Sunday, November 27, 2016

Langit Biru Bagian 19


Hari itu selesai. Setelah berbicara banyak dengan Veranda, dan Raja telah menemukan titik permasalahannya. Dia pergi ke rumah Shinji, memutuskan bercerita semuanya pada Shinji tentang kenapa Veranda selalu mengacuhkannya. Shinji sedikit mengerti tentang situasinya.

“Kido kah?” Ucap Shinji

“Yah. Maaf karena sebelumnya aku tidak memberitahumu dulu kalau aku akan ketemuan dengan Veranda.” Ucap Raja.

“Tidak apa-apa.” Ucap Shinji

“Kemana rencanamu hari ini?” Tanya Raja.

“Tidak akan kemana-mana, aku akan bermalas malasan.” Ucap Shinji.

“Haa baiklah. Maaf aku tidak bisa menemanimu hari ini. Aku ada sedikit keperluan dengan Ibuku dan sepertinya bakal seharian penuh. Jadi kalau ada apa-apa, telpon Ve saja.” Ucap Raja. Shinji mengrenyitkan keningnya.

“Ve? Kenapa aku harus menelponnya? Berbicara secara langsung saja dia tidak pernah menghiraukanku. Apalagi lewat ponsel.” Ucap Shinji.

“Ahh benar juga. baiklah. Sampai jumpa.” Ucap Raja lalu pergi.

“Ya. Sampaikan salamku pada ibumu.” Ucap Shinji.

Hari hari terus berlalu, Veranda mulai sedikit tidak mengacuhkan Shinji. Mereka selalu saling berbicara satu sama lain, tentang masalah apapun. Raja terlihat sangat senang melihat Shinji kembali dipenuhi senyuman yang sempat meredup beberapa waktu. Kadang mereka bertiga hangout bersama, membicarakan hal yang penting dan juga tidak penting. Disebuah café pada malam hari setelah diumumkan bahwa Veranda akan pergi ke Amerika. Mereka bertiga ketemuan disana, setelah memesan pesanan masing masing. Suasana justru menjadi sangat hening.

“Mmm..” Ucap Raja berdehem. Shinji melihat Raja, seakan tau apa maksudnya.

“Kau baik-baik saja Ve?” Tanya Shinji. Ve hanya tersenyum.

“Tentu.” Ucap Ve.

“Aku ijin ke toilet sebentar.” Ucap Raja lalu pergi.

“Ya.” Ucap Shinji.

“Ada apa memangnya?” Tanya Ve.

“Soal keberangkatanmu ke Amerika minggu depan. Sepertinya… Aku… benar-benar akan sangat merindukanmu.” Ucap Shinji. Ve hanya tersenyum sambil menatap Shinji.

“Kalau begitu, kenapa kau tidak berusaha menghentikanku untuk berangkat kesana?” Tanya Ve.

“Tidak mungkin. Bagaimanapun juga ini termasuk mimpimu kan? Bisa belajar diluar negeri.” Ucap Shinji.

“Sudahlah Shinji. Lagipula aku disana hanya satu tahun.” Ucap Veranda.

“Itu terasa sangat lama buatku.” Ucap Shinji. Ve hanya tertawa pelan.

“Kau juga akan merayakan ulang tahunmu disana.” Ucap Shinji lagi. Ve terlihat sedang berfikir.

“Benar juga. Aku akan melewati hari kelahiranku disana. Pasti menyenangkan.” Ucap Ve yang benar benar terlihat senang.

“Ve.” Panggil Shinji.

“Apa?” Tanya Ve.

“Aku… Aku hanya ingin tau. Perasaanmu yang sebenarnya padaku itu seperti apa?” Ucap Shinji. Mendengar pertanyaan itu Ve hanya terdiam, bibir mungilnya tidak bisa berkata apa-apa pada Shinji. Perasaan bingung kini menyelimuti Ve, dia sendiri bingung dengan perasaannya.

“Kalau kau tidak mau memberitahuku juga tidak apa-apa, maaf karena telah bertanya hal aneh padamu.” Ucap Shinji. Raja yang sedari tadi terus mengawasi mereka benar-benar geregetan melihat tingkah Shinji. Raja sebenarnya tidak pergi ke toilet. Dia hanya ingin member waktu mereka berdua untuk berbicara empat mata.

“Bodoh. Apa yang kau lakukan.” Gerutu Raja. Dia memang tidak secara jelas mendengar langsung percakapan mereka. Dia hanya bisa melihat gerak bibir keduanya dan mendeskripsikan apa yang mereka berdua katakan dengan memperhatikan gerak muka dan ekspresi mereka berdua untuk mendapat kesimpulan mengenai apa yang mereka bicarakan.

“Sebenarnya.” Ucap Ve. Raja langsung fokus memperhatikan, Shinji justru sangat gugup mendengar hal ini.

“Sebenarnya?” Tanya Shinji.

“Perasaanku padamu itu sama dengan perasaanku ke Raja, aku hanya merasa kita dekat karena kita berteman dan juga sering bertemu. Hanya itu.” Ucap Ve.

“Begitu ya.” Ucap Shinji.

“Maaf ya Shinji.” Ucap Ve.

“Tidak. Aku justru bersyukur karena sudah dianggap teman oleh mu.” Ucap Shinji. Bohong!! Sebenarnya seketika waktu itu juga hati Shinji benar-benar hancur bagaikan ditusuk jutaan duri yang tajam. Mendengar hal itu Ve tersenyum lega. Namun seketika suasana menjadi sangat hening. Raja berpikir mungkin inilah saatnya dia kembali, dia mulai berjalan kearah mereka berdua.

“Apa ini. Kenapa suasana disini sangat tenang? Apa kalian tadi saling berbicara?” Tanya Raja yang tentunya tau apa yang terjadi pada mereka.

“Tentu saja, kau saja yang tidak tau.” Ucap Shinji.

“Oi Ve ngomong-ngomong kapan adik dan ibumu pindah kesini?” Tanya Raja.

“Minggu depan.” Ucap Ve.

“Itu artinya sama dengan jadwal keberangkatanmu ke Amerika?” Tanya Raja.

“Lebih tepatnya sehari sebelum keberangkatanku. Aku juga berencana untuk memundurkan jadwal keberangkatanku ke Amerika jadi sore hari.”

“Kenapa?” Tanya Shinji.

“Aku ingin mengantar Kido ke sekolah barunya. Dan juga aku ingin menunggu dia pulang dari sekolah dan mengucapkan selamat tinggal padanya. Itupun kalo aku bisa melakukannya.” Ucap Ve, dia terlihat sangat senang. Seulas senyuman terlukis jelas di wajah cantiknya. Raja dan Shinji yang melihat itu tidak bisa apa-apa. Hanya bisa mengagumi kecantikan seorang Veranda.

“Hee. Kelihatannya kau begitu sayang dengan adikmu.” Ucap Raja.

“Tentu saja. Aku akan selalu menyayanginya. Entah kenapa aku merasa dia masih belum tumbuh menjadi dewasa. Atau memang karena aku selalu memandangnya sebagai seorang anak kecil yang butuh perlindungan.” Ucap Ve.

“Kelas berapa dia?” Tanya Shinji.

“Kelas satu SMA semester 2.” Ucap Ve.

“Hee. Kita juga semester 2 kan?” Tanya Raja polos.

“Tentu saja berbeda bodoh. Kita kuliah sedangkan Kido masih di SMA. Bagaimana kau ini.” Ucap Shinji dengan emosi sambil meninju pelan lengan Raja.

“Maaf maaf.” Ucap Raja. Melihat kejadian itu membuat Ve menahan tawanya. Shinji dan Raja melihat itu. Tentu saja mereka sangat senang ketika melihat seorang Veranda tertawa karena tingkah konyol mereka berdua.

#Flashback Off

*Kido POV

“Jadi sampai sekarang sebenarnya hubungan mereka baik-baik saja kan?” Tanyaku yang sudah mendengar ceritanya.

“Tentu.” Jawab Raja.

“Mendengar ceritamu, sepertinya hal itu sedang aku alami sekarang.” Ucapku. Raja melihatku dengan tatapan yang penuh Tanya.

“Maksudmu kau pernah ditolak seorang gadis beberapa kali?” Tanyanya.

“Bukan!! Yah bisa dibilang ini berbeda tapi… Apa kau juga menyukai kakakku?” Tanyaku. Dia memalingkan wajahnya.

“Entahlah. Aku sendiri bingung dengan perasaanku.” Ucapnya.

“Sudah kuduga itulah jawabanmu. Kenapa kau bingung?” Tanyaku.

“Kau tau. Ini disebut dilema. Menyukai seorang gadis yang sama dengan sahabatmu sendiri adalah hal yang sangat tidak aku inginkan. Tapi, melihat kedua sahabatku tersenyum bahagia adalah segalanya buatku. Aku tidak peduli dengan perasaanku sendiri. Aku hanya berfikir bagaimana agar senyuman senyuman itu tidak akan hilang dan tetap terus bertahan hingga nanti. Karena setiap kali aku melihat senyuman mereka, diriku merasa kalau aku sudah melakukan tugasku dengan baik. Untuk sisanya aku serahkan pada Tuhan. Karena Dia tau apa yang terbaik buatku nantinya.” Ucap Raja panjang. Kulihat dia sedang menahan air matanya. Kasusnya sama sepertiku, lalu keputusannya hanya bergantung padaku. Apa aku harus tetap menjadi payung untuk melindungi hubungan Wahyu dan Shani atau menjadi angin yang memisahkan mereka berdua. Aku akan memikirkannya.

“Hee. Menjadi payung untuk melindungi dua sahabatmu rupanya. Tapi asal kau tahu. Tindakan bodohmu itu tidak akan mendapat pujian dari siapapun meskipun menurutku sangat layak mendapatkannya. Rela menyakiti dirimu sendiri hanya karena sebuah senyuman dua sahabat yang kau punya. Sejauh itukah kau memikirkan mereka? Lalu apa mereka memikirkanmu sejauh itu juga? Apa yang akan mereka lakukan jika berada diposisimu? Apa mereka akan melakukan hal yang sama denganmu? Kau tahu, memikirkan semua itu tidak akan ada habisnya. Jawabannya ada pada diri manusianya masing-masing. Entah dia memiliki hati seorang kesatria sepertimu atau hati sampah yang hanya memperdulikan diri mereka sendiri.” Ucapku. Apa? Aku bicara terlalu banyak. Aku harap tidak menyinggungnya sedikitpun, karena aku kagum padanya.

“Kau benar. Itulah manusia.” Ucapnya sambil tersenyum. Kenapa dia?

“Kalau semua sifat manusia baik. Maka bukan manusia lagi namanya, benarkan?” Ucapnya lagi.

“Dasar.” Ucapku tersenyum lalu beranjak dari kursi.

“Mau kemana?” Tanyanya.

“Aku ingin menemui Shinji. Dia harus bertanggung jawab karena telah memukuliku tempo hari.” Ucapku lalu berjalan pergi.

“Baiklah. Selesaikan urusanmu. Senang bisa bicara banyak denganmu Kido.” Ucapnya sambil teriak. Ternyata masih ada orang yang seperti itu dizaman yang gila ini.

Saturday, November 5, 2016

Langit Biru Bagian 18


Pertandingan final futsal putra sedang dimulai. Aku, Shani dan Okta mendukung Wahyu dalam pertandingan itu diluar lapangan. Kedua tim sama kuat, saling balik menyerang dan kuat dalam bertahan. Kedudukan masih imbang 0-0. Peluit babak pertama selesai sudah dibunyikan, kedua tim menuju sisi lapangan untuk beristirahat sebentar.

“Bagus Wahyu. Semangat terus.” Ucap Shani.

“Ya, lihat lah. Aku pasti akan mencetak gol untukmu.” Ucap Wahyu.

“Iya.” Ucap Shani lalu tersenyum. Melihat percakapan mereka berdua, terlihat berbeda dari biasanya. Atau hanya perasaanku saja.

“Kalian serasi sekali.” Ucap Okta. Shani terlihat tersipu malu mendengarnya.

“Benarkah? Lihat dia bilang kita serasi. Bukankah sudah tidak diragukan lagi Shani.” Ucap Wahyu dengan semangat. Pipi Shani memerah, kalau dugaanku tepat. Sepertinya yang dia sukai itu bukan aku, tapi Wahyu.

“Bagaimana Kido? Apa kita terlihat serasi?” Tanya Wahyu.

“Ahh, mm.. Iya.” Ucapku tergagap sambil berusaha tersenyum.

“Wahyu!!” Ucap Shani dengan nada sedikit kencang.

‘Priittt’

Peluit pertanda babak kedua akan dimulai sudah dibunyikan. Semua pemain inti masuk kedalam lapangan. Jalannya pertandingan sedikit berbeda dengan babak pertama. Tempo permainannya menjadi semakin lebih lambat, umpan-umpannya juga tidak selalu tepat. Dan banyak kehilangan bola karena faktor lelah mungkin.

Aku tidak terlalu memperhatikan pertandingan itu. Ragaku memang berada disana. Tapi jiwaku seperti melayang layang entah kemana, aku memutuskan untuk meninggalkan tempat itu dan sedikit menenangkan perasaanku. Aku pergi kesebuah taman kecil didekat lapangan basket, duduk disana dan melihat langit yang berwarna biru sambil memikirkan kejadian tadi.

Shani? Apa dia menyukai Wahyu? Hal itu tidak mungkin tidak terjadi. Awalnya memang aku berniat untuk mendekatkan mereka berdua. Tapi aku tidak pernah berfikir kalau mendekatkan mereka berdua malah akan membuatku menjadi seperti ini. Entahlah, rasanya seperti tidak bisa hanya dijelaskan lewat kata kata maupun tulisan.

“Sedang apa kau disini?” Ucap seseorang yang tiba-tiba datang. Aku menengok.

“Kau? Kalau tidak salah kau orang yang malam itu bersama Shinji.” Ucapku. Aku ingat betul wajah orang yang bersama Shinji waktu didepan rumahku.

“Ya. Ahh perkenalkan, aku Raja. Teman Shinji.” Ucap Raja sambil mengulurkan tangannya.

“Kido.” Ucapku sambil menjabat tangannya.

“Sedang apa kau disini? Bukankah acaranya sedang dimulai.” Tanyanya.

“Tidak juga. Aku hanya ingin sendiri saja. Lagipula, aku tidak termasuk dalam semua acara hari ini. Paling nanti pas acara penutupan.” Ucapku.

“Begitu ya. Kau sama sekali tidak tertarik dengan semua acara yang diselenggarakan pihak sekolah.” Ucapnya lalu duduk disampingku.

“Bukan begitu, hanya saja. Aku sedang tidak mood untuk menikmati semuanya.” Ucapku.

“Hee..” Ucapnya.

“Kau sendiri? Kenapa mahasiswa ada SMA?” Tanyaku.

“Hehehe. Seperti yang dibilang kakakmu, kau memang selalu tidak sopan saat memanggil orang yang lebih tua darimu.” Ucapnya. Aku tidak berkata apa-apa.

“Aku kesini hanya untuk menemani Shinji. Karena dia ingin bertemu dengan kakakmu.” Ucapnya. Aku sudah menduganya, biarlah. Aku tidak perlu terlalu ikut campur urusan kak Ve. Aku kembali melihat langit.

“Tapi, apa benar kakakku ada disini? Aku sendiri bahkan tidak tau hal itu.” Ucapku. Kak Ve memang tidak bilang apa-apa tadi pagi.

“Ya, Shinji bilang kakakkmu yang memberitahunya kalau dia ada di SMA ini.” Ucapnya.

“Hee.. begitu rupanya.” Ucapku

“Shinji. Dia..” Ucapnya sambil tersenyum.

“Kenapa?” Tanyaku.

“Dia sudah menyukai Veranda ketika menjadi mahasiswa baru dikampus. Kita sudah saling kenal sejak di SMA. Kita juga sudah berencana untuk kuliah ditempat yang sama. Ketika masa masa ospek. Dia bercerita padaku kalau dia menyukai Veranda. Wanita yang dia lihat sangat sempurna. Jujur, aku sendiri pun ketika melihat Veranda pertama kali sangat tertarik padanya.” Ucapnya.

“Hee.. lalu?” Tanyaku.

“Dia memberanikan dirinya untuk berkenalan dengan Veranda. Dari SMA sebenarnya Shinji itu orangnya sangat pendiam. Jarang berinteraksi dengan teman-temannya. Selalu sendirian kemanapun dia pergi. Waktu itu kalau aku tidak berkenalan dengannya mungkin sampai saat ini Shinji masih sendirian. Sampai saat ini dia hanya mau berbicara denganku saja. Mungkin karena kami sudah kenal lama. Namun akhirnya dia berhasil dan Veranda pun terbuka dengannya. Veranda mau berkenalan dan mengobrol dengannya, aku bahkan tidak menyangka. Shinji tersenyum sangat lepas saat itu. Sesuatu yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Dari situ aku berfikir, sepertinya hanya Veranda yang mampu mewarnai semua kehidupannya.” Ucapnya. Benarkah dia seperti itu? Tapi kenapa dia bisa sangat akrab dengan Bella waktu itu? Jarang berinteraksi artinya dia bukanlah orang yang gampang diajak berbicara.

“Tapi dia bicara banyak hal saat bertemu denganku.” Ucapku. Raja hanya tersenyum.

“Tentu saja. Dia melakukannya karena kaulah satu-satunya harapan untuk bertemu dengan Veranda. Biasanya seseorang akan melakukan hal yang tidak biasa dia lakukan hanya karena orang yang dia sukai.” Ucapnya.

“Jadi itu alasannya.” Ucapku kemudian berdiri dan berjalan beberapa langkah.

“Waktu itu dia berencana untuk menyatakan perasaanya dan menjadikan Veranda sebagai pacarnya. Tentu saja aku sangat setuju dengan hal itu. Tapi sayangnya, dia ditolak. Sekilas senyuman kebahagiaan yang dia tunjukan beberapa waktu yang lalu semakin lama semakin memudar. Tapi dia tetap tidak pernah menyerah dan terus menerus mencobanya. Tapi yang dia dapat hanyalah kata kata yang sama. Aku sempat bertengkar sedikit dengannya hanya karena Veranda. Sampai suatu hari diumumkan bahwa Veranda akan pergi ke Amerika untuk sebuah tugas.” Ucapnya sambil melihat langit.

#Flashback

*Author POV

Dua orang sedang beradu argumen di depan toko pet, mereka adalah Shinji dan Raja. Shinji masih bersikeras untuk mendekati Ve meski berkali kali dia ditolak dan diacuhkan oleh Ve. dan Raja tau betul perlakuan apa yang akan dia dapatkan nantinya.

“Sudahlah berhenti mengejarnya!! Masih banyak wanita lain yang layak kau kejar Shinji!!” Ucap Raja dengan emosi.

“Berisik!! Tau apa kau tentang perasaanku? Cukup diam dan perhatikan saja Raja.” Ucap Shinji.

“Kau!!” Kekesalan Raja benar-benar sudah berada dipuncak. Dia menarik keras kerah Shinji dan memukul wajahnya dengan sekuat tenaga. Shinji sempoyongan dan terjatuh.

“Kenapa kau keras kepala sekali? Sampai kapan kau dipermainkan terus oleh nya hah? Sadarlah Shinji!! Dia sudah mempermainkanmu. Dia sudah mempermainkan perasaanmu. Tinggalkan dia, jangan mengejarnya lagi.!!” Kata Raja dengan penuh amarah. Shinji mulai bangun dan berjalan mendekati Raja. Mereka saling menatap tajam, Shinji lalu tersenyum dan menepuk pundak kanan Raja.

“Jangan khawatir, aku baik baik saja.” Ucapnya lalu berbalik dan mulai berjalan pergi meninggalkan Raja.

“Shinji.”

Berkali kali Shinji terus menerus mendekati Veranda, tapi berkali-kali juga dia diacuhkan olehnya. Raja sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Hanya bisa mendukungnya dari belakang, meski didalam hatinya ingin sekali menghentikan tindakan bodoh temannya itu.

Selesai kegiatan kampus Shinji berencana untuk mendekati Veranda lagi. Meski dia tau akan diberlakukan seperti apa nantinya dia tetap tidak peduli, Raja tau akan hal itu. Tapi yang bisa dia lakukan hanyalah mengawasinya dari jauh.

“Haii tumben sendirian?” Tanya Shinji pada Ve di kantin kampus. Ve tidak menjawab pertanyaan dari Shinji. Dia hanya focus pada makanan yang ada dimejanya.

“Besok kan libur. Kita jalan jalan yu?” Ajak Shinji.

“Tidak, aku sibuk.” Jawab Ve datar.

“Sudah kubilang kan, dia hanya mempermainkan perasaanmu saja, dasar bodoh.” Ucap Raja yang sedang memperhatikan mereka berdua. Ve mulai beranjak dari tempat duduknya dan langsung pergi meninggalkan Shinji. Shinji tidak bisa berbuat banyak, dia terus menatap kepergian Ve.

“Sepertinya aku harus sedikit berbicara dengannya.” Kata Raja lalu pergi.

Besoknya saat pulang kuliah, Raja berniat menemui Ve. Dia menunggu dijalan yang selalu dilewati Ve saat pulang. Raja mulai melihat Ve sedang berjalan kearahnya sendirian. Ve juga menyadari keberadaan Raja, dia tau kalau Raja temannya Shinji karena beberapa kali dia sempat melihatnya selalu bersama Shinji.

“Veranda. Aku ingin berbicara sebentar denganmu.” Kata Raja. Ve hanya terdiam bingung.

“Ada masalah apa?” Tanya Ve.

“Soal Shinji.” Jawab Raja, Ve memutar bola matanya dan mendengus kencang.

“Kenapa lagi sih?” Tanya Ve dengan malas.

“Sebentar saja. Kumohon.” Pinta Raja sambil saling menempelkan kedua telapak tangannya didepan mulutnya kemudian sedikit membungkuk.

“Baiklah, hanya sebentar oke?” Ucap Ve.

Mereka kemudian mencari tempat yang enak untuk berbicara, dan memutuskan untuk berbicara di sebuah café didekat situ. Kebetulan Ve juga sedang lapar.

“Jadi mau bicara apa?” Tanya Ve sambil menyantap makanannya.

“Sebenarnya aku tidak berhak bertanya seperti ini. Tapi aku penasaran. Yang membuatmu terus menerus mengacuhkan bahkan menolak Shinji adalah karena keluargamu benarkan?” Tanya Raja. Ve lalu menatap Raja dengan serius.

“Kau tau dari Shinji?” Tanya Ve balik.

“Iya.” Kata Raja.

“Memang itulah alasanku. Aku tidak mau berpacaran dulu, aku lebih mementingkan kedua orang tuaku. Apalagi Ayahku sedang ada pekerjaan di Jerman. Dan Ibuku hanya tinggal bersama adikku. Aku tidak mau perhatianku teralihkan hanya karena seorang pria.” Ucap Ve.

“Jadi begitu.” Ucap Raja, sedikit demi sedikit dia mulai mengerti tentang situasi yang dialami Ve.

“Ditambah semester depan rencananya Ibuku dan Adikku Kido akan pindah kekota ini. Aku jadi tidak terlalu kesepian lagi.” Ucap Ve lalu tersenyum. Raja hanya melamun melihat seyuman Ve yang begitu anggun terlukis diwajahnya. Dia jadi sedikit merasakan kenapa Shinji begitu keras kepalanya berusaha untuk mendapatkan wanita yang ada dihadapannya ini. Cantik, anggun, feminim, pokoknya sempurna. Mungkin saat ini Raja lah yang sedang terjatuh dalam dekapan seorang Veranda.

“Lalu, aku boleh meminta sesuatu darimu?” Tanya Raja.

“Apa?” Tanya balik Ve.

“Jika memang alasanmu tidak bisa menerima Shinji karena keluarga. Aku menerima dan memakluminya, aku akan berbicara pada Shinji setelah ini. Tapi aku meminta satu hal padamu. Tolong jangan mengacuhkannya lagi. Terima dia sebagai teman, kau tahu. Sebelum dia tau kamu. Dia hanyalah seorang manusia yang penyendiri dan jarang tersenyum. Tapi, kulihat setelah dia bertemu denganmu. Semuanya berubah, dia tampak lebih bersemangat dari biasanya. Mungkin Shinji akan marah besar padaku jika tau kalau aku memohon padamu untuknya. Tapi tidak ada yang bisa aku lakukan lagi selain ini. Dia sedang menghadapi masalah besar dengan keluarganya. Aku hanya sedikit membantu agar dia tidak terlalu terpuruk dengan keadaannya saat ini.” Ucap Raja.

Penjelasan panjang Raja sedikit membuka hati Veranda. Dia jadi sedikit menyesal atas sikapnya yang kalau dipikirkan lagi ternyata sangat keterlaluan.

“Maaf atas sikap ku yang selalu seperti ini saat didekatnya.” Ucap Ve.

“Tidak, wajar saja kalau seorang wanita melakukan itu.” Ucap Raja.