Aku benar-benar kagum melihat
rumahnya, mewah sekali. Kulihat juga sudah banyak orang yang datang kesini. Ini
benar-benar pesta besar. Setelah aku dan kakakku turun dari mobil kami langsung
berjalan masuk kedalam rumah itu, dan terlihat didalam ternyata lebih wow lagi.
Semua perabotan, partitur, dan hiasan-hiasan yang menghiasi rumah yang lumayan
besar ini cukup membuat mataku silau. Benar-benar mengagumkan. Seberapa kaya
orang ini sebenarnya. Kami bergabung ditengah orang-orang yang diundang, mereka
semua juga terihat modis. Keren, ganteng, cantik, seksi, semuanya. Tidak lama
ada seseorang menghampiri kami, dia sangat cantik sekali. Dibaluti dengan gaun
berwarna putih dan pernak-pernik yang ia gunakan ditubuhnya, benar-benar
terlihat anggun dan cantik. Juga sedikit seksi. dia lalu mengobrol dengan
kakakku. Yah mungkin bisa dibilang obrolan biasa, tidak lama kemudian kakakku
melirik kearahku dan dia juga melirikku sambil tersenyum.
“Kido
perkenalkan dia teman kakak yang ulang tahun. Namanya Evelina.” Ucap kakakku.
Evelina lalu mengulurkan tangannya. Dengan sigap aku langsung menerima uluran
tangannya.
“Hallo..
Evelina. Nice to meet you.” Ucapnya.
“Hai.
Kido, Nice to meet you to, and by the way Happy birthday.” Ucapku yang masih
agak kaku berbicara dengan bahasa Inggris.
“Thanks
Kido. And enjoy the party.” Ucapnya.
“Of
course.” Ucapku. Dia hanya tersenyum lalu kembali berbicara dengan kakakku,
setelah itu dia pergi menemui tamu undangan yang lainnya.
“Bisa
juga bahasa Inggris.” Ledek kak Ve.
“Berisik,
aku juga sedang berusaha untuk tidak mempermalukan kakak.” Ucapku.
“Iya
iya, yasudah yuk kita ambil beberapa hidangan makanan yang sudah dihidangkan.”
Ajaknya. Aku mengikuti kakakku dibelakangnya, sekilas dari semua tamu itu aku
seperti melihat seorang gadis yang sangat membuatku malu didepan kakakku
sendiri. Ya siapa lagi, Sinka Juliani. Ahh mungkin hanya imajinasiku saja.
Acara inti dari pesta itu sudah
selesai dilaksanakan, sekarang hanya bersantai sambil mengobrol biasa. Aku mengambil
segelas minuman yang tersedia lalu pergi ke taman jadi-jadian dibelakang rumah
itu. Aku duduk sambil menikmati indahnya malam dan nikmatnya pesta yang baru
aku ikuti ini. Ponselku berdering, kulihat telpon dari Shani. Aku sedikit
terkejut. Setelah perpisahan kami waktu itu, aku belum berhubungan dengannya
lagi. Aku menekan tombol jawab diponselku lalu kudekatkan ketelingaku.
“Hallo
Shani.” Ucapku memulai pembicaraan kami.
“Hai,
gimana kabarmu Kido?” Tanyanya. Aku diam sejenak.
“Bagaimana
ya. Semenjak kepergianmu sepertinya tidak terlalu baik.” Ucapku.
“Benarkah?”
Ucapnya yang terdengar sedikit murung. Suasana menjadi hening sejenak.
“Oi,
tidak tidak. Aku tidak bermaksud….. Maksudku, hanya ada perbedaan saja dalam
hidupku ketika tidak ada kamu disini.” Ucapku yang berusaha menenangkannya.
“Maaf
Kido, aku membuatmu jadi seperti ini.” Ucapnya dengan nada yang sama.
“Shani
cukup. Berhentilah bersikap seperti itu. Meski begitu kita sudah janji akan
bertemu lagi kan? Jadi jangan khawatir.” Ucapku.
“Baiklah.”
Ucapnya.
“Bagaimana
keadaanmu disana? Tentunya kau juga akan pindah sekolah kan?” Tanyaku.
“Aku
sehat sehat saja disini. Iya, aku dan Ibu sedang mengurus kepindahanku ke
sekolah baru.” Ucapnya.
“Begitu
ya, syukurlah.” Ucapku. Terdengar suara langkah kaki yang mengarah kearahku. Ak
menengoknya. Terkejut!! Ternyata kak Ve. Dia langsung mengambil ponsel yang
sedang aku pegang lalu mendekatkan ketelinganya.
“Hallo,
dengan siapa ini?” Tanyanya ditelpon itu. Celaka!! Kenapa juga disaat saat aku
dan Shani akan mengobrol panjang. Sosok malaikat hitam ini datang begitu saja.
“Oi,
kak Ve kembalikan!!” Ucapku sambil berusaha mengambil ponselku yang sedang
menempel ditelinganya. Tapi kak Ve justru semakin kuat dan bersikukuh tidak mau
mengembalikannya. Sial!!
“Ohh
Shani. Aku baru tau, apa Kido ini pacarmu?” Pertanyaan macam apa itu??? Aku
benar-benar sudah kesal dan pasrah dengan apa yang terjadi nantinya.
“Kak
Ve, kumohon jangan bicara macam-macam dengannya.” Pintaku dengan wajah yang
benar-benar memohon.
“Ya,
perkenalkan, aku Jessica Veranda. Kakaknya Kido, aku harap selama dia menjadi
pacarmu dia tidak merepotkanmu.” Ucapnya. PACAR APANYA!! Ngaco. Kak Ve
benar-benar sedang ngaco. Bagaimanapun aku harus segera merebut ponselku
darinya. Tapi tetap saja aku tidak bisa melakukannya. Sial!!
“Tetap
disini ada yang harus kakak bicarakan dengannya.” Ucap kak Ve lalu berjalan
menjauhiku. Apa yang dia rencanakan, kenapa juga harus menjauhiku. Perasaanku
benar-benar tidak karuan. Semoga saja kak Ve tidak bicara macam-macam dengan
Shani.
Sudah 5 menit berlalu dan kak Ve
masih tetap berdiri diposisinya. Aku sudah tidak tahan lagi, aku
menghampirinya.
“Baiklah,
senang bisa mengobrol denganmu Shani. Aku jadi ingin bertemu denganmu.” Ucap
kak Ve. Aku mengerenyitkan keningku, sepertinya pembicaraan mereka sudah
mencapai tahap akhir.
“Dahh.
Jaga dirimu.” Ucap Kak Ve, lalu memberikan ponselnya kepadaku.
“Umm..
Apa saja yang sudah dibicarakan dengannya?” Tanyaku yang sangat penasaran
dengan percakapan tadi. Kak Ve lalu berjalan melewatiku dan mengarah ke tempat
duduk panjang lalu duduk disana. Aku mengikutinya lalu berdiri dibelakangnya.
“Siapa
Shani? Dia menceritakan banyak hal tentangmu. Apa dia juga salah satu teman
disekolah barumu?” Tanya kak Ve.
“Iya,
dia adalah teman baruku. Selain itu, sebenarnya hal yang ingin kuceritakan pada
Kakak tempo hari adalah mengenainya.” Ucapku.
“Kau
meyukainya?” Tanya kakakku yang membuat aku tidak bisa menjawab begitu saja.
“A-aku
tidak tau.” Ucapku. Kak Ve lalu mengembuskan nafasnya dengan kuat.
“Apa.
Ternyata bukan hanya aku saja yang sedang galau. Kau juga demikian rupanya.”
Ucapnya. Aku lalu mengambil posisi duduk disampingnya.
“Sejujurnya,
aku memang menyukainya.” Ucapku. Kak Ve lalu melirikku.
“Lalu?
Kau sudah memberitahunya?” Tanya kak Ve.
“Mana
mungkin semudah itu.!!” Ucapku dengan kesal. Kak Ve hanya tersenyum.
“Jadi
masih disembunyikan rupanya.” Ucapnya.
“Selain
itu, Wahyu juga menyukai Shani. Sangat menyukainya.” Ucapku.
“Siapa
Wahyu? Teman barumu juga?” Tanyanya.
“Yah
bisa dibilang begitu. Diantara semua teman-teman disekolah, aku paling dekat
dengannya.” Ucapku. Tangan kak Ve lalu memegang rambutku dan sedikit
mengacak-ngacaknya.
“Jangan
lakukan itu, aku tidak suka.” Ucapku sambil menyingkirkan tangannya dari
kepalaku.
“Jadi
bersaing dengan sahabat dekat rupanya. Posisimu benar-benar cukup rumit Kido.”
Ledeknya. Aku menatap kak Ve tajam.
“Jadi.
Ada saran?” Tanyaku.
“Hmm..
gimana ya.” Ucapnya sambil berdehem dan melipatkan kedua lengannya didepan
dada.
“Jika
memang tidak ada biar aku sendiri yang menyelesaikannya.” Ucapku.
“Kalau
begitu, apa rencanamu kedepannya? Memberitahu Shani kalau kau suka padanya,
atau membiarkan Wahyu dan Shani lebih dekat?” Tanyanya. Aku hanya terdiam
mendengar pertanyaan kak Ve. Benar juga, cepat atau lambat pilihan itu pasti
akan datang. Kecuali kalau Shani punya teman dekat yang baru. Aku hanya
berdehem.
“Entahlah.
Aku pikir, mungkin saat ini aku masih belum pantas untuk memikirkan itu semua.”
Ucapku.
“Hee?
Lalu kenapa kau menyukainya?” Tanya kak Ve lagi. Aku memegang kepalaku, sodoran
pertanyaan yang bertubi-tubi dari kak Ve membuatku sedikit pusing.
“Sudahlah,
jangan bahas terlalu banyak. Aku mulai pusing. Lihat nanti saja ketika aku
sudah benar-benar dewasa.” Ucapku lalu pergi meninggalkan kak Ve sendirian
ditempat itu.
Ketika aku menuju ruang utama pesta untuk mengambil beberapa makanan, tidak sengaja aku menabrak seseorang. Minuman yang dipegang olehnya pun sedikit tumpah ke pakaianku.
“Sorry.”
Ucapnya dengan gugup lalu mengelap bajuku dengan tisu yang dia ambil sambil
tergesa-gesa didekat sana. Setelah aku perhatikan dengan baik, DIA!!
“S-S-Sinka?”
Ucapku tergagap. Sontak dia langsung menoleh dan membuat wajahnya terlihat
jelas dimataku. Memang benar, tidak salah lagi. Dia Sinka Juliani.
“Lo?
Cowok brengsek, mesum, tidak punya malu, dan masa depan suram.” Ejeknya. Oi oi,
apa aku seburuk itu dimatanya? Dasar!!
“Apa!!
Berhenti mengejekku seperti itu. Dasar!! Bagaimana mungkin kau bersikap seperti
itu pada seseorang yang ketumpahan minumanmu.” Ucapku.
“Cerewet
sekali. Salah lo sendiri jalan ngga liat kedepan.” Ucapnya. Yang benar saja,
dia yang menabrak tapi aku yang disalahkan. Semua orang disana memperhatikan
kami, Evelina dan kak Ve juga mendekati kami
“Apa
yang terjadi kenapa kalian ribut sekali?” Tanya kak Ve padaku.
“Tidak.
Hanya ketumpahan minuman.” Ucapku. Kulihat juga sepertinya Evelina meminta
penjelasan pada Sinka. Sesaat kemudian dia mengangguk dan tersenyum. Kak Ve
lalu menghampiri Evelina. Sepertinya dia akan mengucapkan maaf karena aku telah
membuat sedikit keributan diacaranya. Sepertinya Evelina memakluminya, dia lalu
tersenyum padaku lalu pergi kembali bersama teman-temannya. Sinka juga langsung
beranjak pergi. Kak Ve lalu melirik ke arahku.
“Maaf,
itu hanya kecelakaan.” Ucapku dengan wajah penuh memohon.
“Tidak
apa-apa. Asalkan kau baik-baik saja kakak sudah senang.” Ucapnya. Aku hanya
tersenyum.
Setelah malam itu dilalui dengan
bersenang-senang, ya. Mungkin. Kami langsung pulang. Keesokan harinya aku
melihat kak Ve sedang melamun sendirian diatap apartemen. Sepertinya dia masih
memikirkan Ayah. Atau dia sedang memikirkan Shinji? Entahlah. Aku berjalan
mendekati kakakku, sepertinya dia juga menyadari kedatanganku.
“Sampai
kapan kau akan melamun seperti itu?” Tanyaku yang sudah berada disampingnya.
Dia tidak mengeluarkan sepatah katapun.
“Lusa
kami akan kembali ke Indonesia, berada di negeri orang benar-benar suatu
pengalaman yang menarik.” Ucapku, kak Ve lalu melirikku.
“Kalian
sudah mau pulang lagi?” Tanyanya dengan ekspresi yang sedih.
“Tentu
saja. Terlalu lama disini bisa membuatku stress, apalagi soal bahasa. Lagipula,
masih banyak hal yang harus dilakukan di Indonesia.” Ucapku. Raut wajah kak Ve
mulai berubah yang tadinya cemberut sekarang sudah mulai tersenyum.
“Kakak
jangan terlalu lama disini, entar otaknya jadi ga beres karena keseringan
berkomunikasi pake B. Inggris.” Ledekku.
“Ehh
sembarangan, emang kamu pikir bahasa Inggris ngebuat orang jadi ngga beres?”
Ucapnya yang mulai sedikit ceria.
“Hahaha
maaf maaf.” Ucapku.
“Dan
tumben banget manggil kakak dengan sebutan ‘kakak’. Biasanya ‘kau’ atau kak
Ve.” Tanyanya dengan tersenyum jahil.
“Berisik,
mood ku sedang bagus hari ini. Jadi jangan berpikiran macam-macam.” Ucapku. Kak
Ve hanya tersenyum.
Waktu kepulangan kami akhirnya tiba,
aku dan ibu sudah berkemas dan bersiap untuk pulang kembali ke Indonesia. Kami
berpamitan dengan kak Ve di depan apartemennya sambil menunggu taksi.
“Ibu
aku bakalan kangen banget sama ibu.” Ucap kak Ve sambil berpelukan dengan Ibu.
“Ibu
juga. Jaga dirimu baik-baik yah.” Ucap ibuku.
“Iya,
aku janji 6 bulan lagi pasti pulang.” Ucapnya sambil melepaskan pelukannya. Aku
hanya tersenyum. Kak Ve lalu melirikku.
“Aku
tunggu kakak di Indonesia.” Ucapku. Kak Ve langsung memelukku dengan erat,
apakah ini hanya perasaanku atau kak Ve memang menangis?
“Apa
ini? Ini bukan perpisahan kau tau.” Ucapku dengan nada sedikit lebih rendah.
“Iya
kakak tau.” Kak Ve lalu melepaskan pelukannya dan mengelap air mata yang
sedikit jatuh dari matanya.
Aku dan Ibu lalu masuk ke mobil yang
sudah menunggu kami, aku membuka kaca jendelanya lalu melambaikan tangan pada
kakakku. Kakakku hanya tersenyum dan membalas lambaian tanganku. Mobil perlahan
mulai melaju, aku lalu bersandar dan melihat pemandangan Las Vegas untuk
terakhir kalinya sebelum aku pulang. Sungguh liburan yang menyenangkan,
pikirku.