Friday, October 7, 2016

Langit Biru Bagian 14


Segerombolan siswa seperti sedang mengerebungi sesuatu. Aku terus memperhatikannya, seorang wanita. Tidak mungkin! Dia!! Sinka? Pikirku. Sedang apa dia disini? Wanita yang sudah menjatuhkan harga diriku didepan kakakku sendiri.

“Kau mengenalnya?” Tanya Wahyu yang sudah berada didekatku.

“Hah? Kau mengagetkanku saja. Dasar!!” Ucapku.

“Semua siswa terutama laki-laki sedang heboh membicarakannya. Seorang wanita cantik dari luar negeri akan bersekolah disini. Ada yang bilang dia seorang model internasional. Dengan usia yang masih muda dan bakatnya, kemungkinan dia akan menjadi bintang yang terkenal suatu hari bukan hanya isapan jempol semata.” Ucapnya. Tumben sekali, saat ini Wahyu mulai bicara banyak.

“Benarkah dia seorang model?” Tanyaku. Yang benar saja, saat pertama kali berjumpa dengannya aku bahkan tidak berpikiran kesana. Memang untuk ukuran model, postur dan bentuk tubuhnya yang bagus benar-benar sangat mendukung. Tapi melihat sikapnya yang waktu itu membuatku sedikit kurang percaya dengan apa yang dikatakan Wahyu barusan.

“Terkadang kau memang suka kurang teliti. Lihatlah di papan pengumuman, fotonya terpampang jelas disana. Kalau tidak salah itu diambil dari majalah bulan lalu.” Ucapnya. Benarkah? Memang sih kadang aku suka kurang teliti, terutama soal pengumuman yang tertulis dan ditempel disekolah. Menurutku tidak ada yang menarik.

“Aku tidak tau. Sungguh.” Ucapku.

“Dasar!! Sudahlah tidak usah dipikirkan. Aku pulang duluan.” Ucapnya lalu pergi.

“Yah.” Balasku. Tapi apa benar dia akan bersekolah disini? Aku masih melihat banyak sekali siswa laki-laki yang berusaha mendekatinya, bahkan bukan siswa laki-laki saja. Siswi perempuan pun ikut meramaikannya. Tapi aku ingin melihatnya lebih dekat lagi. Hanya untuk memastikan apa dia orang yang sama dengan yang waktu itu atau berbeda.

Beberapa pengawal pribadinya mulai meredakan histeria para siswa dan siswi yang berebut minta foto dengannya. Dia mulai berjalan kearahku, sepertinya dia masih belum melihatku. Aku penasaran bagaimana reaksinya jika bertemu denganku disini.

Dia terus berjalan dan perlahan mulai melihat ke arahku. Mata kami saling bertemu, dia berhenti berjalan. Semua siswa yang histeris mendadak diam melihat kami. Jantungku berdegup kencang sekali.

“Lo?” Ucapnya kaget. Aku tidak meresponnya, hanya diam dan melihat bagaimana sikapnya selanjutnya.

“Cowok brengsek yang seenaknya merangkul gue dan ngaku-ngaku pacar gue? Astaga Tuhan! Ternyata dia sekolah disini juga.” Ucapnya yang terlihat menyesal. Aku hanya tersenyum. Lalu berjalan melewatinya.

“Aku kira kau lupa denganku. Baguslah kau ingat. Tapi, aku pasti akan semakin malas untuk berangkat kesekolah karena kau juga bersekolah disini.” Ucapku yang berhenti berjalan tepat berada disampingnya.

“Lo pikir gue bakal senang gitu sekolah disini? Kalo tau lo sekolah disini mending gue pindah aja dari sini.” Ucapnya.

“Kalau begitu kenapa tidak kau lakukan saja ucapanmu itu? Toh sekarang kau juga sudah tau kalau aku juga bersekolah disini? Jadi untuk apa menahan dirimu disini?” Ucapku lalu berjalan pergi.

“Lo itu ya!! Emang cowok paling brengsek yang pernah gue kenal.” Teriaknya. Aku tidak memperdulikannya. Aku terus berjalan melewati kerumunan yang tadi sempat ramai tapi sekarang terasa sangat sunyi itu.

Sungguh, ketika kesan pertama bertemu dengannya sangat menyebalkan. Aku pikir dia wanita yang anggun dan baik. Tapi nyatanya. Apa mungkin ini salahku juga. Tiba-tiba merangkulnya dan mengatakan ke kak Ve kalau dia itu pacarku, tanpa memperdulikan perasaannya bagaimana. Dasar!! Sepertinya memang akulah yang bersalah, tapi entah kenapa aku sangat benci padanya. Entahlah, seperti ada alasan lain kenapa aku seperti ini.

*

Hari ini pertandingan sepak bola antar SMA dimulai. Semua siswa terutama kelas 2 diwajibkan untuk mendukung tim sekolah dan datang ke lapangan bola dekat sekolah. Yang tidak datang untuk mendukung tim sekolah akan dianggap bolos dan akan ada hukumannya. Sungguh peraturan yang gila.

Aku sudah berdiri disamping lapangan. Kulihat penonton sangat banyak yang menonton hari ini, disamping terpaksa karena iming-iming hukuman dari guru bp, yang datang untuk mendukung dengan sepenuh hati juga banyak.

Pemain sudah mulai melakukan pemanasan dilapangan, kulihat juga Wahyu ada diantara pemain disana.

“Tahun lalu tidak seramai ini ya.” Ucap seseorang disampingku. Aku menoleh. Ehh? Aku tidak mengenalnya. Siapa dia?

“Aku Okta.” Ucapnya lagi sambil mengulurkan tangannya.

“Kido.” Ucapku sambil menjabat tangannya. Lalu kuperhatikan wajahnya.

“Kenapa?” Tanyanya.

“Ahh tidak. Apa kamu siswi pindahan?” Tanyaku.

“Jahatnya, masa kamu ga kenal aku?” Ucapnya sambil mengembungkan pipinya.

“Maaf maaf, aku benar-benar tidak tau.” Ucapku dengan segala penyesalan karena sudah bertanya seperti itu padanya.

“Wajar sih karena dulu waktu kelas satu kita ngga sekelas. Dan kamu juga siswa pindahan kan? Tapi sekarang aku juga dikelas 2B, kelas yang sama denganmu. Sungguh keterlaluan tidak mengenalku sama sekali.” Ucapnya lalu mengalihkan pandangannya pada lapangan.

“Ahh maaf.” Ucapku. Kulihat dia masih dalam ekspresi kesalnya karena aku tidak mengenalnya dikelas. Sial..!! Aku benar benar mati gaya. Apa yang harus dilakukan ketika ada seorang wanita yang kesal karena suatu hal? Diam saja? Atau mencoba untuk menegurnya kembali? Ahh mungkin didiamkan lebih baik, dari pada ditegur dan menyebabkan masalah baru nantinya.

‘Priitttt’

Suara peluit tanda pertandingan babak pertama dimulai baru dibunyikan.

“Yosshh akhirnya dimulai juga.” Ucapku. Sontak aku langsung menutup mulutku, takutnya kata-kataku menyinggungnya atau semacamnya. Wahyu berposisi sebagai striker, posisi favoritnya. Aku harap dipertandingan ini dia mencetak banyak gol.

*

‘Priittt Priitt Priitt’

Peluit tanda berakhirnya babak kedua telah dibunyikan, dan dimenangkan oleh SMA kita dengan skor 2 – 0 . Wahyu mencetak satu gol kegawang lawan. Pertandingan yang seru. Aku melihat kesampingku, sepertinya Okta sudah tidak ada disini. Sejak kapan? Aku benar-benar tidak menyadari kepergiannya. Mungkin karena terlalu asyik menonton bola. Aku beranjak pergi dari sana bersama teman-teman SMA ku yang lainnya dan kembali ke kelas.

Setelah sampai dikelas, aku memperhatikan sekitar. Ternyata memang benar, Okta satu kelas denganku. Kenapa aku sampai tidak mengetahuinya. Kulihat dia sedang duduk sambil membaca buku, lalu aku duduk di kursiku dan membuka buku pelajaran saat ini.

Tidak terasa bel pulang sudah berbunyi. Saatnya untuk pulang, dan aku harap aku tidak bertemu dengan Sinka dijalan nanti. Aku benar-benar masih kesal padanya.

“Kido.” Panggil Ibu guru yang sedang membereskan beberapa buku dimejanya.

“Iya bu?” Ucapku lalu menghampirinya.

“Tolong antarkan buku paket ini ke perpustakaan yah.” Perintahnya sambil memberikan buku paket yang dimaksud lalu pergi.

“Ahh iya bu.” Ucapku yang tidak mungkin menolak suruhan dari Guru lalu mulai membawa buku paket itu ke perpustakaan.

Setelah mengantarkan sebuah buku ke perpustakaan, aku langsung bergegas pulang. Kulihat digerbang sekolah Okta seperti sedang kebingungan, cemas, risau, dan gelisah. Aku lalu menghampirinya.

“Hei.” Sapaku. Dia lalu melihatku dan langsung mengalihkan pandangannya ketempat lain. Oi!!! Itu membuatku jengkel. Sial!! Padahal aku hanya khawatir melihatnya seperti itu, tapi dia malah menghiraukan ku begitu saja.

“Okta!!” Terdengar suara yang sangat kencang dari dalam sekolah. Hah? Siapa dia? Orang itu sedikit berlari kemudian menyapa Okta.

“Lagi-lagi membuat orang lain khawatir dasar bodoh.” Ucap Okta pada laki-laki itu. Dia hanya cengengesan.

“Iya aku tau. Maaf karena sudah membuatmu khawatir.” Ucap laki-laki itu. Dia lalu melihatku. Celaka!! Kenapa juga aku mematung ditempat ini, memalukan!!

“Yo, siapa kau? Teman sekelasnya Okta?” Tanyanya padaku.

“Ya.” Ucapku.

“Begitu ya. Ahh aku Jagger.” Ucapnya sambil mengulurkan tangannya.

“Kido.” Ucapku sambil menjabat tangannya.

“Uhh ayo cepetan kita pulang!!” Ucap Okta sambil menarik keras tangan Jagger untuk segera pergi.

“Iya iya, aku tau. Sabar dulu sih. Sampai jumpa lagi Kido.” Balas Jagger yang tidak melawan sedikitpun.

“Iya.” Ucapku. Aneh sekali. Apa mereka berpacaran? Tanyaku didalam hati.

“Kido kau belum pulang?” Tanya seseorang dibelakangku.

“Eehhh!! Mengagetkanku saja kau ini.” Ucapku yang sempat terkejut.

“Kau aneh sekali.” Ucap Wahyu yang sepertinya mau pulang.

“Berisik!! Kau sendiri yang aneh dasar!!” Ucapku lalu pergi meninggalkannya.

Setelah sampai dirumah aku membantu ibuku beres-beres rumah dan semacamnya, kadang sesekali aku berkunjung ke rumah kakek neneknya Shani sendiri ataupun berdua bersama Wahyu.

No comments:

Post a Comment