Masih dihari yang sama. Raja masuk ke ruangan Gracia yang
sedang dirawat. Dengan tatapan kosong mengarah keluar jendela, syok berat pasti
dialami Gracia saat tau David sudah tidak ada. Dan bodohnya, Raja juga
mengalami hal yang sama. Meski sudah sedikit terbiasa. Raja sedikit menyesal,
orang yang sangat kehilangan sosok David bukan hanya dia seorang. Tapi ada yang
bahkan lebih kehilangan lagi. Dia adalah Gracia, orang yang sudah berbagi kasih
dengan David. Raja tidak berfikir hal itu. Dia benar-benar merasa seperti orang
yang egois.
Seharusnya Raja menyadarinya lebih awal dan terus bersama
dengan Gracia saat dia tahu kabar sebenarnya mengenai David. Dia harusnya
berada di sisi Gracia saat mengetahui sang pacar telah berpulang untuk
selamanya. Menyediakan pundak untuknya menangis, menyediakan dada untuknya
dipukul, dan berusaha menenangkannya.
Namun hal itu sudah terlambat. Raja tidak bisa berfikir
apakah dia benar-benar bisa membuat Gracia semangat lagi atau tidak menjalani
hidupnya. Bahkan saat dia berdiri tepat dihadapannya. Gracia seperti tidak
sadar dengan kehadiran Raja. Sekali lagi, Raja benar-benar tidak bisa berbuat
apa-apa untuk sahabatnya. Bahkan ketika dia sudah tidak ada, untuk menenangkan
pacar sahabatnya pun dia tidak bisa.
Dia malah sibuk dengan perasaannya sendiri. Sahabat macam
apa yang bahkan tidak bisa berbuat sesuatu yang berguna untuk dilakukan. Hal
itu bahkan tidak pantas disebut sahabat sama sekali. Raja mulai melangkah ke
arah tatapan Gracia, tatapannya masih sama meski kini dihadapan Gracia berdiri
seorang Raja.
Air mata Gracia menetes begitu saja, melihat itu Raja
langsung mendekati Gracia lalu duduk didekatnya kemudian memegang kepala
belakang Gracia dan perlahan mendorongnya ke bahu miliknya, mengusap kepala
belakangnya pelan dengan diiringi suara angin yang terdengar dari balik jendela.
“Aku ingin melihatnya.” Ucap Gracia lirih. Raja hanya
diam mendengarkan. Dan posisi mereka masih belum berubah.
“Aku ingin pergi ke tempat dimana dia dimakamkan. Aku
ingin melihatnya dengan mata kepalaku sendiri kalau yang tertulis disana memang
David.” Ucap Gracia sambil menangis.
“Kau yakin?” Tanya Raja pelan.
“Ya. Aku mohon.!!” Ucap Gracia.
“Baiklah. Besok kita akan kesana.” Ucap Raja.
“Terimakasih.” Ucap Gracia.
“Tapi sebelumnya, kau harus berjanji padaku.” Ucap Raja.
“Apa?” Tanya Gracia. Raja kemudian melepaskan tangannya
dari kepala Gracia
“Setelah melihat pusara makam nya, aku ingin kamu
berjanji untuk kembali.” Ucap Raja.
“Maksudnya?” Ucap Gracia sambil mengusap air matanya.
“Iya. Kembali menjalani hidupmu dengan semestinya.
Menjalani hidup dengan penuh gairah dan juga semangat, juga selalu tersenyum.
Itulah Shania Gracia yang aku dan David kenal.” Ucap Raja. Gracia merasa tidak
yakin dengan dirinya sendiri. Bagaimanapun juga butuh waktu yang tidak singkat untuk
menyembuhkan luka yang tidak terlihat itu dengan baik
“Jika tidak mau berjanji jangan harap aku akan
mengantarmu kesana.” Ucap Raja.
“Baiklah. Aku janji.” Ucap Gracia.
‘kruuk kruuk kruuk’
Suara aneh dan misterius terdengar sangat nyaring. Raja
melihat Gracia sambil tersenyum. Sementara Gracia tersipu malu.
“Sudah berapa lama kau tidak makan?” Tanya Raja sambil
tersenyum. Gracia masih tersipu malu ternyata suara perutnya terdengar sangat
keras.
“Entahlah.” Ucap Gracia
“Dasar.” Ucap Raja sedikit tersenyum. Syukurlah, paling
tidak Gracia tidak terlalu merasa tertekan dengan kehilangan David.
“Tunggu sebentar, kebetulan aku membawakan makanan
untukmu.” Ucap Raja sambil beranjak pergi.
“Serius?” Tanya Gracia.
“Ya.” Ucap Raja kemudian berjalan keluar ruangan dan
mendapati tasnya didepan ruangan. Raja kemudian mengambil sebungkus makanan
yang dibawa khusus olehnya untuk Gracia.
“Raja. Bagaimana keadaannya?” Tanya Ibunya Gracia.
“Ohh dia baik baik saja Tan. Dia lapar, katanya mau makan
sesuatu dan kebetulan aku sudah membawanya.” Ucap Raja.
“Benarkah? Dia bisa diajak bicara?” Tanya Ayahnya Gracia
yang antusias.
“Bisa.” Ucap Raja.
“Syukurlah.” Ucap kedua orang tua Gracia yang
memperlihatkan perasaan lega. Kemudian mereka berdua beregas untuk masuk dan
memastikan sendiri keadaan putri sematawayangnya itu. Sebelum masuk ke ruangan.
Raja melihat Anin masih berdiri mematung.
“Kau tidak ikut masuk?” Tanya Raja
“Ahh tidak. Sepertinya aku langsung pulang saja.
Mendengar Gre sudah baikan saja sudah cukup untukku.” Ucap Anin yang kemudian
berbalik. Dengan cepat Raja menahan Anin sambil memegang lengannya.
“Jangan gitu. Dia butuh teman wanita saat ini. Lebih baik
kamu temui dia dulu, ya?” Ajak Raja. Anin tidak bisa berkata apa-apa. Wajahnya
memerah.
“Baiklah. Aku masuk.” Ucap Anin lalu bergegas masuk
keruangan perawatan Gracia tanpa menatap Raja sama sekali. Raja ikut menyusul
Anin masuk keruangan perawatan.
Kedua orang tua Gracia benar benar terlihat bahagia
melihat anak mereka sudah bisa diajak bicara lagi seperti biasanya. Rasa haru,
sedih, bahagia. Semuanya tercampur saat itu. Raja hanya tersenyum melihat
keluarga Gracia yang terlihat sangat bahagia. Mengingatkan kembali pada
almarhum Ayahnya, perasaan senang dan selalu bercanda bersama dengan seluruh
anggota keluarganya dia rasakan telah lama hilang sejak ayahnya meninggal.
Namun melihat keluarga kecil ini begitu bahagia, membuat
Raja secara tidak sadar meneteskan air mata. Anin tidak sengaja melihat
kejadian itu, ketika Raja tersadar kalau Anin memperhatikannya dia buru buru
menhapus air matanya dan berbisik pelan.
“Berikan ini padanya. Aku pulang dulu, Ibu dan Yuri harus
tau keadaan Gracia sekarang.” Ucap Raja.
“Baiklah. Tapi kenapa.....” Ucap Anin yang terpotong oleh
Raja.
“Jangan tanya apapun, kumohon. Aku pergi.” Ucap Raja
kemudian bergegas pergi.
Heran melihat Raja menangis untuk pertama kalinya bagi
Anin, membuat Anin semakin penasaran penyebab Raja bisa menangis seperti itu.
Setelah memberitahukan keadaan Gracia pada Ibunya dan
Yuri. Mereka bertiga kemudian berencana untuk pergi kerumah sakit untuk
menjenguk Gracia.
“Kalian duluan saja ke rumah sakitnya.” Ucap Raja.
“Memangnya kakak mau kemana?” Tanya Yuriva.
“Kerumah Nadhifa dulu. Aku juga ingin memberitahukan
kondisi Gracia padanya.” Ucap Raja.
“Kan bisa lewat telpon.” Usul Ibunya Raja.
“Itu dia. Ga enak kalo lewat telpon.” Ucap Raja.
“Ga enak gimana maksudnya?” Tanya Ibunya Raja lagi. Raja
sempat bingung harus bicara apa lagi untuk meyakinkan Ibunya bahwa dia memang
benar-benar ingin ke rumahnya Nadhifa.
“Sudahlah Bu, mungkin kak Raja mulai kangen sama Kak
Nadhifa.” Ledek Yuriva.
“Kau!!” Ucap Raja sedikit kesal.
“Yasudah. Hati hati, jangan ngebut ngebut bawa motornya.”
Ucap Ibunya Raja yang kemudian masuk mobil.
“Iya.” Ucap Raja.
“Aku duluan ya kak. Disananya jangan lama-lama. Kalian
belum halal loh.” Ucap Yuriva sambil sedikit berlari menuju mobil.
“Ohh sudah mulai berani sama kakaknya sendiri rupanya
ya.” Ucap Raja yang sedikit berusaha mengejar Yuriva namun Yuriva keburu masuk
kedalam mobil.
Jendela mobil terbuka.
“Ibu duluan Raja. Jangan lama-lama.” Ucap Ibunya Raja
dari dalam mobil.
“Iya Bu. Hati-hati juga nyetirnya. Kalo ngantuk bisa
gantian sama Yuri.” Ucap Raja.
“Kamu ini ada ada aja.” Ucap Ibunya Raja sambil
tersenyum. Terlihat Yuriva memajukan bibirnya kearah Raja. Klakson mobil
berbunyi dan perlahan mobil mulai melaju meninggalkan Raja.
“Baiklah, sekarang saatnya kerumah Nadhifa.” Ucap Raja
yang kemudian berjalan kearah motor miliknya sambil mengenakan jaket
kesayangannya kemudian langsung melaju.
Sementara itu dirumahnya Nadhifa. Ada Yansen, Austin dan
kedua temannya yang sedang mengobrol santai. Sementara Nadhifa ijin untuk
sedikit lebih lama dikamarnya. Alasannya karena sedikit tidak enak badan.
“Lu juga ngerasain kan perubahan sikap Nadhifa akhir-akhir
ini?” Tanya Austin dengan serius.
“Jujur sih iya. Emang akhir-akhir ini tingkah lakunya
sulit ditebak, bahkan oleh gue sendiri.” Terang Yansen.
“Gue ngerasa ini ada hubungannya dengan si cyborg itu.”
Ucap Austin.
“Raja maksudnya?” Tanya Yansen meyakinkan diri.
“Iyalah, siapa lagi coba.” Ucap Austin.
“Mungkin sih, tapi emang lu yakin ini semua karena Raja?”
Tanya Yansen yang juga mulai ragu.
“Kenapa lu jadi ragu gitu sih? Ya jelas siapa lagi coba
yang mengusik hubungan gue sama Nadhifa akhir-akhir ini kalo bukan si cyborg
itu?” Ucap Austin.
“Tau ah.. pusing gue. Gue ke kamarnya dulu.” Ucap Yansen
yang kemudian beranjak menuju kamarnya Nadhifa.
“Lihatkan? Bahkan dia pun juga kayaknya bakal ngikutin
jejak Nadhifa.” Ucap Austin kesal.
“Lu sendiri sih, memaksakan opini lu sendiri.” Ucap
Rangga sambil melahap cemilan.
“Memaksakan opini gimana maksudnya?” Tanya Austin.
“Ya itu, tentang tuduhan lu ke si cyborg itu.” Ucap
Rangga.
“Tapi emang semuanya fakta kok.” Ucap Austin.
“Ya gue tau tapi yang jadi lawan bicara lu tadi itu cewe.
Sedikit lunak lah kalo bicara sama cewe, jangan egois lu ditinggiin kayak tadi.”
Ucap orang sebelahnya Rangga. Howard.
“Kok lu berdua malah nyalahin gue sih?” Tanya Austin.
“Bukan nyalahin, Cuma mengingatkan.” Ucap Rangga.
“Lu pikir dia akan pulang ke Indonesia setelah kejadian
ini?” Tanya Howard. Austin dan Rangga sontak melirik Howard dengan lekat.
“Siapa?” Tanya Austin.
“Lu pikir aja sendiri.” Ucap Howard sambil tersenyum.
“Ahh elah, ga asik lu.” Ucap Austin. Howard lalu tertawa
pelan.
“Tenang aja, cepat atau lambat dia pasti pulang. Dan lu
berdua pasti akan terkejut melihatnya.” Ucap Howard sambil tersenyum sinis.
Sementara itu dikamar Nadhifa.
“Lu ga akan kebawah nemuin si Austin?” Tanya Yansen yang
baru membuka pintu kamar Nadhifa.
“Ga ahh. Males gue.” Ucap Nadhifa sambil tiduran
dikasurnya.
“Tumben lu males ketemuan sama gebetan lu.” Ucap Yansen
sambil berjalan mendekati Nadhifa.
“Gebetan apa sih. Ga lah, dia Cuma teman biasa doang.” Ucap Nadhifa.
“Ohh iya gue lupa. Gebetan lu kan si Raja itu.” Ucap
Yansen lalu duduk dikasur. Nadhifa lalu melirik tajam kearah Yansen.
“Kenapa lu punya pikiran gitu sih?” Tanya Nadhifa dengan
serius.
“Gue tau lu. Gue sahabat lu dari kecil. Gue tau sikap
temen gue kalo lagi naksir sama orang tuh ya gini.” Ucap Yansen.
“Gini gimana maksudnya?” Tanya Nadhifa.
“Kebanyakan menyendiri. Lu pikir udah berapa cowo yang
udah ngebuat lu jadi penyendiri kayak gini? Banyak tau ga.” Ucap Yansen.
“Gitu ya. Hihihi.” Ucap Nadhifa sambil cengingisan.
“Lu emang beneran mulai suka sama tuh cowo?” Tanya Yansen
dengan serius.
“Ga tau gue.” Ucap Nadhifa.
“Gimana sih. Masa lu ga tau perasaan lu sendiri? Emang
pandangan lu mengenai si Raja ini gimana sih?” Tanya Yansen.
“Ya emang gue ga tau. Gimana ya, dia dibilang jelek enggak.
Cakep juga enggak. Normal lah, tapi sikapnya itu yang ngebuat gue sedikit
tertarik sama tuh cowo.” Ucap Nadhifa.
“Sikapnya gimana maksudnya?” Tanya Yansen yang sepertinya
kurang jelas dengan penjelasan Nadhifa.
“Pokoknya gitu deh.” Ucap Nadhifa.
“Lu selain penyendiri jadi sedikit kacau ya otak lu
karena cowo.” Ucap Yansen.
“Bukan gitu. Gue Cuma susah ngejelasinnya. Pokoknya dia
tuh beda banget sama cowo cowo yang selama ini udah deket sama gue.” Ucap
Nadhifa.
“Iya deh gue paham.” Ucap Yansen.
Terdengar suara motor berhenti didepan gerbang depan
rumah Nadhifa. Nadhifa dan Yansen langsung melihatnya dari kaca jendela dikamar
Nadhifa. Ya, itu Raja. Akhirnya dia telah sampai dirumahnya Nadhifa. Yansen dan
Nadhifa saling pandang, rasa khawatir menghinggapi mereka berdua karena tau
Austin dan kedua temannya sedang berada disini.