucap Jagger sambil memegang telinga kanannya yang dicubit oleh seseorang.
“Hee?”
Kulihat Okta sedang memegang telinga Jagger dengan sangat keras. Wahyu juga
emosinya sudah menurun. Syukurlah dia menyelamatkan kami kali ini.
“Apa
yang kamu lakukan ditempat ini?” Tanya Okta yang masih dengan posisi yang sama.
“Anu..
anu.. Sakit Okta, tolong lepaskan telingaku.” Rengek Jagger.
“Diamlah,
ayo ikut aku.” Ucap Okta lalu menyeretnya pergi dengan tangan masih memegang
telinga Jagger dengan kuat.
“Baik..
baik..” Ucap Jagger tidak melawan.
Mereka entah pergi kemana.
“Dasar
penakut! Sama wanita saja dia selemah itu.” Ucap Wahyu.
“Kau
benar.” Ucapku yang setuju dengan pendapat Wahyu.
“Aku
akan ke kamar kecil dulu untuk membersihkan dan mengganti pakaianku ini. Kau
kembali saja melihat pertunjukan yang akan dimulai sebentar lagi.” Saran Wahyu
lalu berjalan pergi.
“Tentu.”
Ucapku lalu berjalan menuju aula sekolah yang rencananya aka nada beberapa
esktrakulikuler yang akan tampil untuk menghibur semua siswa yang datang.
Sesampainya disana aku terkejut,
ternyata sudah banyak juga yang datang kesini. Gawat! Aku harus segera masuk
kedalam aula, Paling tidak aku harus dapat tempat duduk didalam untuk menikmati
hiburannya. Setelah berjuang keras untuk masuk kedalam aula, akhirnya aku
berhasil mendapatkan tempat duduk kosong, yahh meskipun tidak terlalu depan
tapi jaraknya sudah lumayan cukup untuk menonton pertunjukannya.
“Jangan
seperti itu. Ayolah maafkan aku atas kejadian tadi. Aku janji nggak akan
ngulangin lagi. Janji.” Ucap seseorang disampingku yang sepertinya sedang
berbicara dengan seseorang disampingnya lagi. Aku merasa mengenal suara ini.
Tapi siapa? Aku lalu menengok kearah kiriku, dan ternyata memang benar. Aku
mengenalnya. Jagger.
“Yah
Okta.. maafkan aku.” Ucap Jagger sambil terus memohon maaf pada orang
disampingnya, tidak lain dan tidak bukan adalah Okta.
“Jagger?”
Ucapku. Jagger kemudian langsung menengok kearah ku.
“Hee?
Kido rupanya. Kau datang untuk menonton juga.?” Tanyanya. Aku mengangguk kecil
lalu sedikit melirik kearah Okta.
“Apa
persoalan tadi masih belum selesai?” Tanyaku.
“Sepertinya
begitu.” Ucap Jagger dengan wajah yang lesu lalu menengok kearah Okta.
“Hee?
Kasian sekali.” Ucapku.
“Jangan
bilang begitu, harusnya kau membantuku agar masalahnya cepat selesai.” Pinta
Jagger.
“Tidak,
itu tidak mungkin. Bagaimana aku bisa membantumu sedangkan aku sendiri tidak
terlalu akrab dengannya.” Ucapku. Dia terlihat murung.
“Haaa,
apa benar kalian ini satu kelas.” Keluh Jagger.
Pertunjukan hiburannya sudah
selesai, waktu menunjukan sudah sore, aku keluar aula itu bersama dengan Jagger
dan Okta. Kulihat langit sedikit mendung, pertanda akan hujan.
“Apa
yang akan kau lakukan selanjutnya Kido?” Tanya Jagger.
“Aku?
Sepertinya langsung pulang saja, lagi pula sudah sore. Kau sendiri?” Tanyaku.
“Ohh
itu…” Ucapnya tergagap sambil sesekali melirik Okta. Kenapa dengannya?
“Kalau
Okta. Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?” Tanyaku pada Okta. Dia hanya
melihatku dengan tatapan tidak suka, kemudian pergi meninggalkan kami.
“Ehh?
Ada apa dengannya? Apa dia masih kesal karena pernah tidak kusadari kalau kita
satu kelas?” Ucapku. Jagger hanya menunduk, dia seperti ingin mengucapkan
sesuatu padaku.
“Anuu..
Kido.” Ucap Jagger.
“Kenapa?”
Tanyaku.
“Sejujurnya
dulu, Okta menaruh perasaan padamu.” Ucap Jagger. Aku terkejut mengetahuinya.
“Kau?
Apa maksudnya?” Tanyaku.
“Yah,
dulu. Sejak kau pertama kali pindah ke sekolah ini kelas 1 semester 2. Okta
sudah suka padamu ketika pertama kali dia melihatmu, dia sering bercerita
padaku saat itu. Dia bilang kalau ada seorang laki-laki yang menaruh
perhatiannya, dan itu adalah kau Kido. Dia berharap bisa lebih dekat denganmu,
dia berharap agar bisa mengobrol denganmu, selama ini dia terus berusaha agar
jarak antara dia denganmu tidak terlalu jauh. Dan puncaknya terjadi ketika
kelas 2 semester 1. Ketika pembagian kelas baru untuk kelas 2 dan kelas 3.”
Ucapnya.
“Saat
itu, aku berada dikelas yang sama dengan Okta benarkan?” Tanyaku. Jagger
mengangguk.
“Ya,
Dia terlihat sangat senang waktu menceritakan padaku kalau dia satu kelas
denganmu. Dia bilang kalau dia tidak boleh menyianyiakan kesempatan ini.
Tapi….” Ucap Jagger yang kemudian terhenti. Aku hanya menunduk, betapa bodohnya
aku waktu itu tidak mengenal kalau Okta satu kelas denganku. Andai saja aku
sedikit jeli dengan semua teman temanku.
“Ternyata
aku sejahat itu ya.” Ucapku dengan wajah menunduk.
“Selang
beberapa hari setelah pertandingan sepakbola waktu itu, dia menemuiku. Aku
sedikit terkejut, waktu itu dia terlihat lesu. Berbeda dari biasanya. Aku
sempat bertanya padanya, tapi dia mengabaikanku. Dia langsung memelukku dengan
erat…. Dan….. sambil menangis, dia..” Ucap Jagger yang juga terlihat menahan
tangisannya. Apa yang sudah kulakukan? Menyakiti seorang wanita yang begitu
ceria benar benar sebuah kejahatan yang tidak bisa dimaafkan begitu saja.
No comments:
Post a Comment