Malam hari sebelum hari dimana Surya akan kembali pulang ke Jepang esok pagi, di pemakaman yang sangat sepi Surya duduk bersila dan memanjatkan beberapa doa untuk kakaknya.
“Ada apa kau memanggilku kesini?” Tanya Raja yang baru
saja tiba. Perlahan Surya mulai berdiri.
“Sebelumnya maaf. Karena menyuruhmu untuk datang ke
tempat ini malam hari.” Ucap Surya.
“Tidak apa.” Balas Raja.
“Kau tau, disamping rasa kecewa dan sedih ketika tau
bahwa kakakku sudah lebih dulu meninggalkanku. Aku benar-benar senang.” Ucap
Surya. Raja tidak berkata apapun saat itu. Dia hanya fokus mendengarkan.
“Karena aku bisa bertemu ayah kandungku. Dan menceritakan
banyak hal dengannya.” Ucap Surya yang sedikit berkaca-kaca.
“Aku tau Ayahku yang di Jepang juga memberlakukanku
dengan baik. Tapi tetap saja, aku sangat senang berada disini. Mungkin kalau
David masih hidup, bisa saja ini menjadi hari yang sangat menyenangkan dan
tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.” Ucap Surya sambil memandang
pusara makamnya David.
“Aku juga. Dulu sebenarnya aku orang yang tidak bisa
diandalkan. Meski sekarang juga begitu sih. Tapi aku sangat tidak percaya diri,
dengan penampilanku, dengan sifatku. Bahkan aku sangat canggung bila dekat
dengan seorang wanita.” Ucap Raja juga melihat pusara makam David.
“Tapi.” Lanjutnya. “Berkatnya, sekarang aku mulai
menyadari perubahanku secara bertahap.” Ucap Raja sambil tersenyum.
“Aku hanya ingin berterimakasih. Maaf karena waktu
pertama bertemu aku membuat kalian berfikir kalau kakakku masih hidup.” Ucap
Surya sedikit tersenyum.
“Memang benar. Kau benar-benar membuat kami kaget waktu
itu.” Balas Raja. Surya sedikit tertawa Raja pun demikian.
“Apa kau berencana akan kembali kesini suatu hari nanti?”
Tanya Raja.
“Aku harap begitu.” Ucap Surya.
“Aku sangat menantikannya.” Ucap Raja. Surya hanya
mengangguk.
“Kalau begitu. Aku pamit pulang. Sudah sangat malam dan
hawanya mulai ngga enak.” Ucap Surya.
“Tentu aku juga mau pulang. Kau pikir aku akan betah
lama-lama ditempat ini.” Ucap Raja.
Mereka berdua meninggalkan area pemakaman dan pulang
kembali kerumah mereka masing masing dengan selamat. Sebelum terlelap tidur,
Raja mendengar hpnya berbunyi, dia melihat ternyata Nadhifa yang menelponnya.
Bergegas dia langsung menekan tombol angkat.
“Iya Nadhifa?” Tanya Raja.
“Besok bisa ketemuan di cafe biasa kita makan?” Tanya
Nadhifa dengan nada sedikit tidak seperti biasanya.
“Tentu. Memangnya ada apa?” Tanya Raja penasaran.
“Nanti saja disana aku ceritanya. Makasih ya. Udah malam,
cepetan tidur gih. Selamat malam. Mimpi indah.” Ucap Nadhifa lalu menutup
telponnya.
“Malam.” Balas Raja.
Raja mulai mematikan lampu kamarnya dan berbaring dikasur
empuk miliknya. Dia mulai berfikir ada yang aneh dengan orang yang dia sukai
itu. Nadhifa. Memang selama ini Raja belum mengungkapkan perasaannya ke Nadhifa
tapi Raja berfikir mungkin itu tidak perlu dilakukan toh mereka sudah sangat
dekat.
Tapi bagaimanapun perasaan itu harus segera dia ungkapkan
kepada Nadhifa, mungkin besok waktu yang tepat untuk melakukannya. Batin Raja
lalu mulai memejamkan matanya.
Hari yang cerah menyapa pagi ini. Karena ada jadwal
dikampus yang mengharuskannya datang pagi. Sebelum berangkat Raja melihat
ponselnya dan ada satu sms masuk, setelah dibuka ternyata dari Nadhifa.
‘Jam 2 siang yah. Jangan lupa.’ Tulisnya di pesan singkat
itu.
Raja sedikit tersenyum dan kembali memasukan hpnya
kedalam saku celana depannya. Masuk mobil kemudian berangkat menuju kampusnya.
Setelah selesai UAS dan sedikit mengerjakan tugas. Raja
langsung berangkat menuju cafe yang biasa mereka kunjungi. Meskipun waktu belum
menunjukan pukul 2 tepat tapi Raja berfikir lebih baik menunggu daripada
ditunggu oleh Nadhifa.
Sesampainya disana, setelah memarkirkan mobilnya. Raja
masuk ke cafe itu dan mendapati ternyata Nadhifa sudah lebih dulu berada
disana. Raja berjalan cepat kearah meja tempat Nadhifa berada.
Suasana didalam cafe itu cukup nyaman karena diputar juga
lagu-lagu hits masa kini disana.
“Hai, sudah lama?” Tanya Raja langsung mengambil posisi
duduk yang berhadapan.
“Hai, nggak juga kok.” Balas Nadhifa.
“Begitu ya.” Ucap Raja. Nadhifa melihat Raja dengan
lekat. Merasa sangat diperhatikan membuat Raja sedikit canggung dan grogi.
“Nadhifa?” Tanya Raja yang membuyarkan lamunan Nadhifa.
“Ahh maaf.” Ucap Nadhifa salah tingkah.
“Ada apa? Apa ada yang menempel di wajahku?” Tanya Raja
sambil meraba-raba wajahnya sendiri.
“Bukan apa-apa.” Ucap Nadhifa.
“Begitu. Ohh iya, katanya mau ada yang kamu bicarakan
disini? Tentang apa?” Tanya Raja. Nadhifa sedikit terdiam, seperti bingung
memulainya dari mana.
“Itu..” Ucap Nadhifa terbata-bata.
“Itu apa?” Tanya Raja.
“Maaf.” Ucap Nadhifa sambil sedikit menunduk. Mendengar
perkataan maaf dari Nadhifa tentu saja membuat Raja menerka-nerka hal yang
tidak baik nantinya yang akan dibicarakan.
“Kenapa kamu minta maaf?” Tanya Raja yang memasang wajah
penuh keseriusan.
“Maaf sebelumnya karena aku baru bilang sekarang.” Ucap
Nadhifa. Raja masih diam untuk mendengar penjelasan Nadhifa.
“Ayah dan Ibuku menyuruhku untuk tinggal bersama mereka
di Jepang.” Ucap Nadhifa dengan berat. Raja masih mencerna kata-kata Nadhifa
barusan. Jepang?
“Apa maksudnya?” Tanya Raja lirih.
“Ayah dan Ibuku bilang sangat khawatir denganku karena
berada disini sendirian. Jadinya mereka menyuruh aku untuk menyusul mereka dan
tinggal disana agar aku berada dalam pengawasan mereka.” Jelas Nadhifa. Membuat
Raja sedikit terdiam dan termenung.
“Kapan?” Tanya Raja.
“Besok.” Ucap Nadhifa.
“Jadi kamu benar-benar akan pergi?” Tanya Raja. Nadhifa
sedikit mengangguk. Raja menghembuskan nafasnya kencang kemudian memegang kedua
tangan Nadhifa.
“Tidak apa. Aku tidak marah. Hanya mengenalmu saja
membuat hidupku berubah drastis. Semuanya adalah keputusanmu. Aku tidak ada hak
untuk melarangmu menemui kedua orang tuamu.” Ucap Raja. Nadhifa hanya terdiam
sambil melihat Raja dengan tatapan berkaca-kaca.
“Terimakasih ya.” Ucap Raja lirih. Nadhifa menggenggam
erat tangan Raja.
“Terimakasih sudah menemani aku disaat saat yang sulit
ketika David tiada. Terimakasih karena sudah sering datang kerumahku hanya
untuk menghiburku. Terimakasih karena kamu, hatiku yang kosong akhirnya sudah
terisi penuh oleh kehadiranmu.” Ucap Raja yang membuat Nadhifa hanya terdiam
mendengar penuturan Raja.
“Nad aku juga mau bilang sesuatu sama kamu.” Lanjut Raja.
Nadhifa merasa jantungnya berdetak cukup kencang mendengar hal itu. Hal yang
ditakutinya.
“Aku suka sama kamu.” Ucap Raja dengan mantap. Nadhifa
terdiam sejenak mendengar hal itu. Ternyata benar. Sesuatu yang benar-benar
ditakutinya akhirnya terjadi.
Nadhifa tidak bisa membohongi hatinya kalau dia masih
memiliki rasa pada Austin. Disamping itu Nadhifa juga tidak mau membuat Raja
kecewa terlalu dalam nantinya.
“Maukah kamu jadi pacar aku Nad?” Tanya Raja sambil
memegang erat tangan Nadhifa yang sudah meneteskan air matanya
“Maaf Raja.” Ucap Nadhifa membuat Raja melihat kearahnya
dengan tatapan yang penuh tanya.
“Kenapa?” Tanya Raja melas.
“Aku masih takut. Jujur aku masih memiliki rasa sama
Austin sampai sekarang. Dan aku takut jika kita melakukan suatu hubungan malah
akan ngecewain kamu nantinya” Ucap penuturan Nadhifa yang membuat Raja
terbengong dan juga sedikit tersenyum
“Begitu.” Ucap Raja.
“Jangan memaksakan hatimu Nad. Yang kulakukan hanyalah
sebuah saran dari David dulu. Jadi, mau sama siapapun kamu nantinya. Aku tidak
peduli. Asal kamu bahagia, itu sudah sangat cukup buatku.” Ucap Raja.
“Apa kita akan bertemu lagi?” Tanya Nadhifa yang masih
meneteskan air mata.
“Aku harap.” Ucap Raja yang melepaskan genggaman
tangannya.
Setelah mengobrol sesuatu yang membuat hati Raja sangat
rapuh, Raja berencana untuk langsung pulang mengistirahatkan pikiran dan juga
hatinya.
“Kalau begitu lebih baik kamu pulang dan beristirahat.
Jangan sampai sakit. Salam ya ke Ayah dan Ibumu disana.” Ucap Raja. Nadhifa sedikit
mengangguk yang matanya masih berkaca-kaca.
Besok paginya jam 9.30 di bandara, seperti yang sudah
dijadwalkan, Nadhifa akan berangkat jam 10. Yansen, Austin, Howard dan Rangga
sudah berada disana untuk mengantarnya dan mengucapkan salam perpisahan.
Sementara Raja tidak mengetahui soal keberangkatan Nadhifa. Yang dia tahu
hanyalah bahwa hari ini Nadhifa akan berangkat ke Jepang.
“Aku bakalan kangen Nad.” Ucap Austin. Nadhifa hanya
tersenyum.
“Aku juga.” Ucap Nadhifa.
“Nadd, lu tega sih ninggalin gue.” Ucap Yansen sambil
memeluk Nadhifa dengan erat.
“Duhh pengen juga dong dipeluk.” Ucap Rangga pelan.
Howard kemudian menyikut Rangga.
“Yansen, jaga diri lo baik-baik yah, janji. Kita bakal
ketemu lagi kok.” Ucap Nadhifa. Yansen hanya mengangguk, air matanya sedikit
keluar.
“Austin.” Panggil Howard.
“Apa?” Tanya Austin.
“Lu ngga ngucapin apa-apa lagi gitu.” Ucap Howard. Austin
hanya mengangkat satu alisnya.
“Yaa mau apa lagi? Bingung gue.” Ucap Austin yang
menggaruk kepala meski nggak gatal.
“Ya sebagai salam perpisahan ngelakuin apa kek.” Ucap
Rangga yang melirik ke arah lain.
“Lu mau kita ngelakuin apa emang?” Tanya Austin yang juga
bingung dengan maksud dari Rangga.
“Yaa kecup hangat mungkin dari bibir ke bibir.” Ucap
Rangga asal.
“Lu jadi orang, mesumnya udah kebangetan deh.” Ucap
Yansen.
“Ga mungkin lah, ini kan tempat umum.” Timpal Nadhifa.
“Ohh, jadi kalo ini bukan tempat umum kalian mau gitu
ngelakuinnya?” Tanya Rangga dengan polosnya. Kemudian disambut sikutan dari
Howard.
“Mulut lo lemes banget, pikir dulu kenapa sih.” Omel
Howard.
“Tau nih rese banget jadi orang.” Ucap Austin kemudian
mencekik Rangga dengan keras.
Mereka semua tertawa dengan tingkah yang dilakukan oleh
Austin dan Rangga itu. Namun, didalam hati Nadhifa masih ada sedikit rasa
kasihan dan juga simpati atas apa yang dia katakan pada Raja tempo hari. Dia
khawatir jika nantinya Raja akan kembali ke masa gelapnya ketika ditinggal
pergi oleh sahabat baiknya. Tapi bagaimanapun juga Nadhifa tidak bisa berbuat
banyak kali ini. Orang yang dia sukai masih sama, yaitu Austin. Meski sering
kali bertengkar, tapi mereka tidak pernah saling marahan sama sekali. Hatinya
jelas tidak bisa berbohong. Kalau dibilang ada rasa tentu saja ada rasa suka
Nadhifa pada Raja, namun itu hanya sebagian kecil dari keseluruhan hatinya yang
sudah ada Austin yang mengisinya.
Panggilan dari pesawat yang akan ditumpangi oleh Nadhifa
terdengar.
“Ehh itu pesawat lu kan?” Tanya Yansen.
“Iya nih, kayaknya waktu kita Cuma nyampe disini aja.
Semoga kita bertemu lagi ya.” Ucap Nadhifa.
“Ngga usah khawatir, ntar kita nyusul lo ke Jepang ye
kan?” Tanya Rangga sambil melirik ke Howard.
“Kenapa lu liatnya ke gue?” Tanya Howard bingung.
“Lah kan elu juga orang sana. Sabi lah kalo misalnya ajak
kita-kita liburan ke Jepang ya ga?” Ucap Rangga sambil melipatkan kedua
tangannya didepan dadanya.
“Wahh boleh tuh, seru juga.” Ucap Yansen dengan antusias.
Panggilan dari pesawat yang akan ditumpangi oleh Nadhifa
terdengar sekali lagi.
“Kalau begitu, gue pamit ya.” Ucap Nadhifa yang mulai
berjalan menuju tempatnya.
“Hati-hati Nad.” Ucap Yansen.
“Dadaahhh.” Ucap Rangga dengan keras sambil melambaikan
tangannya diikuti oleh mereka semua.
Di tempat lain Raja berjalan menuju pusara makam David. Rasa
sesak dan sakit tentu menjalar pada tubuh Raja saat ini. Bagaimana tidak?
Seseorang yang bisa membuatnya sedikit tertarik, seseorang yang membuatnya
sedikit berubah, bahkan seseorang yang bisa membuatnya tersenyum dan tertawa
akan pergi meninggalkannya.
Raja mengutuk pada dirinya sendiri, jadi seperti ini
rasanya sakit hati? Sesuatu yang baru dirasakan Raja selama dia hidup. Sekarang
tidak akan ada lagi orang yang menghiburnya dikala dia sedang terpuruk. Tidak
akan ada lagi orang yang sangat pengertian padanya. Sesuatu yang dirasa mungkin
mati adalah jalan berikutnya.
Raja kemudian duduk disamping pusara makam David sambil
sedikit tersenyum.
“Apa kau tahu seperti apa rasanya dikhianati oleh sesuatu
yang sangat kau percayai dan kau anggap penting bagi dirimu?” Ucap Raja
sendiri.
“Aku, baru saja merasakannya.” Lanjutnya yang tidak dia
sadari kalau air matanya sudah menetes keluar.
“Tapi, meski aku akhirnya hanya menjadi sebuah pijakan
agar dia bahagia. Aku tidak pernah keberatan sama sekali. Demi seseorang yang
aku sayang, aku rela melakukannya. Meski pada akhirnya dia bahagia dengan orang
lain.” Ucap Raja lagi.
Tanpa disadari Raja, Yuriva berada dibelakangnya dan
mendengar semua keluh kesah sang kakak yang membuatnya juga meneteskan air
matanya. Ketika dirumah, Yuriva merasa ada yang salah dengan kakaknya. Makanya
dia mengikuti kakaknya dari belakang dan sampailah dia ditempat ini
Dengan cepat Yuriva memeluk Raja dari belakang menyadari
ada seseorang yang memeluknya. Raja yakin kalau itu adalah adiknya. Benar. Raja
masih memiliki sebuah keluarga kecilnya. Keluarga yang masih membutuhkan
perlindungannya, seorang adik yang masih perlu pengawasannya. Hampir saja Raja
mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya hanya karena seorang pujaan
hatinya.
Kata orang tangisan seorang laki-laki karena dikhianati
oleh wanita yang dicintainya merupakan rasa sayang yang sangat tulus dan tidak
dibuat-buat. Namun pada kenyataannya banyak wanita yang berpura-pura berpaling
dari kenyataan itu. Dan tetap mengikuti intuisi mereka dan mengabaikannya
sampai akhirnya dia tersadar kalau dia sudah salah jalan.
Seseorang tidak akan pernah menemukan apa yang ia cari
kalau tidak memperhatikan hal-hal sekitar mereka dan hanya fokus pada
tujuannya. Karena seyogyanya apa yang ia cari bukan terfokus pada tujuan akhir,
namun hal-hal kecil yang membuat dan membantu dia mencapai tujuan itu sendiri.