Segerombolan siswa seperti sedang mengerebungi
sesuatu. Aku terus memperhatikannya, seorang wanita. Tidak mungkin! Dia!!
Sinka? Pikirku. Sedang apa dia disini? Wanita yang sudah menjatuhkan harga
diriku didepan kakakku sendiri.
“Kau
mengenalnya?” Tanya Wahyu yang sudah berada didekatku.
“Hah?
Kau mengagetkanku saja. Dasar!!” Ucapku.
“Semua
siswa terutama laki-laki sedang heboh membicarakannya. Seorang wanita cantik
dari luar negeri akan bersekolah disini. Ada yang bilang dia seorang model
internasional. Dengan usia yang masih muda dan bakatnya, kemungkinan dia akan
menjadi bintang yang terkenal suatu hari bukan hanya isapan jempol semata.”
Ucapnya. Tumben sekali, saat ini Wahyu mulai bicara banyak.
“Benarkah
dia seorang model?” Tanyaku. Yang benar saja, saat pertama kali berjumpa
dengannya aku bahkan tidak berpikiran kesana. Memang untuk ukuran model, postur
dan bentuk tubuhnya yang bagus benar-benar sangat mendukung. Tapi melihat
sikapnya yang waktu itu membuatku sedikit kurang percaya dengan apa yang
dikatakan Wahyu barusan.
“Terkadang
kau memang suka kurang teliti. Lihatlah di papan pengumuman, fotonya terpampang
jelas disana. Kalau tidak salah itu diambil dari majalah bulan lalu.” Ucapnya.
Benarkah? Memang sih kadang aku suka kurang teliti, terutama soal pengumuman
yang tertulis dan ditempel disekolah. Menurutku tidak ada yang menarik.
“Aku
tidak tau. Sungguh.” Ucapku.
“Dasar!!
Sudahlah tidak usah dipikirkan. Aku pulang duluan.” Ucapnya lalu pergi.
“Yah.”
Balasku. Tapi apa benar dia akan bersekolah disini? Aku masih melihat banyak
sekali siswa laki-laki yang berusaha mendekatinya, bahkan bukan siswa laki-laki
saja. Siswi perempuan pun ikut meramaikannya. Tapi aku ingin melihatnya lebih
dekat lagi. Hanya untuk memastikan apa dia orang yang sama dengan yang waktu
itu atau berbeda.
Beberapa pengawal pribadinya mulai
meredakan histeria para siswa dan siswi yang berebut minta foto dengannya. Dia
mulai berjalan kearahku, sepertinya dia masih belum melihatku. Aku penasaran
bagaimana reaksinya jika bertemu denganku disini.
Dia terus berjalan dan perlahan
mulai melihat ke arahku. Mata kami saling bertemu, dia berhenti berjalan. Semua
siswa yang histeris mendadak diam melihat kami. Jantungku berdegup kencang
sekali.
“Lo?”
Ucapnya kaget. Aku tidak meresponnya, hanya diam dan melihat bagaimana sikapnya
selanjutnya.
“Cowok
brengsek yang seenaknya merangkul gue dan ngaku-ngaku pacar gue? Astaga Tuhan!
Ternyata dia sekolah disini juga.” Ucapnya yang terlihat menyesal. Aku hanya
tersenyum. Lalu berjalan melewatinya.
“Aku
kira kau lupa denganku. Baguslah kau ingat. Tapi, aku pasti akan semakin malas
untuk berangkat kesekolah karena kau juga bersekolah disini.” Ucapku yang
berhenti berjalan tepat berada disampingnya.
“Lo
pikir gue bakal senang gitu sekolah disini? Kalo tau lo sekolah disini mending
gue pindah aja dari sini.” Ucapnya.
“Kalau
begitu kenapa tidak kau lakukan saja ucapanmu itu? Toh sekarang kau juga sudah
tau kalau aku juga bersekolah disini? Jadi untuk apa menahan dirimu disini?”
Ucapku lalu berjalan pergi.
“Lo
itu ya!! Emang cowok paling brengsek yang pernah gue kenal.” Teriaknya. Aku
tidak memperdulikannya. Aku terus berjalan melewati kerumunan yang tadi sempat
ramai tapi sekarang terasa sangat sunyi itu.
Sungguh, ketika kesan pertama bertemu dengannya sangat menyebalkan. Aku pikir dia wanita yang anggun dan baik. Tapi nyatanya. Apa mungkin ini salahku juga. Tiba-tiba merangkulnya dan mengatakan ke kak Ve kalau dia itu pacarku, tanpa memperdulikan perasaannya bagaimana. Dasar!! Sepertinya memang akulah yang bersalah, tapi entah kenapa aku sangat benci padanya. Entahlah, seperti ada alasan lain kenapa aku seperti ini.
Sungguh, ketika kesan pertama bertemu dengannya sangat menyebalkan. Aku pikir dia wanita yang anggun dan baik. Tapi nyatanya. Apa mungkin ini salahku juga. Tiba-tiba merangkulnya dan mengatakan ke kak Ve kalau dia itu pacarku, tanpa memperdulikan perasaannya bagaimana. Dasar!! Sepertinya memang akulah yang bersalah, tapi entah kenapa aku sangat benci padanya. Entahlah, seperti ada alasan lain kenapa aku seperti ini.
*
Hari ini pertandingan sepak bola
antar SMA dimulai. Semua siswa terutama kelas 2 diwajibkan untuk mendukung tim
sekolah dan datang ke lapangan bola dekat sekolah. Yang tidak datang untuk
mendukung tim sekolah akan dianggap bolos dan akan ada hukumannya. Sungguh
peraturan yang gila.
Aku sudah berdiri disamping lapangan.
Kulihat penonton sangat banyak yang menonton hari ini, disamping terpaksa
karena iming-iming hukuman dari guru bp, yang datang untuk mendukung dengan
sepenuh hati juga banyak.
Pemain sudah mulai melakukan
pemanasan dilapangan, kulihat juga Wahyu ada diantara pemain disana.
“Tahun
lalu tidak seramai ini ya.” Ucap seseorang disampingku. Aku menoleh. Ehh? Aku
tidak mengenalnya. Siapa dia?
“Aku
Okta.” Ucapnya lagi sambil mengulurkan tangannya.
“Kido.”
Ucapku sambil menjabat tangannya. Lalu kuperhatikan wajahnya.
“Kenapa?”
Tanyanya.
“Ahh
tidak. Apa kamu siswi pindahan?” Tanyaku.
“Jahatnya,
masa kamu ga kenal aku?” Ucapnya sambil mengembungkan pipinya.
“Maaf
maaf, aku benar-benar tidak tau.” Ucapku dengan segala penyesalan karena sudah
bertanya seperti itu padanya.
“Wajar
sih karena dulu waktu kelas satu kita ngga sekelas. Dan kamu juga siswa
pindahan kan? Tapi sekarang aku juga dikelas 2B, kelas yang sama denganmu.
Sungguh keterlaluan tidak mengenalku sama sekali.” Ucapnya lalu mengalihkan
pandangannya pada lapangan.
“Ahh
maaf.” Ucapku. Kulihat dia masih dalam ekspresi kesalnya karena aku tidak
mengenalnya dikelas. Sial..!! Aku benar benar mati gaya. Apa yang harus
dilakukan ketika ada seorang wanita yang kesal karena suatu hal? Diam saja?
Atau mencoba untuk menegurnya kembali? Ahh mungkin didiamkan lebih baik, dari
pada ditegur dan menyebabkan masalah baru nantinya.
‘Priitttt’
Suara peluit tanda pertandingan babak pertama dimulai baru dibunyikan.
“Yosshh
akhirnya dimulai juga.” Ucapku. Sontak aku langsung menutup mulutku, takutnya
kata-kataku menyinggungnya atau semacamnya. Wahyu berposisi sebagai striker,
posisi favoritnya. Aku harap dipertandingan ini dia mencetak banyak gol.
*
‘Priittt
Priitt Priitt’
Peluit tanda berakhirnya babak kedua telah dibunyikan, dan dimenangkan oleh SMA kita dengan skor 2 – 0 . Wahyu mencetak satu gol kegawang lawan. Pertandingan yang seru. Aku melihat kesampingku, sepertinya Okta sudah tidak ada disini. Sejak kapan? Aku benar-benar tidak menyadari kepergiannya. Mungkin karena terlalu asyik menonton bola. Aku beranjak pergi dari sana bersama teman-teman SMA ku yang lainnya dan kembali ke kelas.
Setelah sampai dikelas, aku
memperhatikan sekitar. Ternyata memang benar, Okta satu kelas denganku. Kenapa
aku sampai tidak mengetahuinya. Kulihat dia sedang duduk sambil membaca buku,
lalu aku duduk di kursiku dan membuka buku pelajaran saat ini.
Tidak terasa bel pulang sudah
berbunyi. Saatnya untuk pulang, dan aku harap aku tidak bertemu dengan Sinka
dijalan nanti. Aku benar-benar masih kesal padanya.
“Kido.”
Panggil Ibu guru yang sedang membereskan beberapa buku dimejanya.
“Iya
bu?” Ucapku lalu menghampirinya.
“Tolong
antarkan buku paket ini ke perpustakaan yah.” Perintahnya sambil memberikan
buku paket yang dimaksud lalu pergi.
“Ahh
iya bu.” Ucapku yang tidak mungkin menolak suruhan dari Guru lalu mulai membawa
buku paket itu ke perpustakaan.
Setelah mengantarkan sebuah buku ke
perpustakaan, aku langsung bergegas pulang. Kulihat digerbang sekolah Okta
seperti sedang kebingungan, cemas, risau, dan gelisah. Aku lalu menghampirinya.
“Hei.”
Sapaku. Dia lalu melihatku dan langsung mengalihkan pandangannya ketempat lain.
Oi!!! Itu membuatku jengkel. Sial!! Padahal aku hanya khawatir melihatnya
seperti itu, tapi dia malah menghiraukan ku begitu saja.
“Okta!!”
Terdengar suara yang sangat kencang dari dalam sekolah. Hah? Siapa dia? Orang
itu sedikit berlari kemudian menyapa Okta.
“Lagi-lagi
membuat orang lain khawatir dasar bodoh.” Ucap Okta pada laki-laki itu. Dia
hanya cengengesan.
“Iya
aku tau. Maaf karena sudah membuatmu khawatir.” Ucap laki-laki itu. Dia lalu
melihatku. Celaka!! Kenapa juga aku mematung ditempat ini, memalukan!!
“Yo,
siapa kau? Teman sekelasnya Okta?” Tanyanya padaku.
“Ya.”
Ucapku.
“Begitu
ya. Ahh aku Jagger.” Ucapnya sambil mengulurkan tangannya.
“Kido.”
Ucapku sambil menjabat tangannya.
“Uhh
ayo cepetan kita pulang!!” Ucap Okta sambil menarik keras tangan Jagger untuk
segera pergi.
“Iya
iya, aku tau. Sabar dulu sih. Sampai jumpa lagi Kido.” Balas Jagger yang tidak
melawan sedikitpun.
“Iya.”
Ucapku. Aneh sekali. Apa mereka berpacaran? Tanyaku didalam hati.
“Kido
kau belum pulang?” Tanya seseorang dibelakangku.
“Eehhh!!
Mengagetkanku saja kau ini.” Ucapku yang sempat terkejut.
“Kau
aneh sekali.” Ucap Wahyu yang sepertinya mau pulang.
“Berisik!!
Kau sendiri yang aneh dasar!!” Ucapku lalu pergi meninggalkannya.
Setelah sampai dirumah aku membantu
ibuku beres-beres rumah dan semacamnya, kadang sesekali aku berkunjung ke rumah
kakek neneknya Shani sendiri ataupun berdua bersama Wahyu.
No comments:
Post a Comment