Sunday, April 23, 2017

Dareka No Tame Ni Bagian 9



Masih dihari yang sama. Raja masuk ke ruangan Gracia yang sedang dirawat. Dengan tatapan kosong mengarah keluar jendela, syok berat pasti dialami Gracia saat tau David sudah tidak ada. Dan bodohnya, Raja juga mengalami hal yang sama. Meski sudah sedikit terbiasa. Raja sedikit menyesal, orang yang sangat kehilangan sosok David bukan hanya dia seorang. Tapi ada yang bahkan lebih kehilangan lagi. Dia adalah Gracia, orang yang sudah berbagi kasih dengan David. Raja tidak berfikir hal itu. Dia benar-benar merasa seperti orang yang egois.

Seharusnya Raja menyadarinya lebih awal dan terus bersama dengan Gracia saat dia tahu kabar sebenarnya mengenai David. Dia harusnya berada di sisi Gracia saat mengetahui sang pacar telah berpulang untuk selamanya. Menyediakan pundak untuknya menangis, menyediakan dada untuknya dipukul, dan berusaha menenangkannya.

Namun hal itu sudah terlambat. Raja tidak bisa berfikir apakah dia benar-benar bisa membuat Gracia semangat lagi atau tidak menjalani hidupnya. Bahkan saat dia berdiri tepat dihadapannya. Gracia seperti tidak sadar dengan kehadiran Raja. Sekali lagi, Raja benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa untuk sahabatnya. Bahkan ketika dia sudah tidak ada, untuk menenangkan pacar sahabatnya pun dia tidak bisa.
Dia malah sibuk dengan perasaannya sendiri. Sahabat macam apa yang bahkan tidak bisa berbuat sesuatu yang berguna untuk dilakukan. Hal itu bahkan tidak pantas disebut sahabat sama sekali. Raja mulai melangkah ke arah tatapan Gracia, tatapannya masih sama meski kini dihadapan Gracia berdiri seorang Raja.

Air mata Gracia menetes begitu saja, melihat itu Raja langsung mendekati Gracia lalu duduk didekatnya kemudian memegang kepala belakang Gracia dan perlahan mendorongnya ke bahu miliknya, mengusap kepala belakangnya pelan dengan diiringi suara angin yang terdengar dari balik jendela.

“Aku ingin melihatnya.” Ucap Gracia lirih. Raja hanya diam mendengarkan. Dan posisi mereka masih belum berubah.

“Aku ingin pergi ke tempat dimana dia dimakamkan. Aku ingin melihatnya dengan mata kepalaku sendiri kalau yang tertulis disana memang David.” Ucap Gracia sambil menangis.

“Kau yakin?” Tanya Raja pelan.

“Ya. Aku mohon.!!” Ucap Gracia.

“Baiklah. Besok kita akan kesana.” Ucap Raja.

“Terimakasih.” Ucap Gracia.

“Tapi sebelumnya, kau harus berjanji padaku.” Ucap Raja.

“Apa?” Tanya Gracia. Raja kemudian melepaskan tangannya dari kepala Gracia

“Setelah melihat pusara makam nya, aku ingin kamu berjanji untuk kembali.” Ucap Raja.

“Maksudnya?” Ucap Gracia sambil mengusap air matanya.

“Iya. Kembali menjalani hidupmu dengan semestinya. Menjalani hidup dengan penuh gairah dan juga semangat, juga selalu tersenyum. Itulah Shania Gracia yang aku dan David kenal.” Ucap Raja. Gracia merasa tidak yakin dengan dirinya sendiri. Bagaimanapun juga butuh waktu yang tidak singkat untuk menyembuhkan luka yang tidak terlihat itu dengan baik

“Jika tidak mau berjanji jangan harap aku akan mengantarmu kesana.” Ucap Raja.

“Baiklah. Aku janji.” Ucap Gracia.

‘kruuk kruuk kruuk’

Suara aneh dan misterius terdengar sangat nyaring. Raja melihat Gracia sambil tersenyum. Sementara Gracia tersipu malu.

“Sudah berapa lama kau tidak makan?” Tanya Raja sambil tersenyum. Gracia masih tersipu malu ternyata suara perutnya terdengar sangat keras.

“Entahlah.” Ucap Gracia

“Dasar.” Ucap Raja sedikit tersenyum. Syukurlah, paling tidak Gracia tidak terlalu merasa tertekan dengan kehilangan David.

“Tunggu sebentar, kebetulan aku membawakan makanan untukmu.” Ucap Raja sambil beranjak pergi.

“Serius?” Tanya Gracia.

“Ya.” Ucap Raja kemudian berjalan keluar ruangan dan mendapati tasnya didepan ruangan. Raja kemudian mengambil sebungkus makanan yang dibawa khusus olehnya untuk Gracia.

“Raja. Bagaimana keadaannya?” Tanya Ibunya Gracia.

“Ohh dia baik baik saja Tan. Dia lapar, katanya mau makan sesuatu dan kebetulan aku sudah membawanya.” Ucap Raja.

“Benarkah? Dia bisa diajak bicara?” Tanya Ayahnya Gracia yang antusias.

“Bisa.” Ucap Raja.

“Syukurlah.” Ucap kedua orang tua Gracia yang memperlihatkan perasaan lega. Kemudian mereka berdua beregas untuk masuk dan memastikan sendiri keadaan putri sematawayangnya itu. Sebelum masuk ke ruangan. Raja melihat Anin masih berdiri mematung.

“Kau tidak ikut masuk?” Tanya Raja

“Ahh tidak. Sepertinya aku langsung pulang saja. Mendengar Gre sudah baikan saja sudah cukup untukku.” Ucap Anin yang kemudian berbalik. Dengan cepat Raja menahan Anin sambil memegang lengannya.

“Jangan gitu. Dia butuh teman wanita saat ini. Lebih baik kamu temui dia dulu, ya?” Ajak Raja. Anin tidak bisa berkata apa-apa. Wajahnya memerah.

“Baiklah. Aku masuk.” Ucap Anin lalu bergegas masuk keruangan perawatan Gracia tanpa menatap Raja sama sekali. Raja ikut menyusul Anin masuk keruangan perawatan.

Kedua orang tua Gracia benar benar terlihat bahagia melihat anak mereka sudah bisa diajak bicara lagi seperti biasanya. Rasa haru, sedih, bahagia. Semuanya tercampur saat itu. Raja hanya tersenyum melihat keluarga Gracia yang terlihat sangat bahagia. Mengingatkan kembali pada almarhum Ayahnya, perasaan senang dan selalu bercanda bersama dengan seluruh anggota keluarganya dia rasakan telah lama hilang sejak ayahnya meninggal.

Namun melihat keluarga kecil ini begitu bahagia, membuat Raja secara tidak sadar meneteskan air mata. Anin tidak sengaja melihat kejadian itu, ketika Raja tersadar kalau Anin memperhatikannya dia buru buru menhapus air matanya dan berbisik pelan.

“Berikan ini padanya. Aku pulang dulu, Ibu dan Yuri harus tau keadaan Gracia sekarang.” Ucap Raja.

“Baiklah. Tapi kenapa.....” Ucap Anin yang terpotong oleh Raja.

“Jangan tanya apapun, kumohon. Aku pergi.” Ucap Raja kemudian bergegas pergi.

Heran melihat Raja menangis untuk pertama kalinya bagi Anin, membuat Anin semakin penasaran penyebab Raja bisa menangis seperti itu.

Setelah memberitahukan keadaan Gracia pada Ibunya dan Yuri. Mereka bertiga kemudian berencana untuk pergi kerumah sakit untuk menjenguk Gracia.

“Kalian duluan saja ke rumah sakitnya.” Ucap Raja.

“Memangnya kakak mau kemana?” Tanya Yuriva.

“Kerumah Nadhifa dulu. Aku juga ingin memberitahukan kondisi Gracia padanya.” Ucap Raja.

“Kan bisa lewat telpon.” Usul Ibunya Raja.

“Itu dia. Ga enak kalo lewat telpon.” Ucap Raja.

“Ga enak gimana maksudnya?” Tanya Ibunya Raja lagi. Raja sempat bingung harus bicara apa lagi untuk meyakinkan Ibunya bahwa dia memang benar-benar ingin ke rumahnya Nadhifa.

“Sudahlah Bu, mungkin kak Raja mulai kangen sama Kak Nadhifa.” Ledek Yuriva.

“Kau!!” Ucap Raja sedikit kesal.

“Yasudah. Hati hati, jangan ngebut ngebut bawa motornya.” Ucap Ibunya Raja yang kemudian masuk mobil.

“Iya.” Ucap Raja.

“Aku duluan ya kak. Disananya jangan lama-lama. Kalian belum halal loh.” Ucap Yuriva sambil sedikit berlari menuju mobil.

“Ohh sudah mulai berani sama kakaknya sendiri rupanya ya.” Ucap Raja yang sedikit berusaha mengejar Yuriva namun Yuriva keburu masuk kedalam mobil.

Jendela mobil terbuka.

“Ibu duluan Raja. Jangan lama-lama.” Ucap Ibunya Raja dari dalam mobil.

“Iya Bu. Hati-hati juga nyetirnya. Kalo ngantuk bisa gantian sama Yuri.” Ucap Raja.

“Kamu ini ada ada aja.” Ucap Ibunya Raja sambil tersenyum. Terlihat Yuriva memajukan bibirnya kearah Raja. Klakson mobil berbunyi dan perlahan mobil mulai melaju meninggalkan Raja.

“Baiklah, sekarang saatnya kerumah Nadhifa.” Ucap Raja yang kemudian berjalan kearah motor miliknya sambil mengenakan jaket kesayangannya kemudian langsung melaju.

Sementara itu dirumahnya Nadhifa. Ada Yansen, Austin dan kedua temannya yang sedang mengobrol santai. Sementara Nadhifa ijin untuk sedikit lebih lama dikamarnya. Alasannya karena sedikit tidak enak badan.

“Lu juga ngerasain kan perubahan sikap Nadhifa akhir-akhir ini?” Tanya Austin dengan serius.

“Jujur sih iya. Emang akhir-akhir ini tingkah lakunya sulit ditebak, bahkan oleh gue sendiri.” Terang Yansen.

“Gue ngerasa ini ada hubungannya dengan si cyborg itu.” Ucap Austin.

“Raja maksudnya?” Tanya Yansen meyakinkan diri.

“Iyalah, siapa lagi coba.” Ucap Austin.

“Mungkin sih, tapi emang lu yakin ini semua karena Raja?” Tanya Yansen yang juga mulai ragu.

“Kenapa lu jadi ragu gitu sih? Ya jelas siapa lagi coba yang mengusik hubungan gue sama Nadhifa akhir-akhir ini kalo bukan si cyborg itu?” Ucap Austin.

“Tau ah.. pusing gue. Gue ke kamarnya dulu.” Ucap Yansen yang kemudian beranjak menuju kamarnya Nadhifa.

“Lihatkan? Bahkan dia pun juga kayaknya bakal ngikutin jejak Nadhifa.” Ucap Austin kesal.

“Lu sendiri sih, memaksakan opini lu sendiri.” Ucap Rangga sambil melahap cemilan.

“Memaksakan opini gimana maksudnya?” Tanya Austin.

“Ya itu, tentang tuduhan lu ke si cyborg itu.” Ucap Rangga.

“Tapi emang semuanya fakta kok.” Ucap Austin.

“Ya gue tau tapi yang jadi lawan bicara lu tadi itu cewe. Sedikit lunak lah kalo bicara sama cewe, jangan egois lu ditinggiin kayak tadi.” Ucap orang sebelahnya Rangga. Howard.

“Kok lu berdua malah nyalahin gue sih?” Tanya Austin.

“Bukan nyalahin, Cuma mengingatkan.” Ucap Rangga.

“Lu pikir dia akan pulang ke Indonesia setelah kejadian ini?” Tanya Howard. Austin dan Rangga sontak melirik Howard dengan lekat.

“Siapa?” Tanya Austin.

“Lu pikir aja sendiri.” Ucap Howard sambil tersenyum.

“Ahh elah, ga asik lu.” Ucap Austin. Howard lalu tertawa pelan.

“Tenang aja, cepat atau lambat dia pasti pulang. Dan lu berdua pasti akan terkejut melihatnya.” Ucap Howard sambil tersenyum sinis.

Sementara itu dikamar Nadhifa.

“Lu ga akan kebawah nemuin si Austin?” Tanya Yansen yang baru membuka pintu kamar Nadhifa.

“Ga ahh. Males gue.” Ucap Nadhifa sambil tiduran dikasurnya.

“Tumben lu males ketemuan sama gebetan lu.” Ucap Yansen sambil berjalan mendekati Nadhifa.

“Gebetan apa sih. Ga lah, dia  Cuma teman biasa doang.” Ucap Nadhifa.

“Ohh iya gue lupa. Gebetan lu kan si Raja itu.” Ucap Yansen lalu duduk dikasur. Nadhifa lalu melirik tajam kearah Yansen.

“Kenapa lu punya pikiran gitu sih?” Tanya Nadhifa dengan serius.

“Gue tau lu. Gue sahabat lu dari kecil. Gue tau sikap temen gue kalo lagi naksir sama orang tuh ya gini.” Ucap Yansen.

“Gini gimana maksudnya?” Tanya Nadhifa.

“Kebanyakan menyendiri. Lu pikir udah berapa cowo yang udah ngebuat lu jadi penyendiri kayak gini? Banyak tau ga.” Ucap Yansen.

“Gitu ya. Hihihi.” Ucap Nadhifa sambil cengingisan.

“Lu emang beneran mulai suka sama tuh cowo?” Tanya Yansen dengan serius.

“Ga tau gue.” Ucap Nadhifa.

“Gimana sih. Masa lu ga tau perasaan lu sendiri? Emang pandangan lu mengenai si Raja ini gimana sih?” Tanya Yansen.

“Ya emang gue ga tau. Gimana ya, dia dibilang jelek enggak. Cakep juga enggak. Normal lah, tapi sikapnya itu yang ngebuat gue sedikit tertarik sama tuh cowo.” Ucap Nadhifa.

“Sikapnya gimana maksudnya?” Tanya Yansen yang sepertinya kurang jelas dengan penjelasan Nadhifa.

“Pokoknya gitu deh.” Ucap Nadhifa.

“Lu selain penyendiri jadi sedikit kacau ya otak lu karena cowo.” Ucap Yansen.

“Bukan gitu. Gue Cuma susah ngejelasinnya. Pokoknya dia tuh beda banget sama cowo cowo yang selama ini udah deket sama gue.” Ucap Nadhifa.

“Iya deh gue paham.” Ucap Yansen.

Terdengar suara motor berhenti didepan gerbang depan rumah Nadhifa. Nadhifa dan Yansen langsung melihatnya dari kaca jendela dikamar Nadhifa. Ya, itu Raja. Akhirnya dia telah sampai dirumahnya Nadhifa. Yansen dan Nadhifa saling pandang, rasa khawatir menghinggapi mereka berdua karena tau Austin dan kedua temannya sedang berada disini.

Wednesday, April 19, 2017

Dareka No Tame Ni Bagian 8



Diperjalanan. Nadhifa dan Raja dihadapkan masalah yang lumayan serius. Dua orang berbadan besar dan berwajah menyeramkan seperti seekor beruang yang sedang menunggu mangsanya. Dua orang itu kemudian berjalan mendekati Raja dan Nadhifa.

“Siapa mereka?” Tanya Nadhifa yang bersembunyi dibelakang Raja.

“A-Aku tidak tau.” Ucap Raja sambil melihat sekitar, siapa tau ada orang yang bisa dimintai tolong.

“Aku takut.” Ucap Nadhifa. Raja juga sebenarnya merasakan hal yang sama seperti Nadhifa, tapi apa mungkin dia akan mengatakannya.

“Ja-Jangat khawatir. Aku akan melindungimu.” Ucap Raja sambil merentangkan sedikit tangannya.

“Heh. Bocah.” Ucap Salah satu orang yang memiliki bekas luka di bawah matanya.

“Lihat, gadis itu cantik juga. Kita singkirkan sampah itu, dan bawa gadis itu ketempat kita.” Usul seorang lagi yang memiliki luka sayatan ditangan kanannya.

“Raja.” Ucap Nadhifa.

“Dengar!! Sekarang kamu cepatlah melarikan diri dari sini.” Bisik Raja.

“Apa yang kamu katakan? Lalu bagaimana denganmu?” Tanya Nadhifa dengan sedikit berbisik.

“Aku akan baik-baik saja. Percaya padaku!! Tidak ada waktu lagi untuk berdebat. Sekarang juga kamu cepat pergi. Dan jangan pernah kembali lagi kesini, paham?” Ucap Raja.

“Sedang berbisik apa kalian hah!!” Ucap seorang pria yang memiliki luka di wajah.

“Ayo kita singkirkan sampah ini dengan cepat. Dan kita akan segera bersenang senang dengan gadis cantik dan mulus itu.” Ucap Pria dengan luka sayatan di tangan kanan.

“LARI!!!” Teriak Raja. Nadhifa dengan cepat berlari menjauhi mereka. Tentu saja para pria itu sangat kesal dan berniat mengejar Nadhifa. Namun Raja menghalanginya.

“Kau urus dia.!” Ucap pria luka wajah.

“Baiklah.” Tanpa basa basi, pria yang memiliki luka sayatan di tangannya langsung memukul keras wajah Raja yang tepat mengarah ke pipinya. Raja pun langsung tersungkur. Melihat itu Nadhifa berhenti berlari dan berniat untuk kembali.

“Raja.” Ucap Nadhifa khawatir.

“Bagus. Tunggu disana gadis cantik.” Ucap pria luka wajah sambil mulai berjalan.

‘tap’

Raja memegang kaki kiri dari si pria luka wajah itu dengan sekuat tenaga lalu terus memukulinya dengan sekuat tenaga. Karena kesal, pria yang memiliki luka sayatan langsung menginjak nginjak tubuh Raja agar dia mau melepaskan tangannya dari kaki pria luka wajah.

“Lepaskan!! Bodoh.” Ucap Pria luka wajah yang juga ikut memukul Raja.

“PERGI!!” Teriak Raja.

“Tidak.” Ucap Nadhifa sambil menutup mulutnya lalu dengan cepat berlari. Tujuannya bukan pulang kerumah, melainkan mencari bantuan dari orang orang yang dia temui sepanjang jalan. Beberapa orang yang dia temui untuk dimintai tolong kemudian berlari ketempat yang dimaksud oleh Nadhifa. Tiba disana, orang orang menyeramkan itu sudah tidak ada. Yang ada hanyalah sesosok pria yang tergeletak tidak berdaya. Yah, itu adalah Raja.

“Raja!!” Ucap Nadhifa sangat histeris.

*Flashback off

“Jadi waktu itu pas lagi kencan sama kakak?” Tanya Yuriva.

“Iya. Dia sempat sadar, aku udah mau nganterin dia kesini. Ehh dia nya bersikeras ngga mau. ‘ngerepotin’ katanya.” Ucap Nadhifa.

“Kak Raja justru bilangnya karena kejedot tiang listrik, makanya jadi memar begitu. Ibu juga sempat khawatir, kalau kalau ada orang yang memukuli kak Raja.” Ucap Yuriva.

“Maaf banget ya Yuri. Aku juga berpikir Raja sepertinya ngga akan cerita yang sebenarnya mengenai kejadian malam itu. Jadi kuputuskan untuk cerita yang sebenernya sama kamu.” Ucap Nadhifa.

“Tidak apa-apa kak. Aku bahkan sangat senang mendengarnya.” Ucap Yuriva sambil tersenyum.

“He? Kenapa memangnya?” Tanya Nadhifa.

“Kak Raja sudah benar-benar berubah. Dari dulunya sangat kutu buku. Kurang pergaulan dan sebagainya. Bahkan sampai sampai dicap cupu sama teman-temannya waktu di SMA. Dan dibangku kuliah pun juga tidak jauh berbeda, satu-satunya penghubung dia dengan dunia luar adalah kak David. Dia yang selalu ada bersama kak Raja, Kak David benar-benar setia menemani kak Raja. Karena kak David juga, sampai sekarang kak Raja bisa hidup dengan warna yang berbeda beda. Selalu bisa membuat kak Raja tersenyum dan tertawa, hal yang bahkan tidak bisa aku dan ibu lakukan.” Ucap Yuriva. Nadhifa menjadi pendengar setia hari itu. Dia benar-benar sangat antusias dalam hal apapun mengenai Raja.

“Mereka memang berteman sejak kecil, tapi tidak pernah sedekat ini sebelumnya.” Lanjut Yuriva.

“Maksudnya?” Tanya Nadhifa.

“Orang yang bisa membuat kak Raja tersenyum dan tertawa lepas selain kak David sebelumnya adalah Ayah. Namun sayang, ketika kak Raja kelas 3 SMA dan aku kelas 3 SMP, Ayah kami meninggal karena sebuah kecelakaan mobil. Dan semenjak kehilangan Ayah, Kak Raja jadi semakin mengurung diri dikamar, bahkan sempat sakit parah, sampai sampai harus dirawat dirumah sakit.” Ucap Yuriva.

“Kemudian beberapa hari setelah kak Raja keluar dari rumah sakit. Kak David selalu menyempatkan diri untuk bisa datang berkunjung kerumah kami. Walaupun hanya untuk menemani kak Raja mengerjakan PR ataupun juga cuma membaca buku. Kak David selalu bisa menyempatkan dirinya untuk datang kerumah ini meski tidak setiap hari. Dan itu dia lakukan sampai sekarang.” Ucap Yuriva.

“Persahabatan mereka benar-benar keren.” Ucap Nadhifa.

“Tapi sekarang. Dua orang yang bisa membuat kak Raja tersenyum dan tertawa sudah tiada, aku dan ibu bahkan tidak tau harus bagaimana selanjutnya. Tapi untungnya Kak Raja bisa kenal sama Kakak. Dan dari cerita yang baru aku dengar, sepertinya hanya kakak yang bisa membuat senyuman itu kembali hadir di wajah kak Raja.” Ucap Yuriva.

“Entahlah, aku juga sebenarnya tidak yakin dengan hal itu.” Ucap Nadhifa.

“Tidak. Aku yakin hanya kakak yang mampu membuat senyuman diwajah kak Raja hadir kembali.” Ucap Yuriva. Nadhifa hanya tersenyum. Dia sangat ingat waktu pertama kali dia mengenal Raja. Pria yang tidak pernah ada dibayangannya, pria yang jauh dari harapan yang di angankannya. Dia bahkan sempat meremehkan Raja. Lalu, apa dia pantas berada didekat orang yang dia remehkan sebelumnya? Tentunya rasa ingin membalas semua perbuatan dan sikapnya dulu yang sempat meremehkan Raja sudah dia lakukan saat ini. Yaitu dengan terus berada disampingnya dan terus menyemangatinya di situasi duka ini.

Namun, Nadhifa tidak berfikir bisa membuat seulas senyuman dan sedikit kebahagian kembali terpancar di wajah Raja saat ini. Maka dari itu, dia hanya melakukan apa yang dia bisa lakukan saat ini. Lagipula, meskipun Nadhifa mulai sedikit tertarik dengan Raja. Tidak mungkin rasanya dia berharap terlalu tinggi pada Raja.

Setelah berbicara sedikit lama dengan Yuriva. Nadhifa kini sedang menuju kekamar Raja untuk menengok bagaimana kabarnya saat ini.

‘tok tok tok’

“Raja, ini aku Nadhifa.” Ucap Nadhifa dari balik pintu.

Tidak terdengar suara apapun dari dalam, Nadhifa sedikit merasa khawatir dengan keadaan Raja. Dia kemudian membuka pintu itu secara perlahan. Ternyata tidak dikunci, perlahan masuk dan melihat keadaan sekitar kamar.

“Raja.” Ucap Nadhifa pelan.

Terlihat Raja sedang terduduk menghadap keluar jendela, melihat dengan tatapan kosong. Seperti seseorang yang sudah kehilangan harapan hidupnya. Sangat mengkhawatirkan. Nadhifa melihat sudut sudut kamar. Tidak ada yang berubah. Keadaannya masih terlihat rapi dan bersih seperti kemarin.

Itu artinya Raja tidak melakukan banyak aktivitas dikamar ini. Kamar yang saat pertama kali dikunjungi oleh Nadhifa benar-benar terlihat sangat berantakan, melihatnya membuat Nadhifa dan Yuriva saat itu langsung membereskan dan merapikan kamar Raja.

Dan saat ini, kondisi dan keadaan kamar tidak jauh berbeda setelah dirapikan oleh mereka. Nadhifa mulai berjalan perlahan ke tempat Raja, dan saat ini dia sudah berdiri tepat dibelakang Raja. Melihat Raja sedikit lusuh dan kotor membuat Nadhifa sangat iba melihatnya. Bagaimanapun, Raja harus segera keluar dari situasi ini. Itulah yang dipikirkan Nadhifa saat itu.

“Masih memikirkannya?” Tanya Nadhifa membuka percakapan. Tidak ada respon sedikitpun dari Raja. Nadhifa menghembuskan nafas.

“David memang orang yang baik. Sangat baik. Meski aku belum begitu lama mengenalnya, tapi dari pertama kali aku melihat dan mengenalnya aku bisa melihat kalau dia adalah orang yang sangat baik dan peduli.” Ucap Nadhifa. Raja masih belum merespon apapun, tapi telinganya masih berfungsi dengan baik. Yuriva mengintip mereka dari balik pintu.

“Buktinya adalah, dia rela menemani mu saat kencan pertama kita. Meski harus mengorbankan waktunya, tapi dia tidak pernah mengeluh kan? Waktu pertama kali datang ke cafe itu aku tau David pasti ada disana juga. Aku memang tidak melihatnya secara langsung, tapi entah kenapa aku yakin waktu itu dia memang sedang ada disalah satu meja di cafe itu.” Ucap Nadhifa. Raja mulai sedikit menunduk.

“Kenapa kamu tidak mencoba untuk tersenyum dan berusaha untuk melepaskannya agar dia benar-benar bahagia disana. Kamu sahabat terbaiknya kan? Kalian selalu bersama-sama sampai saat ini kan?” Ucap Nadhifa.

“David.” Ucap Raja. Nadhifa tersenyum sedikit setelah mendengar suara Raja.

“Dia benar benar baik. Dia selalu membantuku dalam keadaan apapun, bahkan sepertinya. Hanya aku sendirilah yang tidak pernah berguna untuknya. Aku bahkan tidak ingat pernah membantunya melakukan sesuatu atau tidak. Tapi, dari dulu. Waktu Ayahku masih ada sampai tiada. Dan saat aku menjalani hari hari tersulit dalam hidupku. Dia selalu tersenyum dan terus berada disampingku, selalu membantuku berdiri saat aku mulai terjatuh, selalu menjadi yang terdepan untuk membelaku jika ada orang yang mengejekku atau memukulku. Aku bingung, aku bahkan tidak sempat berbuat apa apa untuknya. Bahkan sekedar membalas perbuatannya pun aku tidak bisa.” Ucap Raja yang berusaha menahan air matanya.

Perlahan, Nadhifa mulai memeluk Raja dari belakang. Berusaha menenangkannya, berusaha menguatkannya, berusaha untuk memberinya motivasi dan semangat. Terasa. Punggung hangat Raja terasa sedikit bergetar. Raja benar-benar tidak bisa menahan air matanya untuk keluar.

“Jika memang kamu merasa tidak pernah berguna untuknya. Mungkin inilah saatnya untuk kamu membalas kebaikan David.” Ucap Nadhifa. Raja mulai sedikit tenang.

“Caranya?” Tanya Raja yang masih terisak.

“Ikhlaskan dia, doakan dia, dan teruslah menjalani hidupmu seperti biasanya. Aku yakin. Dengan begitu, David akan merasa senang disana. Bisa melihat sahabat terbaiknya terus menjalani hidup dengan tersenyum dan bahagia.” Ucap Nadhifa pelan.

Posisi mereka masih belum berubah. Nadhifa masih mendekap Raja, sementara Yuriva sedikit terharu melihat mereka berdua. Dia kemudian perlahan menjauhi kamar Raja.

Hari yang merubah sedikit pandangan Raja. Cahaya terang sedikit demi sedikit menerangi gelapnya hati Raja saat itu. Membuatnya menyadari betapa berharganya hidup dan juga seorang sahabat yang dia kenal sejak dulu. Kini, Raja bertekad untuk tetap menjalani hidup meski ditinggal pergi sahabat baiknya untuk selamanya.

Sebenarnya bersedih karena kehilangan sesuatu yang berharga tidaklah dilarang. Namun jika kesedihan itu akan menjerumuskan kita ke jurang kehancuran dan kebinasaan hidup tentunya itu yang bahaya. Setiap orang juga pasti mempunyai kenangan yang menyedihkan didalam hidupnya, mereka juga berhasil melewati kesedihan itu dengan cara yang berbeda beda.

Satu hal yang memang harus kita lakukan ketika kesedihan meliputi diri kita adalah mengingat. Iya, mengingat orang-orang yang selalu ada disekitar kita, mengingat orang-orang yang kita sayangi di sekitar kita. Jangan terus menerus memikirkan sesuatu yang telah hilang, pikirkan saja apa yang masih tersisa. Bukankah begitu seharusnya?

Beberapa hari kemudian, kondisi psikis Raja perlahan mulai stabil. Kini bahkan dikampus pun dia sudah bisa tersenyum. Nadhifa selalu menemani Raja kemanapun dia pergi, bingung dengan sikap sahabat baiknya. Yansen perlahan juga mulai mengerti situasi dan kondisi yang menimpa Raja saat ini. Tidak ada lagi orang yang mengajaknya bicara selain Nadhifa, tidak ada orang lagi yang bisa membuatnya tertawa selain Nadhifa, beberapa hal kini mulai mengacu kepada hubungan mereka berdua yang terlihat semakin dekat.

Namun, kondisi yang dialami Shania Gracia masih sama. Setelah di vonis mengalami kelumpuhan sementara pada kakinya. Jiwanya pun juga sepertinya mengalami luka yang sangat parah. Dia masih belum sepenuhnya percaya kalau kekasihnya sudah tiada. Gracia bahkan terus menerus meneriakan nama David dengan keras sambil menangis, berharap kekasihnya akan datang dari balik pintu lalu menyapanya dengan senyuman khas miliknya.

Beberapa suster juga sedikit kewalahan menghadapi sikap yang ditujukan Gracia akhir akhir ini. Anin yang juga sahabat terdekatnya tidak bisa melakukan apa-apa. Dia malah bersedih melihat sikap sahabatnya yang begitu depresi mendengar David telah tiada.

Rencananya hari ini Raja ingin pergi kerumah sakit untuk menjenguk Gracia. Dia berharap bisa sediki menenangkan hati Gracia, meski menyadari bahwa dirinya pun sangat sulit untuk mengikhlaskan David.

Disana Raja melihat kedua orang tua Gracia dan juga Anin yang sedang menunggu diluar ruangan Gracia. Mereka bertiga sangat cemas dengan keadaan Gracia, mereka berharap Gracia bisa segera mengikhlaskan David dan memulai lagi kehidupannya.

“Om, tante.” Sapa Raja. Kedua orang tua Gracia menoleh dan tersenyum melihat kedatangan Raja.

“Raja. Kau kesini rupanya.” Ucap Ayahnya Gracia.

“Kamu baik-baik saja kan sekarang?” Tanya Ibunya Gracia.

“Yah, untuk saat ini aku tidak apa-apa. Ohh iya bagaimana keadaannya?” Tanya Raja.

“Masih tidak berubah.” Ucap Ibunya Gracia sedikit murung.

“Dia benar-benar mengalami depresi berat.” Ucap Ayahnya Gracia. Raja sedikit menundukan kepala.

“Begitu. Memang sangat sulit untuk melakukannya. Tapi, aku yakin Gre pasti bisa melewati masa sulit ini. Dan aku janji akan terus bersamanya.” Ucap Raja. Kedua orang tua Gracia sedikit tersenyum dan merasa tenang mendengar kata-kata Raja. Mereka juga percaya bahwa anaknya pasti bisa melewati masa sulitnya.