Pagi hari yang cerah menyapa hari
senin ini. Yang menandakan dimulainya masa sekolah. Aku dan Wahyu berangkat
bersama. Namun, perasaan aneh muncul. Seperti ada yang menghilang atau
seseorang yang tidak ada. Yah, tentu saja. Biasanya kami berangkat sekolah
bertiga bersama Shani juga, namun seperti diketahui. Dia dan Ibunya pindah
rumah dan juga sekolah. Perasaan ini justru sangat mengganggu moodku dan
mungkin juga mengganggu mood Wahyu juga. Sepanjang jalan kami tidak terlalu
sering mengobrol. Kami seperti sibuk dengan pikiran masing-masing sampai tiba
disekolah.
“Aku
mau langsung ke papan pengumuman Kido.” Ucap Wahyu yang sepertinya berniat
untuk tidak pergi kekantin seperti biasa yang kami lakukan setiap pagi.
“Baiklah.”
Ucapku, sambil melihatnya berjalan menuju kearah papan pengumuman yang sudah dikerubungi oleh
banyak siswa.
Sudah kuduga memang suasana seperti
ini akan terjadi. Benar-benar hal yang tidak kuinginkan. Setelah kepindahan
Shani sepertinya hubunganku dengan Wahyu jadi kurang kondusif, mungkin itu
salah satu faktor kerenggangan kami. Seperti biasa aku membeli beberapa
minuman, kulihat juga Rena dan Bella berada dikantin ini. Benar juga, mereka
sempat bercerita kalau mereka akan bersekolah disini. Sepertinya mereka berdua
menyadari kehadiranku. Mereka berjalan kearahku.
“Hai
Kak Kido.” Sapa Rena sambil tersenyum.
“Hallo
kak.” Lanjut Bella.
“Hai.”
Ucapku sambil tersenyum.
“Tumben
nggak bareng sama Kak Wahyu?” Tanya Rena.
“Ahh
iya, tadi berangkat bareng kok, Cuma tadi dia bilang mau lihat papan
pengumuman, karena katanya kelas 2 di shuffle. Jadi dia penasaran.” Ucapku.
“Begitu
ya. Kakak sendiri ngga penasaran?” Tanya Bella.
“Ya
penasaran juga sih, tapi kan banyak orang didepan sana. Mungkin nanti aja nunggu
sepi baru deh lihat lihat.” Ucapku. Mereka hanya sedikit mengangguk.
“Kalau
begitu kami kekelas dulu ya kak.” Ucap Bella.
“Ahh
iya.” Ucapku, lalu mereka berdua berjalan pergi.
Setelah dari kantin aku pergi ke
papan pengumuman untuk melihat namaku tertera dikelas mana. Setelah
kulihat-lihat namaku ada dikelas 2B IPA, dan ternyata aku dan Wahyu beda kelas,
dia berada dikelas 2C IPA. Kalau begini bagaimana aku dan Wahyu bisa dekat
lagi. Bahkan kelas pun kita berbeda. Andai saja Shani disini, situasinya pasti
tidak akan begini.
Hari ini yang masuk cuma wali kelas
untuk perkenalan semua siswa dan juga bobot mata ajar yang akan dihadapi.
Setelah itu kami diperbolehkan pulang, aku pergi kekantin untuk membeli
beberapa makanan lalu bersantai sejenak disana setelah itu aku langsung pulang.
Tidak seperti biasanya. Sudah beberapa hari ini Wahyu tidak berangkat bersama denganku, bahkan saat bertemupun kami seperti seorang yang tidak saling kenal. Aku mulai sedikit bingung dengan perubahan sikap yang dia tunjukan akhir-akhir ini.
Aku berpikir sebaiknya aku datang menemui Wahyu agar semuanya jelas, kenapa dengan perubahan sikapnya itu. Setelah bel pulang berbunyi, aku langsung pergi kelapang futsal karena tim sepakbola sekolah mengadakan latihan disana hari ini. Kukira Wahyu juga pasti ada disana. Aku melihatnya, dia sedang memakai sepatu futsalnya. Aku berjalan mendekatinya. Sepertinya Wahyu pun menyadari keberadaanku. Aku melempar botol minuman kearahnya, dan dia dengan sigap menangkapnya.
Tidak seperti biasanya. Sudah beberapa hari ini Wahyu tidak berangkat bersama denganku, bahkan saat bertemupun kami seperti seorang yang tidak saling kenal. Aku mulai sedikit bingung dengan perubahan sikap yang dia tunjukan akhir-akhir ini.
Aku berpikir sebaiknya aku datang menemui Wahyu agar semuanya jelas, kenapa dengan perubahan sikapnya itu. Setelah bel pulang berbunyi, aku langsung pergi kelapang futsal karena tim sepakbola sekolah mengadakan latihan disana hari ini. Kukira Wahyu juga pasti ada disana. Aku melihatnya, dia sedang memakai sepatu futsalnya. Aku berjalan mendekatinya. Sepertinya Wahyu pun menyadari keberadaanku. Aku melempar botol minuman kearahnya, dan dia dengan sigap menangkapnya.
“Ohh
kau rupanya.” Ucapnya dengan sedikit cuek.
“Ada
apa? Tidak biasanya kau bersikap sedingin ini padaku?” Tanyaku to the poin.
“Tidak
ada apa-apa.” Ucapnya lalu berdiri dan mulai melakukan peregangan.
“Tidak
mungkin tidak ada apa-apa. Ceritakan padaku.” Ucapku, dia kemudian diam sejenak
lalu melirikku.
“Baiklah
aku menyerah. Kau tau, ini tentang Shani.” Ucapnya, aku mulai memperhatikannya.
“Ada
apa dengannya?” Tanyaku.
“Kalau
aku perhatikan, sepertinya dia itu menyukaimu Kido.” Ucapnya. Aku kaget
mendengarnya, kenapa Wahyu berfkiran seperti itu.
“Heh
jangan bercanda, darimana kau tau kalau Shani suka padaku?” Tanyaku.
“Dia
mengatakannya padaku.” Ucapnya. Aku terdiam tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Ada apa ini? Rencanaku adalah membuat Wahyu dan Shani lebih dekat, tapi…
“Ketika
kau dan Ibumu berangkat keluar negeri. Dia menelponku. Kau tau, sebelumnya aku
sangat senang ketika tau kalau yang menelpon itu Shani. Jantungku tidak bisa
berdetak dengan tenang. Segala pikiran liar mulai muncul dikepalaku, dia akan
menyatakan perasaannya padaku merupakan salah satu pikiran liar saat itu. Tapi
dia mengatakannya, Memang sih, dia tidak mengatakannya secara langsung. Tapi
rasa antusias dan semangatnya itu ketika mendengar namamu benar-benar membuat
aku berfikir kalau Shani memang menyukaimu.” Ucapnya, kulihat dia benar-benar
tidak bisa menyembunyikan perasaan sedihnya. Aku benar-benar merasa tidak enak
padanya.
“Tapi
Wahyu. Itu kan menurut pemikiranmu. Belum tentu juga Shani itu benar-benar
menyukaiku.” Ucapku
“Entahlah,
aku juga tidak tau.” Ucapnya dengan sedikit murung.
“Ternyata
kau cemburu padaku. Oohh aku tau, ternyata penyebab kenapa kau bersikap
sedingin ini padaku adalah karena kau mengira kalau Shani benar-benar
menyukaiku? Hahaha” Lanjutku.
“Berisik!!
Tidak mungkin..” Elaknya.
“Kau
tau, seperti kata pepatah. Sebelum janur kuning melengkung maka dia masih bisa
didapatkan.” Ucapku
“Apa
maksud perkataanmu? Mencoba menghiburku? Itu tidak akan berhasil.” Ucapnya.
“Jangan
begitu. Kau masih menyukainya kan? Kau masih memiliki perasaan itu kan? Kenapa
menyerah sekarang. Atau mungkin sekarang kau lebih memilih gadis smp yang
pernah kau ceritakan padaku.” Ucapku. Dia terlihat kesal.
“Tentu
saja aku masih menyukainya. Dan siapa gadis smp yang pernah aku ceritakan?
Seingatku aku tidak pernah menceritakan apapun padamu.” Ucapnya mengelak.
“Hah!!
Kau benar-benar sudah lupa? Baiklah terserah.” Ucapku.
“Ohh
iya, sudah lama aku ingin bertanya hal ini padamu Kido.” Ucapnya. Aku sedikit
memiringkan kepalaku.
“Apa?”
Tanyaku.
“Bagaimana
perasaanmu yang sebenarnya pada Shani, Kido? Apa kau selama ini menyukai Shani?”
Tanyanya. Pertanyaannya membuatku seakan membisu. Takut kalau nantinya aku
salah jawab dan membuat hubungan kami jadi makin renggang.
“Tidak
apa-apa. Ceritakan saja padaku. Aku siap menerima jawaban apapun.” Ucapnya. Aku
malah tidak yakin kalau Wahyu siap menerima jawabannya. Sejujurnya aku juga
bingung dengan perasaanku sendiri.
“Aku….
Tidak tau.” Ucapku. Dia terlihat sedikit kesal.
“Yang
benar saja. Jawab dengan jujur, dan dengan hatimu juga. Kau pasti menyukainya
kan Kido?” Tanyanya sekali lagi.
“Entahlah,
aku juga tidak tau.” Ucapku. Dia lalu memegang kerahku dengan keras.
“Jangan
bercanda!! Tegaslah dengan perasaanmu sendiri. Jika memang suka katakan iya,
jika tidak katakan tidak. Jangan jadi cowo yang lembek.” Ucapnya dengan kesal
lalu melepaskan kerahku. Kulihat kita sudah menjadi tontonan disini, semuanya
memperhatikan kami.
“Tapi,
aku benar-benar tidak tau.” Ucapku. Kulihat Wahyu sepertinya sangat kesal
padaku. Dia lalu mendekat ketelingaku.
“Jika
kau terus seperti ini, Shani akan menjadi milikku. Apa kau siap dengan
kenyataan itu nantinya?” Ucapnya lalu mulai berlari kearah lapangan. Aku hanya
menatap punggungnya, lalu beberapa saat kemudian aku langsung pulang. Mendengar
apa yang dikatakan Wahyu, ternyata benar juga. Aku harus tegas dengan
perasaanku sendiri. Aku memang menyukainya. Aku Suka padanya. Aku menyukai
Shani.
Setelah kami berbicara banyak hari
itu, aku kira Wahyu akan sedikit berubah sikapnya. Tapi tetap saja, saat dia
bertemu denganku selalu saja menganggapku tidak ada.
“Yo
Wahyu.” Salamku pada Wahyu yang berjalan didepanku.
“Haa.”
Ucapnya lalu berjalan melewatiku.
“Dasar!!
Kenapa dengan sikapnya itu? Membuatku jengkel saja.” Gerutuku.
“Ahh
Kak Kido!” Teriak seseorang.
“Hah?”
Aku menoleh ke sumber suara, ternyata Rena yang memanggilku, dia sedang
berjalan kemari.
“Rena
ada apa?” Tanyaku.
“Bisa
minta waktu sebentar?” Pintanya.
“Heh?
Ada apa memangnya?” Tanyaku lagi.
“Itu..
tolong ajari aku beberapa soal fisika. Ada banyak soal yang tidak kumengerti.
Maukan?” Pintanya lagi. Aku sedikit terkejut. Kenapa malah meminta bantuanku,
sedangkan yang lebih pintar di pelajaran fisika ada banyak. Tapi jahat rasanya
kalau aku menolak seorang gadis yang sedang meminta tolong.
“Baiklah,
jika aku bisa bantu menjawabnya akan aku bantu. Tapi jika tidak aku minta maaf
hihihi.” Ucapku.
“Tidak
apa-apa, kita kerjakan soalnya di perpustakaan saat jam istirahat kedua ya kak
gimana?” Tanyanya.
“Baiklah,
aku akan kesana saat jam istirahat kedua.” Ucapku.
“Syukurlah.
Kalau begitu sampai ketemu disana ya kak.” Ucapnya. Aku hanya tersenyum dan
mengangguk. Dia lalu mulai berjalan pergi.
Bel istirahat kedua telah dibunyikan, aku bergegas ke perpustakaan untuk membantu Rena mengajarkan beberapa soal fisika yang bahkan aku sendiri tidak terlalu paham. Aku sudah tiba diperpustakaannya, kulihat Rena sudah duduk menunggu sambil menulis sesuatu, mungkin dia sedang berlatih sendiri mengerjakan soalnya disalah satu meja disana pikirku. Aku lalu menghampirinya.
“Yo..
maaf membuatmu menunggu.” Ucapku. Dia lalu menoleh ke arahku.
“Ehh
tidak juga, mungkin aku yang terlalu cepat datang kesini.” Ucapnya.
“Baiklah,
langsung saja. Yang mana soal yang tidak kau mengerti?” Ucapku lalu
memperhatikan buku paket Fisika yang dibawanya.
“Yang
ini kak. Aku masih bingung soal yang ini.” Ucapnya.
“Ohh
yang ini, coba biar kulihat sebentar.” Ucapku.
Selama jam istirahat kedua, aku
menghabiskan waktuku dengan mengajari Rena beberapa soal Fisika yang tidak dia
mengerti. Ya meski tidak semua soal bisa aku jelaskan padanya karena memang aku
sendiri sudah lupa atau mungkin tidak mengerti, paling tidak aku bisa sedikit
membantunya.
“Terimakasih
ya kak, sudah membantuku mengerjakan soal-soal ini.” Ucapnya.
“Ya
tidak masalah.” Ucapku.
“Kalau
begitu aku kekelas dulu ya. Dah kak.” Ucapnya lalu berjalan pergi.
Bel pulang sekolah berbunyi,
sepertinya Wahyu tidak menungguku untuk pulang bersama dengannya lagi. Situasi
yang memuakkan. Kalau harus jauh dengan sahabatku sendiri hanya karena opininya
yang terlalu dipaksakan, aku jadi tidak terlalu antusias. Saat pulang aku
mendengar sedikit kehebohan dilapangan basket sekolah, aku perhatikan banyak
orang yang sedang memperhatikan seseorang disana. Aku coba meluruskan
pandanganku. Dan ternyata seseorang yang sangat tidak ingin aku temui ada
disekolah ini. Sial!!
Nice mam ☺
ReplyDeletearigatou.. hihihi
ReplyDelete