Tuesday, September 20, 2016

Langit Biru Bagian 12


Aku benar-benar kagum melihat rumahnya, mewah sekali. Kulihat juga sudah banyak orang yang datang kesini. Ini benar-benar pesta besar. Setelah aku dan kakakku turun dari mobil kami langsung berjalan masuk kedalam rumah itu, dan terlihat didalam ternyata lebih wow lagi. Semua perabotan, partitur, dan hiasan-hiasan yang menghiasi rumah yang lumayan besar ini cukup membuat mataku silau. Benar-benar mengagumkan. Seberapa kaya orang ini sebenarnya. Kami bergabung ditengah orang-orang yang diundang, mereka semua juga terihat modis. Keren, ganteng, cantik, seksi, semuanya. Tidak lama ada seseorang menghampiri kami, dia sangat cantik sekali. Dibaluti dengan gaun berwarna putih dan pernak-pernik yang ia gunakan ditubuhnya, benar-benar terlihat anggun dan cantik. Juga sedikit seksi. dia lalu mengobrol dengan kakakku. Yah mungkin bisa dibilang obrolan biasa, tidak lama kemudian kakakku melirik kearahku dan dia juga melirikku sambil tersenyum.

“Kido perkenalkan dia teman kakak yang ulang tahun. Namanya Evelina.” Ucap kakakku. Evelina lalu mengulurkan tangannya. Dengan sigap aku langsung menerima uluran tangannya.

“Hallo.. Evelina. Nice to meet you.” Ucapnya.

“Hai. Kido, Nice to meet you to, and by the way Happy birthday.” Ucapku yang masih agak kaku berbicara dengan bahasa Inggris.

“Thanks Kido. And enjoy the party.” Ucapnya.

“Of course.” Ucapku. Dia hanya tersenyum lalu kembali berbicara dengan kakakku, setelah itu dia pergi menemui tamu undangan yang lainnya.

“Bisa juga bahasa Inggris.” Ledek kak Ve.

“Berisik, aku juga sedang berusaha untuk tidak mempermalukan kakak.” Ucapku.

“Iya iya, yasudah yuk kita ambil beberapa hidangan makanan yang sudah dihidangkan.” Ajaknya. Aku mengikuti kakakku dibelakangnya, sekilas dari semua tamu itu aku seperti melihat seorang gadis yang sangat membuatku malu didepan kakakku sendiri. Ya siapa lagi, Sinka Juliani. Ahh mungkin hanya imajinasiku saja.

Acara inti dari pesta itu sudah selesai dilaksanakan, sekarang hanya bersantai sambil mengobrol biasa. Aku mengambil segelas minuman yang tersedia lalu pergi ke taman jadi-jadian dibelakang rumah itu. Aku duduk sambil menikmati indahnya malam dan nikmatnya pesta yang baru aku ikuti ini. Ponselku berdering, kulihat telpon dari Shani. Aku sedikit terkejut. Setelah perpisahan kami waktu itu, aku belum berhubungan dengannya lagi. Aku menekan tombol jawab diponselku lalu kudekatkan ketelingaku.

“Hallo Shani.” Ucapku memulai pembicaraan kami.

“Hai, gimana kabarmu Kido?” Tanyanya. Aku diam sejenak.

“Bagaimana ya. Semenjak kepergianmu sepertinya tidak terlalu baik.” Ucapku.

“Benarkah?” Ucapnya yang terdengar sedikit murung. Suasana menjadi hening sejenak.

“Oi, tidak tidak. Aku tidak bermaksud….. Maksudku, hanya ada perbedaan saja dalam hidupku ketika tidak ada kamu disini.” Ucapku yang berusaha menenangkannya.

“Maaf Kido, aku membuatmu jadi seperti ini.” Ucapnya dengan nada yang sama.

“Shani cukup. Berhentilah bersikap seperti itu. Meski begitu kita sudah janji akan bertemu lagi kan? Jadi jangan khawatir.” Ucapku.

“Baiklah.” Ucapnya.

“Bagaimana keadaanmu disana? Tentunya kau juga akan pindah sekolah kan?” Tanyaku.

“Aku sehat sehat saja disini. Iya, aku dan Ibu sedang mengurus kepindahanku ke sekolah baru.” Ucapnya.

“Begitu ya, syukurlah.” Ucapku. Terdengar suara langkah kaki yang mengarah kearahku. Ak menengoknya. Terkejut!! Ternyata kak Ve. Dia langsung mengambil ponsel yang sedang aku pegang lalu mendekatkan ketelinganya.

“Hallo, dengan siapa ini?” Tanyanya ditelpon itu. Celaka!! Kenapa juga disaat saat aku dan Shani akan mengobrol panjang. Sosok malaikat hitam ini datang begitu saja.

“Oi, kak Ve kembalikan!!” Ucapku sambil berusaha mengambil ponselku yang sedang menempel ditelinganya. Tapi kak Ve justru semakin kuat dan bersikukuh tidak mau mengembalikannya. Sial!!

“Ohh Shani. Aku baru tau, apa Kido ini pacarmu?” Pertanyaan macam apa itu??? Aku benar-benar sudah kesal dan pasrah dengan apa yang terjadi nantinya.

“Kak Ve, kumohon jangan bicara macam-macam dengannya.” Pintaku dengan wajah yang benar-benar memohon.

“Ya, perkenalkan, aku Jessica Veranda. Kakaknya Kido, aku harap selama dia menjadi pacarmu dia tidak merepotkanmu.” Ucapnya. PACAR APANYA!! Ngaco. Kak Ve benar-benar sedang ngaco. Bagaimanapun aku harus segera merebut ponselku darinya. Tapi tetap saja aku tidak bisa melakukannya. Sial!!

“Tetap disini ada yang harus kakak bicarakan dengannya.” Ucap kak Ve lalu berjalan menjauhiku. Apa yang dia rencanakan, kenapa juga harus menjauhiku. Perasaanku benar-benar tidak karuan. Semoga saja kak Ve tidak bicara macam-macam dengan Shani.

Sudah 5 menit berlalu dan kak Ve masih tetap berdiri diposisinya. Aku sudah tidak tahan lagi, aku menghampirinya.

“Baiklah, senang bisa mengobrol denganmu Shani. Aku jadi ingin bertemu denganmu.” Ucap kak Ve. Aku mengerenyitkan keningku, sepertinya pembicaraan mereka sudah mencapai tahap akhir.

“Dahh. Jaga dirimu.” Ucap Kak Ve, lalu memberikan ponselnya kepadaku.

“Umm.. Apa saja yang sudah dibicarakan dengannya?” Tanyaku yang sangat penasaran dengan percakapan tadi. Kak Ve lalu berjalan melewatiku dan mengarah ke tempat duduk panjang lalu duduk disana. Aku mengikutinya lalu berdiri dibelakangnya.

“Siapa Shani? Dia menceritakan banyak hal tentangmu. Apa dia juga salah satu teman disekolah barumu?” Tanya kak Ve.

“Iya, dia adalah teman baruku. Selain itu, sebenarnya hal yang ingin kuceritakan pada Kakak tempo hari adalah mengenainya.” Ucapku.

“Kau meyukainya?” Tanya kakakku yang membuat aku tidak bisa menjawab begitu saja.

“A-aku tidak tau.” Ucapku. Kak Ve lalu mengembuskan nafasnya dengan kuat.

“Apa. Ternyata bukan hanya aku saja yang sedang galau. Kau juga demikian rupanya.” Ucapnya. Aku lalu mengambil posisi duduk disampingnya.

“Sejujurnya, aku memang menyukainya.” Ucapku. Kak Ve lalu melirikku.

“Lalu? Kau sudah memberitahunya?” Tanya kak Ve.

“Mana mungkin semudah itu.!!” Ucapku dengan kesal. Kak Ve hanya tersenyum.

“Jadi masih disembunyikan rupanya.” Ucapnya.

“Selain itu, Wahyu juga menyukai Shani. Sangat menyukainya.” Ucapku.

“Siapa Wahyu? Teman barumu juga?” Tanyanya.

“Yah bisa dibilang begitu. Diantara semua teman-teman disekolah, aku paling dekat dengannya.” Ucapku. Tangan kak Ve lalu memegang rambutku dan sedikit mengacak-ngacaknya.

“Jangan lakukan itu, aku tidak suka.” Ucapku sambil menyingkirkan tangannya dari kepalaku.

“Jadi bersaing dengan sahabat dekat rupanya. Posisimu benar-benar cukup rumit Kido.” Ledeknya. Aku menatap kak Ve tajam.

“Jadi. Ada saran?” Tanyaku.

“Hmm.. gimana ya.” Ucapnya sambil berdehem dan melipatkan kedua lengannya didepan dada.

“Jika memang tidak ada biar aku sendiri yang menyelesaikannya.” Ucapku.

“Kalau begitu, apa rencanamu kedepannya? Memberitahu Shani kalau kau suka padanya, atau membiarkan Wahyu dan Shani lebih dekat?” Tanyanya. Aku hanya terdiam mendengar pertanyaan kak Ve. Benar juga, cepat atau lambat pilihan itu pasti akan datang. Kecuali kalau Shani punya teman dekat yang baru. Aku hanya berdehem.

“Entahlah. Aku pikir, mungkin saat ini aku masih belum pantas untuk memikirkan itu semua.” Ucapku.

“Hee? Lalu kenapa kau menyukainya?” Tanya kak Ve lagi. Aku memegang kepalaku, sodoran pertanyaan yang bertubi-tubi dari kak Ve membuatku sedikit pusing.

“Sudahlah, jangan bahas terlalu banyak. Aku mulai pusing. Lihat nanti saja ketika aku sudah benar-benar dewasa.” Ucapku lalu pergi meninggalkan kak Ve sendirian ditempat itu.

Ketika aku menuju ruang utama pesta untuk mengambil beberapa makanan, tidak sengaja aku menabrak seseorang. Minuman yang dipegang olehnya pun sedikit tumpah ke pakaianku.

“Sorry.” Ucapnya dengan gugup lalu mengelap bajuku dengan tisu yang dia ambil sambil tergesa-gesa didekat sana. Setelah aku perhatikan dengan baik, DIA!!

“S-S-Sinka?” Ucapku tergagap. Sontak dia langsung menoleh dan membuat wajahnya terlihat jelas dimataku. Memang benar, tidak salah lagi. Dia Sinka Juliani.

“Lo? Cowok brengsek, mesum, tidak punya malu, dan masa depan suram.” Ejeknya. Oi oi, apa aku seburuk itu dimatanya? Dasar!!

“Apa!! Berhenti mengejekku seperti itu. Dasar!! Bagaimana mungkin kau bersikap seperti itu pada seseorang yang ketumpahan minumanmu.” Ucapku.

“Cerewet sekali. Salah lo sendiri jalan ngga liat kedepan.” Ucapnya. Yang benar saja, dia yang menabrak tapi aku yang disalahkan. Semua orang disana memperhatikan kami, Evelina dan kak Ve juga mendekati kami

“Apa yang terjadi kenapa kalian ribut sekali?” Tanya kak Ve padaku.

“Tidak. Hanya ketumpahan minuman.” Ucapku. Kulihat juga sepertinya Evelina meminta penjelasan pada Sinka. Sesaat kemudian dia mengangguk dan tersenyum. Kak Ve lalu menghampiri Evelina. Sepertinya dia akan mengucapkan maaf karena aku telah membuat sedikit keributan diacaranya. Sepertinya Evelina memakluminya, dia lalu tersenyum padaku lalu pergi kembali bersama teman-temannya. Sinka juga langsung beranjak pergi. Kak Ve lalu melirik ke arahku.

“Maaf, itu hanya kecelakaan.” Ucapku dengan wajah penuh memohon.

“Tidak apa-apa. Asalkan kau baik-baik saja kakak sudah senang.” Ucapnya. Aku hanya tersenyum.

Setelah malam itu dilalui dengan bersenang-senang, ya. Mungkin. Kami langsung pulang. Keesokan harinya aku melihat kak Ve sedang melamun sendirian diatap apartemen. Sepertinya dia masih memikirkan Ayah. Atau dia sedang memikirkan Shinji? Entahlah. Aku berjalan mendekati kakakku, sepertinya dia juga menyadari kedatanganku.

“Sampai kapan kau akan melamun seperti itu?” Tanyaku yang sudah berada disampingnya. Dia tidak mengeluarkan sepatah katapun.

“Lusa kami akan kembali ke Indonesia, berada di negeri orang benar-benar suatu pengalaman yang menarik.” Ucapku, kak Ve lalu melirikku.

“Kalian sudah mau pulang lagi?” Tanyanya dengan ekspresi yang sedih.

“Tentu saja. Terlalu lama disini bisa membuatku stress, apalagi soal bahasa. Lagipula, masih banyak hal yang harus dilakukan di Indonesia.” Ucapku. Raut wajah kak Ve mulai berubah yang tadinya cemberut sekarang sudah mulai tersenyum.

“Kakak jangan terlalu lama disini, entar otaknya jadi ga beres karena keseringan berkomunikasi pake B. Inggris.” Ledekku.

“Ehh sembarangan, emang kamu pikir bahasa Inggris ngebuat orang jadi ngga beres?” Ucapnya yang mulai sedikit ceria.

“Hahaha maaf maaf.” Ucapku.

“Dan tumben banget manggil kakak dengan sebutan ‘kakak’. Biasanya ‘kau’ atau kak Ve.” Tanyanya dengan tersenyum jahil.

“Berisik, mood ku sedang bagus hari ini. Jadi jangan berpikiran macam-macam.” Ucapku. Kak Ve hanya tersenyum.

Waktu kepulangan kami akhirnya tiba, aku dan ibu sudah berkemas dan bersiap untuk pulang kembali ke Indonesia. Kami berpamitan dengan kak Ve di depan apartemennya sambil menunggu taksi.

“Ibu aku bakalan kangen banget sama ibu.” Ucap kak Ve sambil berpelukan dengan Ibu.

“Ibu juga. Jaga dirimu baik-baik yah.” Ucap ibuku.

“Iya, aku janji 6 bulan lagi pasti pulang.” Ucapnya sambil melepaskan pelukannya. Aku hanya tersenyum. Kak Ve lalu melirikku.

“Aku tunggu kakak di Indonesia.” Ucapku. Kak Ve langsung memelukku dengan erat, apakah ini hanya perasaanku atau kak Ve memang menangis?

“Apa ini? Ini bukan perpisahan kau tau.” Ucapku dengan nada sedikit lebih rendah.

“Iya kakak tau.” Kak Ve lalu melepaskan pelukannya dan mengelap air mata yang sedikit jatuh  dari matanya.

Aku dan Ibu lalu masuk ke mobil yang sudah menunggu kami, aku membuka kaca jendelanya lalu melambaikan tangan pada kakakku. Kakakku hanya tersenyum dan membalas lambaian tanganku. Mobil perlahan mulai melaju, aku lalu bersandar dan melihat pemandangan Las Vegas untuk terakhir kalinya sebelum aku pulang. Sungguh liburan yang menyenangkan, pikirku.

No comments:

Post a Comment