Friday, October 14, 2016

Langit Biru Bagian 15

6 bulan kemudian. Aku telah selesai menjalani UAS semester ganjil, dan saat ini disekolah sedang ada acara class meeting. Yang dimana semua siswa baik dari kelas 1 sampai kelas 3 wajib mengikuti serangkaian lomba olahraga yang diselenggarakan oleh OSIS. Aku tidak terlalu ahli namun tidak terlalu buruk juga jika mengikuti salah satu lomba tersebut. Misalnya pertandingan futsal, voli, basket, bulutangkis maupun tennis meja. Bisa dibilang skill ku rata-rata disetiap bidang. Maka dari itu aku tidak pernah memasang target juara di bidang olahraga manapun pada saat class meeting. Acara ini diadakan hanya 3 hari.

Di hari kedua class meeting Jam 12 siang, aku dan Wahyu pergi kekantin untuk makan siang. Bagaimanapun juga sangat melelahkan mengikuti kegiatan ini dari pagi sampai siang hari menurutku. Beda dengan Wahyu, staminanya benar benar luar biasa. Dia bahkan tidak terlihat lelah sama sekali.

“Ada apa? Kenapa kelasmu kalah melawan kelas satu? Padahal aku pikir kelas kita akan bertanding di final futsal putra.” Tanyanya.

“Tidak ada apa-apa, memang anak kelas satunya yang memiliki kemampuan diatas kami kelas 2B. lagi pula kami berhasil masuk 4 besar, bukan prestasi yang buruk juga kan?” Ucapku sambil meminum minuman yang sudah dipesan.

“Kau ini selalu saja terlihat lembek. Di cabang Voli, Bulutangkis dan Basket pun kelasmu kalah di 4 besar juga. Itu artinya tidak ada perwakilan kelasmu yang bertanding di final besok.” Ucapnya.

“Iya aku tau itu. Sudahlah tidak perlu dipermasalahkan lagi. Kalah tetap saja kalah, aku tidak mau depresi berat hanya karena kalah di semifinal class meeting di sekolah.” Ucapku. Wahyu hanya diam saja.

“Haaaahh baiklah, susah memang.” Ucapnya, aku sedikit kesal dengan nada bicaranya.

“Apa!!” Ucapku dengan nada sedikit keras.

“Ohh iya, kau masih berkomunikasi dengan Shani?” Tanyanya. Hah? Kenapa dia bertanya itu.

“Yah, tapi jarang.” Jawabku.

“Begitu ya. Sudah 6 bulan kita tidak bertemu dengannya. Dia pasti sudah bertambah tinggi dan cantik yah.” Ucapnya sambil melihat langit.

“Yah kau benar. Tidak terasa sekali sudah 6 bulan.” Ucapku sambil meminum minumanku.

“KIDO!!” Seseorang menepuk pundakku. Sontak air minum yang aku minum tersembur kearah Wahyu semua. Wahyu terlihat kesal dengan orang dibelakangku.

“Eehhh? Maaf maaf.” Ucap orang itu yang tidak lain adalah Jagger.

“Apa yang kau lakukan brengsek.” Ucap Wahyu lalu berdiri dan langsung menarik kerah Jagger. Jagger terlihat panik dan berusaha menenangkan Wahyu. Aku hanya menepuk nepuk dadaku. Sialan!! Aku pikir aku akan mati.

“Ahh ayolah Wahyu, aku kan cuma bercanda. Kau tidak usah seserius itu yah?” Bujuknya. Sebenarnya Wahyu dan Jagger itu satu kelas, pertama kali aku tau soal itu ketika selalu melihat Jagger dan Wahyu selalu bersama-sama, baik dikantin maupun dikelas. Wahyu juga sudah bercerita padaku kalau Jagger itu memang berpacaran dengan Okta. Gadis yang keberadaanya tidak dianggap olehku. Jahatnya atuh. Tapi ya begini, setiap mereka bertemu selalu saja ada masalah yang timbul dan membuat mereka berselisih.

“Berisik!! Bercandamu sudah keterlaluan brengsek, biar kuhabisi kau sekarang juga.” Ucap Wahyu lalu mengepalkan tangannya bersiap untuk memukul.

“Tidaaakk!! Tolongg!!” Teriak Jagger yang membuat seluruh siswa dikantin memperhatikannya, ya meskipun dengan kejadian sebelumnya mengundang perhatian semua orang untuk melihat kemari.

“Hentikan Wahyu. Sudah cukup.” Ucapku sambil melerai mereka berdua. Wahyu kemudian melepaskan kerah Jagger.

“Syukurlah. Kukira aku akan mati seketika.” Ucap Jagger yang terlihat sangat lesu. Wahyu lalu pergi.

“Aku akan berganti pakaian. Kau kembali saja ke lapangan sekolah.” Ucap Wahyu padaku. “Dan untukmu brengsek. Sekali lagi kau berbuat hal yang memalukan, tidak ada tempat untuk bersembunyi. Camkan itu.” Lanjut Wahyu dengan nada yang terdengar jelas sangat emosi. Jagger terlihat begitu tenang.

“Berisik kau otak udang.” Ledek Jagger.

“Apa!!” Ucap Wahyu dengan sangat emosi.

“Hey sudah hentikan kalian.” Ucapku sambil menahan mereka berdua ditengah tengah.

“Kenapa? Kalau kau berani sini.” Ucap Jagger yang kembali memprovokasi.

“Sialan kau!!” Ucap Wahyu, dia sekuat tenaga mendorongku dan ingin memukul Jagger tapi….

“Sakiittt!!” Ucap Jagger sambil memegang telinga kanannya yang dicubit oleh seseorang.

“Hee?” Kulihat Okta sedang memegang telinga Jagger dengan sangat keras. Wahyu juga emosinya sudah menurun. Syukurlah dia menyelamatkan kami kali ini.

“Apa yang kamu lakukan ditempat ini?” Tanya Okta yang masih dengan posisi yang sama.

“Anu.. anu.. Sakit Okta, tolong lepaskan telingaku.” Rengek Jagger.

“Diamlah, ayo ikut aku.” Ucap Okta lalu menyeretnya pergi dengan tangan masih memegang telinga Jagger dengan kuat.

“Baik.. baik..” Ucap Jagger tidak melawan.  Mereka entah pergi kemana.

“Dasar penakut! Sama wanita saja dia selemah itu.” Ucap Wahyu.

“Kau benar.” Ucapku yang setuju dengan pendapat Wahyu.

“Aku akan ke kamar kecil dulu untuk membersihkan dan mengganti pakaianku ini. Kau kembali saja melihat pertunjukan yang akan dimulai sebentar lagi.” Saran Wahyu lalu berjalan pergi.

“Tentu.” Ucapku lalu berjalan menuju aula sekolah yang rencananya aka nada beberapa esktrakulikuler yang akan tampil untuk menghibur semua siswa yang datang.

Sesampainya disana aku terkejut, ternyata sudah banyak juga yang datang kesini. Gawat! Aku harus segera masuk kedalam aula, Paling tidak aku harus dapat tempat duduk didalam untuk menikmati hiburannya. Setelah berjuang keras untuk masuk kedalam aula, akhirnya aku berhasil mendapatkan tempat duduk kosong, yahh meskipun tidak terlalu depan tapi jaraknya sudah lumayan cukup untuk menonton pertunjukannya.

“Jangan seperti itu. Ayolah maafkan aku atas kejadian tadi. Aku janji nggak akan ngulangin lagi. Janji.” Ucap seseorang disampingku yang sepertinya sedang berbicara dengan seseorang disampingnya lagi. Aku merasa mengenal suara ini. Tapi siapa? Aku lalu menengok kearah kiriku, dan ternyata memang benar. Aku mengenalnya. Jagger.

“Yah Okta.. maafkan aku.” Ucap Jagger sambil terus memohon maaf pada orang disampingnya, tidak lain dan tidak bukan adalah Okta.

“Jagger?” Ucapku. Jagger kemudian langsung menengok kearah ku.

“Hee? Kido rupanya. Kau datang untuk menonton juga.?” Tanyanya. Aku mengangguk kecil lalu sedikit melirik kearah Okta.

“Apa persoalan tadi masih belum selesai?” Tanyaku.

“Sepertinya begitu.” Ucap Jagger dengan wajah yang lesu lalu menengok kearah Okta.

“Hee? Kasian sekali.” Ucapku.

“Jangan bilang begitu, harusnya kau membantuku agar masalahnya cepat selesai.” Pinta Jagger.

“Tidak, itu tidak mungkin. Bagaimana aku bisa membantumu sedangkan aku sendiri tidak terlalu akrab dengannya.” Ucapku. Dia terlihat murung.

“Haaa, apa benar kalian ini satu kelas.” Keluh Jagger.

Pertunjukan hiburannya sudah selesai, waktu menunjukan sudah sore, aku keluar aula itu bersama dengan Jagger dan Okta. Kulihat langit sedikit mendung, pertanda akan hujan.

“Apa yang akan kau lakukan selanjutnya Kido?” Tanya Jagger.

“Aku? Sepertinya langsung pulang saja, lagi pula sudah sore. Kau sendiri?” Tanyaku.

“Ohh itu…” Ucapnya tergagap sambil sesekali melirik Okta. Kenapa dengannya?

“Kalau Okta. Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?” Tanyaku pada Okta. Dia hanya melihatku dengan tatapan tidak suka, kemudian pergi meninggalkan kami.

“Ehh? Ada apa dengannya? Apa dia masih kesal karena pernah tidak kusadari kalau kita satu kelas?” Ucapku. Jagger hanya menunduk, dia seperti ingin mengucapkan sesuatu padaku.

“Anuu.. Kido.” Ucap Jagger.

“Kenapa?” Tanyaku.

“Sejujurnya dulu, Okta menaruh perasaan padamu.” Ucap Jagger. Aku terkejut mengetahuinya.

“Kau? Apa maksudnya?” Tanyaku.

“Yah, dulu. Sejak kau pertama kali pindah ke sekolah ini kelas 1 semester 2. Okta sudah suka padamu ketika pertama kali dia melihatmu, dia sering bercerita padaku saat itu. Dia bilang kalau ada seorang laki-laki yang menaruh perhatiannya, dan itu adalah kau Kido. Dia berharap bisa lebih dekat denganmu, dia berharap agar bisa mengobrol denganmu, selama ini dia terus berusaha agar jarak antara dia denganmu tidak terlalu jauh. Dan puncaknya terjadi ketika kelas 2 semester 1. Ketika pembagian kelas baru untuk kelas 2 dan kelas 3.” Ucapnya.

“Saat itu, aku berada dikelas yang sama dengan Okta benarkan?” Tanyaku. Jagger mengangguk.

“Ya, Dia terlihat sangat senang waktu menceritakan padaku kalau dia satu kelas denganmu. Dia bilang kalau dia tidak boleh menyianyiakan kesempatan ini. Tapi….” Ucap Jagger yang kemudian terhenti. Aku hanya menunduk, betapa bodohnya aku waktu itu tidak mengenal kalau Okta satu kelas denganku. Andai saja aku sedikit jeli dengan semua teman temanku.

“Ternyata aku sejahat itu ya.” Ucapku dengan wajah menunduk.

“Selang beberapa hari setelah pertandingan sepakbola waktu itu, dia menemuiku. Aku sedikit terkejut, waktu itu dia terlihat lesu. Berbeda dari biasanya. Aku sempat bertanya padanya, tapi dia mengabaikanku. Dia langsung memelukku dengan erat…. Dan….. sambil menangis, dia..” Ucap Jagger yang juga terlihat menahan tangisannya. Apa yang sudah kulakukan? Menyakiti seorang wanita yang begitu ceria benar benar sebuah kejahatan yang tidak bisa dimaafkan begitu saja.

No comments:

Post a Comment